Akuntabilitas merupakan salah satu pilar dari tata pemerintahan yang baik (good governance). Konsep akuntabilitas, secara sederhana terdiri dari dua pendekatan, yakni dapat dijawab (answerability) dan penegakan hukum. Artinya konsep answerability mengacu pada kewajiban pemerintah, baik lembaga atau aktor publik dalam memberikan keputusan dan tindakan mereka, serta cara mereka membenarkan keputusan dan tindakan mereka kepada publik, sementara penegakan hukum diterapkan bilamana terdapat perilaku badan atau aktor publik yang dinilai menyimpang atau menyalahgunakan, maka sangsi merupakan bentuk dari penegakan hukum.
Dengan kata lain, akuntabilitas dapat didefinisikan sebagai upaya untuk memastikan keputusan dan tindakan yang diambil oleh pejabat publik secara objektif dalam merespon kebutuhan masyarakat untuk menjadikan manfaat, sehingga memberikan kontribusi bagi penyelenggaraan pemerintahan yang baik. Maka tak heran, dalam konteks pemerintahan para badan/aktor publik mempunyai kewajiban untuk dapat menjelaskan keputusan serta tindakan mereka kepada masyarakat, yang dapat dicapai melalui sejumlah mekanisme untuk memastikan bahwa setiap institusi/pejabat publik tetap “dapat menjawab” dan diakses oleh masyarakatnya.
Sejak dikeluarkannya TAP MPR RI Nomor XI/MPR/1998 dan UU No. 28/1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang bersih dan Bebas KKN yang di dalamnya meliputi azas akuntabilitas yang mengartikan bahwa “setiap kegiatan dan hasil akhir dari kegiatan penyelenggaraan negara harus dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan yang berlaku”. Artinya akuntabilitas tidaklah diberikan secara diskrit dibalik pintu tertutup, tetapi pada prinsipnya terbuka, yang secara luas dapat diakses, didengar, dilihat dan dirasakan bagi masyarakat umum, yang diantaranya adalah orang-orang yang selalu menjadi sasaran dari kegiatan penyelenggaran negara. Oleh sebab itu, sudah sepatutnya masyarakat berhak memperoleh informasi tentang (1) Penggunaan sumber daya publik secara benar dan sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku, (2) penyelenggaraan program-program pemerintah yang mencapai tujuan dan sasaran yang diharapkan dan (3) penyediaan layanan kepada masyarakat secara efisien, ekonomis dan efektif.
Dalam kontek demokrasi, masyarakat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi telah mendelegasikan atau memandatkan kedaulatannya kepada wakil-wakil mereka dan memilih pemimpin yang mereka anggap memadai melalui proses pemilihan umum, yang secara tidak langsung merupakan kontak sosial antara negara dengan masyarakat/konstituennya, maka masyarakat berhak menyoroti bagaimanakah mereka yang kini berkuasa mempertanggungjawabkan kepada publik atas keputusan dan tindakan mereka, dan bukan hanya terbatas pada seperangkat mekanisme kelembagaan atau daftar prosedural, tetapi lebih menyangkut pada pertanggungjawaban secara sosial (Akuntabilitas Sosial).
Akan tetapi, kondisi politik yang tidak stabil saat ini membuat sulit bagi masyarakat untuk melakukan navigasi tentang bagaimana pemerintah memainkan dan memastikan akuntabilitas di masa mendatang, praktik-praktik masyarakat sipil dalam penerapan akuntabilitas sosial melalui alat bantu seperti penelusuran belanja publik (public expenditure tracking survey), penyampaian rapor penilaian masyarakat (citizen report card/community scorecard), audit sosial (social audit), uji akses keterbukaan informasi publik, pengawasan pengadaan barang dan jasa, penganggaran partisipatif (citizen budget) dan kegiatan lainnya, hanya dipandang sebagai dekorasi partisipasi. Kegagalan dalam melepas informasi publik, menunda, menyembunyikan bahkan menghilangkan data/informasi publik serta membatasi forum publik menjadi eklusif adalah wujud resistensi badan/aktor publik, atau bentuk pengabaian upaya masyarakat sipil dalam menyampaikan persepsinya tentang perilaku badan/aktor publik, dan bisa jadi sebagai cara agar masyarakat didorong menjadi apatis sehingga enggan meminta pertanggungjawaban. Kondisi tersebut, memperkuat ketidakpercayaan publik kepada pemerintah yang sejatinya dapat mendorong keberanian publik untuk menuntut akuntabilitas sosial kepada pemerintah untuk memenuhi kewajibannya dan bertanggungjawab atas keputusan dan tindakannya yang menyangkut kepentingan publik berikut pemecahan permasalahan sosialnya .
Dengan pengertian, bahwa tuntutan akuntabilitas sosial adalah sejauhmana keberhasilan pemerintah, yang dalam hal sebagai penguasa yang memiliki akses dan kewenangan dalam pengelolaan sumberdaya publik, dapat mendorong kapasitas masyarakat untuk memenuhi kebutuhan hak dasar masyarakatnya, membangun pondasi yang memungkinkan masyarakat untuk meningkatkan dan mempertahankan kualitas hidupnya serta menciptakan kondisi yang semua orang untuk mencapai potensi penuhnya. Bukan hanya diwujudkan dalam bentuk keberhasilan kinerja administratif yang ditentukan oleh badan.aktor negara yang diberi “kewenangan” formal melalui sederetan proses pengawasan dan pemeriksaan internal maupun ekternal yang terkesan ekslusif. Namun tuntutan akan keterlibatan masyarakat secara langsung dengan aktor /institusi akuntabilitas horisontal/vertikal dalam mengadvokasi proses pengawasan yang lebih baik dari keputusan dan tindakan pemerintah, dengan cara mengintegrasi pendekatan akuntabilitas sosial yang umum dilakukan masyarakat sipil kedalam mekanisme formal pemerintahan.
Perkumpulan INISIATIF memandang mengapa akuntabilitas sosial penting sebagai sarana demokrasi yang perlu disediakan untuk memantau dan mengontrol perilaku pemerintah untuk mencegah perkembangan konsentrasi kekuasaan dan untuk meningkatkan kemampuan belajar serta mendorong efektifitas pelayanan dan administrasi publik, yang tidak semata-mata hanya yang melekat pada badan-badan publik, melainkan di sektor swasta yang melaksanakan hak publik atau menerima aliran dana publik. Dan potret pelayanan air bersih/ minum adalah bagian dari upaya pemenuhan hak dasar masyarakat, dan merupakan contoh kecil dari potret masalah sosial di masyarakat yang perlu dipertanggungjawaban pemerintah, jangan sampai hak masyarakat dipenuhi sendiri oleh masyarakat dan dipertanggungjawabkan ke pemerintah, bisa jadi, delegasi atau mandat warga masyarakat sebagai konstituen secara tidak langsung dikembalikan lagi ke masyarakat dan dengan begitu artinya pemerintah tidak perlu ada!
Silahkan mengunduh di sini.