BANDUNG, (PR).- Keterbukaan informasi masih belum menjadi isu yang akrab bagi masyarakat dan media. Butuh sosialisasi lebih kuat agak hak warga ini bisa menjadi kepentingan bersama.
Peneliti Perkumpulan Inisiatif Pius Widiyatmoko menyatakan, penting bagi semua pihak untuk terus mendesakkan isu keterbukaan informasi ke publik. Salah satu saluran untuk menaikkan isu ini adalah lewat media.
“Warga sangat berkepentingan dengan isu keterbukaan informasi. Ini penting bagi mereka. Semakin kuat isu ini diperbincangkan, semakin baik,” kata Pius dalam diskusi di Sekretariat AJI Bandung, Jumat (25/5/2018) sore.
Diskusi dihadiri para pegiat hak atas informasi yang tergabung dalam wadah Wakcabalaka. Selain Perkumpulan Inisiatif, anggota Wakcabalaka datang dari AJI Bandung, Walhi Jabar, LBH Bandung, Kalyanamandira, dan Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM Indonesia (PBHI).
Dalam diskusi tersebut, mengemuka bahwa keterbukaan publik termasuk isu yang belum banyak dilirik oleh media untuk diberitakan. Isu yang lunak ini “kalah seksi” dibandingkan dengan isu politik atau infrastruktur.
Beberapa isu penting terkait dengan keterbukaan informasi di Bandung adalah sengketa informasi yang melibatkan para penghuni salah satu apartemen di Kota Bandung di Komisi Informasi (KI) Jawa Barat. Sengketa ini berujung pada gugatan hukum yang berproses di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Bandung.
Isu lain adalah inisiatif Pemkot Bandung untuk mendirikan KI di tingkat kota. Pendirian KI di tingkat kabupaten/kota diharapkan bisa mendorong makin tumbuhnya kesadaran publik atas hak mereka terhadap isu keterbukaan informasi.
Wakcabalaka berencana untuk melakukan kunjungan ke beberapa media di Bandung sebagai bagian dari sosialisasi isu keterbukaan informasi publik. Diharapkan, media ke depannya semakin memprioritaskan pemberitaan terkait dengan keterbukaan informasi.
Pelanggaran Etik
Salah satu advokasi yang dikerjakan para anggota Wakcabalaka saat ini berupa pelaporan dugaan pelanggaran kode etik oleh salah satu komisioner KI Jabar. Komisioner ini diketahui beracara sebagai advokat dalam persidangan. Praktik ini diyakini sebagai pelanggaran kode etik.
Pelaporan pelanggaran kode etik dilakukan oleh para anggota Wakcabalaka pertama kali ke KI Pusat. Pekan ini, berkas laporan dimasukkan ke KI Jabar. Diharapkan putusan lewat rapat pleno bisa keluar dalam waktu dekat.
Anggota AJI Bandung Nursyawal menyatakan, pelaporan pelanggaran kode etik penting untuk mengawal marwah lembaga ini. Diharapkan laporan ini menjadi pelajaran bagi para komisioner di masa depan untuk menjaga kredibilitas lembaga di hadapan masyarakat. “Kita tidak memandang status terlapor itu saat ini apakah mengundurkan diri atau apa. Yang menjadi kepentingan kita adalah penegakan kode etik lembaga ini,” tuturnya. (Tri Joko Her Riadi)***
Sumber : Harian Pikiran Rakyat Cetak, Sabtu, 26 Mei 2018