Anggaran subsisi BBM untuk nelayan kecil tradisional dipandang belum kredibel. Hal tersebut berpangkal pada masalah pendataan nelayan tradisional penerima BBM bersubsidi, lokasi pengisian bahan bakar yang jauh dari tempat nelayan. Akibatnya serapan anggaran BBM bersubsidi untuk nelayan selalu dibawah 30 persen dalam kurun waktu lima tahun terakhir. Begitu ungkap Wulandari, peneliti anggaran public dari Perkumpulan Inisiatif dalam sesi awal seminar nasional kebijakan penganggaran BBM bersubsidi untuk nelayan kecil tradisional yang diselenggarakan pada tanggal 25 november 2021.
Masih dalam sesi yang sama, Wulandari menyampaikan temuan lain bahwa realisasi alokasi anggaran bersubsidi untuk BBM paling kecil dibanding alokasi anggaran BBM bersubsidi untuk empat sector lainnya. Melihat pada prosentase anggaran, anggaran untuk sibsidi BBM di lima sector termasuk diantara sector perikanan hanya mencapai 7 persen atau sekitar 13 Trilyun dari total alokasi subsidi keseluruhan yang mencapai 196 Trilyun. Lebih dalam lagi, alokasi subsisi BBM bersubsidi untuk BBM bersubsidi hanya tidak lebih dari 3 persen dari total alokasi subsidi.
Secara mendasar, Wulandari menyatakan bahwa pangkal masalah penyebab anggaran BBM bersubsidi belum kredibel yaitu soal pendataan dan akses nelayan kecil tradisional terhadap surat rekomendasi pembelian BBM bersubsidi. “ Sulitnya nelayan mendapatkan surat rekomendasi BBM bersubsidi berkontribusi terhadap kesemerawutan pendataan jumlah nelayan yang membutuhkan subsidi dan pada akhirnya hal ini berdampak terhadap pengajuan kuota BBM bersubsidi untuk nelayan kecil tradisional” begitu ungkap Wulandari.
Berdasarkan berbagai temuan kajian kredibilitas anggaran tersebut, diakhir sesi pemaparan, Wulandari menyampaikan beberapa rekomendasi. Pertama, mengenai pendataan. Mengenai pendataan ini, Wulandari menyatakan bahwa upaya memastikan validitas kepemilikan kapal dan validitas jumlah nelayan penerima BBM bersubsidi merupakan hal penting pertama yang bisa dilakukan. Kedua, adalah masalah pendistribusian BBM bersubsidi terhadap nelayan. Mendekatkan lokasi SPDN kepada nelayan merupakan hal penting yang harus didorong terus menerus.
Selain itu, berdasarkan kajian atas beberapa regulasi dan pengamatan lapangan, Wulandari menyatakan sebaiknya pemerintah mulai mengkaji mekanisme lain dalam penyaluran BBM bersubsidi untuk nelayan. Mekanisme lain tersebut berupa integrasi penganggaran BBM bersubsidi menjadi salah satu belanja bantuan social. “Dengan pendekatan ini, saya bayanganya kerumitan masalah pendataan bisa sedikit teratasi, walaupun memang tentu saja masalah lain akan muncul kembali, tetapi ini merupakan salah satu usul menarik yang harus dilirik oleh pemerintah” begitu ungkap Wulandari dalam sesi akhir pemaparan materi tersebut.