Ridwan Kamil dianggap tidak mendukung keterbukaan informasi
Bandung, IDN Times – Wakca Balaka, sebuah kelompok sipil yang diisi oleh Lembaga Bantuan Hukum (LBH), Wahana Lingkungan Hidup (Walhi), Perkumpulan Inisiatif, dan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Bandung, berencana menyurati Tim Seleksi (Timsel) Calon Komisioner Komisi Informasi (KI) Provinsi Jawa Barat karena dianggap melanggar aturan. Ada beberapa poin penting yang disorot Wakca Balaka terkait bursa pemilihan Komisioner KI, di antaranya ialah Timsel yang dipilih tanpa langkah transparansi sampai pelanggaran dalam penentuan durasi pendaftaran calon.
Surat gugatan tersebut rencananya akan dikirimkan dalam tempo beberapa hari ke depan, dengan tembusan bagi beberapa pejabat terkait. “Kami akan menyurati Timsel dan memberi tembusan pada Gubernur Jawa Barat (Ridwan Kamil), Ombudsman Jabar, KI pusat,” kata Willy Hanafi, Direktur LBH Bandung, di kantornya, Senin (8/7).
1. Penetapan tim seleksi
Willy mengatakan jika Wakca Balaka memiliki sejumlah temuan yang menjadi catatan penting bagi para pemangku kebijakan dalam konteks keterbukaan informasi. Salah satunya, kata Willy, temuan tentang proses penetapan anggota Timsel tidak dilakukan secara terbuka.
“Timsel tiba-tiba muncul, dan masyarakat tidak pernah diinfokan ada pembentukan Timsel. Ini menjadi referensi kami, bagaimana spirit mendorong keterbukaan informasi masih kurang,” tutur Willy.
Dalam mekanismenya, penetapan Timsel menjadi tanggung jawab Pemerintah Provinsi di bawah Dinas Komunikasi dan Informatika Provinsi Jawa Barat. Dalam Keputusan Ketua Komisi Informasi Pusat tahun 2010, disyaratkan bahwa Timsel terdiri dari lima orang yang berasal dari tiga unsur yakni unsur pemerintah, unusr masyarakat, dan unsur KI itu sendiri.
2. Proses seleksi melanggar peraturan Komisi Informasi
Selain itu, Wakca Balaka juga menyoroti tentang proses pendaftaran calon Komisioner Komisi Informasi yang dibuka pada 8 Juli-12 Juli 2019 (5 hari kalender) yang dinilai melanggar aturan. Menurut Willy, dalam peraturan Komisi Informasi tentang seleksi dan penetapan calon, bahwa masa pendaftaran dilakukan selama sepuluh hari kerja.
“Dari temuan itu kami melihat bahwa proses seleksi tidak diselenggarakan dengan serius,” ujarnya.
Sementara dalam Keputusan Ketua Komisi Informasi Pusat tahun 2010, pada poin F, tercatat bahwa penerimaan pendaftaran mesti dilakukan selama tujuh hari kerja yang terhitung sejak pengumuman terakhir.
3. Timsel tidak mendukung
Setali tiga uang, Pius Widyatmoko, perwakilan Perkumpulan Inisiatif yang tergabung dengan Wakca Balaka, mengatakan jika waktu pendaftaran yang panjang dapat membuka pintu pendaftaran bagi banyak orang dengan mengedepankan mutu input. Dengan durasi pendaftaran hanya lima hari kalender, Pius menilai kalau Timsel tidak mengutamakan mutu calon komisioner.
Perkumpulan Inisiatif dan Wakca Balaka merupakan pihak-pihak yang getol mengkritisi KI Jabar dalam beberapa tahun terakhir. Misalnya, tahun lalu mereka memberi protes keras pada salah satu Komisioner KI yang dianggap melanggar kode etik. Atas protes itu, Sang Komisioner yang bermasalah mengundurkan diri dari jabatannya.
“Timsel sekarang harus punya upaya lebih, agar tidak lagi terulang kasus seperti tahun lalu. Tidak cukup memberi kesempatan bagi masyarakat saja,” ujar Pius.
4. Ridwan Kamil tidak serius mendukung keterbukaan informasi
Tak sampai di sana, kritik Pius terhadap KI Provinsi Jawa Barat pun menyoroti kinerja Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil. Emil, sapaan akrab Ridwan, dinilai tidak serius dalam mendukung semangat keterbukaan informasi yang telah menjadi hak setiap warga negara.
Masalahnya tak lepas dari kosongnya satu kursi komisioner KI pascapengunduran diri Wakil Komisioner KI yang terjerat masalah pelanggaran etika pertengahan tahun 2018. Dalam aturannya, KI minimal diisi oleh lima orang komisioner, tak boleh kurang apalagi lebih, sehingga Emil yang dilantik sebagai Gubernur Jawa Barat pada September 2018 wajib segera mengangkat komisioner pengganti.
“Sudah sepuluh bulan Gubernur Jawa Barat menjabat, tapi hingga sekarang tidak ada penunjukan komisioner pengganti. Kalau punya komitmen terhadap transparansi sebagaimana mencitrakan dirinya, semestinya gubernur sadar akan arti penting dari komisi informasi,” kata Pius.
Masalah yang sama sebenarnya sempat dialami oleh Eks Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan alias Aher pada masa jabatannya. Namun, ketika itu Aher langsung menerbitkan surat Penggantian Antar Waktu (PAW) sehingga tidak menimbulkan masalah.
5. Kewenangan Diskominfo Jabar
Hari ini, 8 Juli 2019, adalah hari terakhir Dan Satriana menjabat sebagai Ketua Komisioner KI Provinsi Jawa Barat. Terhitung mulai besok, Surat Keterangan (SK) yang mendasari DAN menjabat sebagai Ketua Komisioner KI Jabar tak lagi berlaku.
Mengonfirmasi sangkaan Pius soal kursi anggota komisioner yang kosong sejak pertengahan tahun lalu, Dan menampiknya. Ia bilang kalau Gubernur Emil sudah mengeluarkan keputusan untuk menghentikan Sang Komisioner yang berkasus dan tinggal memproses PAW.
“Setahu saya, itu sekitar bulan September atau Oktober 2018, sebenarnya sudah ada keputusan gubernur. Setelah itu saya tidak paham, karena seharusnya itu menjadi kewenangan Dinas Komunikasi dan Informatika Provinsi Jawa Barat. Kami sudah menyampaikan pada pertengahan tahun lalu soal ini,” kata Dan, kepada IDN Times lewat sambungan telepon.
Kursi kosong yang ditinggalkan komisioner bermasalah itu tentu berdampak pada kinerja KI Jawa Barat. Misalnya, Dan mengaku beberapa persidangan putusan sempat ditunda karena salah satu anggota komisioner tidak lengkap.
“Dalam proses persidangan secara keseluruhan tentu tidak terganggu. Hanya saja, beberapa persidangan pengambilan keputusan mesti dijadwal ulang, karena mensyaratkan adanya tiga komisioner dan satu mediator (yang didwakili komisioner KI). Sehingga jika satu komisioner absen, ya keputusan tidak bisa diambil hari itu,” tuturnya.
6. KI tetap menerima laporan
Per 9 Juli 2019, Komisioner KI tidak memiliki lagi dasar hukum untuk mengisi jabatannya masing-masing. Pasalnya, hingga berita ini diturunkan, mereka belum menerima surat perpanjangan SK atau pun penghentian sebagai komisioner yang harusnya segera diteken oleh Emil.
“Oleh karena itu saya menyampaikan pada semua komisioner, bahwa mulai besok kami tidak lagi punya kedudukan hukum untuk melaksanakan tugas sebagai komisioner. Jadi saya dan teman-teman komisioner tetap bersedia menyelesaikan beberapa pekerjaan internal dan administrasi,” kata Dan.
Meski demikian, Dan memastikan bahwa aktivitas penerimaan aduan masyarakat terhadap KI tetap berjalan seperti biasa. “Kalau administrasi kan bukan kami yang bertugas. Itu diselenggarakan oleh sekretariat, sehingga tidak ada hubungannya dengan kami,” tuturnya.
Sumber : https://jabar.idntimes.com/news/jabar/galih/dinilai-tak-transparan-tim-seleksi-komisi-informasi-digugat/full (akses 9 Juli 2019)