Kita sering mendengar pejabat pemerintahan, pakar dan tokoh-tokoh masyarakat menyandingkan pendidikan dan kesehatan sebagai pasangan bidang kehidupan yang harus mendapatkan perhatian utama untuk menyejahterakan rakyat. Namun bidang pendidikan agaknya memperoleh porsi perdebatan lebih banyak dari sisi pembiayaan dibandingkan kesehatan. Terakhir, putusan Mahkamah Konstitusi No. 24/PUU-VI/2007 menegaskan tanggung jawab negara untuk memenuhi besaran anggaran pendidikan sekurangkurangnya 20% dari APBN serta dari APBD sesuai amanat amandemen UUD 1945.
Buku Merumuskan Skema Penyediaan Jaminan Pelayanan Kesehatan yang Sesuai untuk Daerah berusaha menggarap bidang yang kurang mendapat sorotan itu. Ari Nurman dan Ana Westy mengemukakan beberapa alasan mengusung tema kesehatan dan juga mengaitkannya dengan masalah kemiskinan dan kerentanan.
Kemiskinan dan kerentanan sendiri akan mudah dimengerti, jika kita memanfaatkan konsep endowment dan entitlement hasil pemikiran Amartya Sen. Endowment merujuk pada kepemilikan atas aset individu dan kemampuan bekerja dengan badan sendiri, sedangkan entitlement ialah kemampuan orang menggunakan barang, baik membuat sendiri atau mendapatkannya melalui jual-beli di pasar.
Jika badan seseorang sakit, ia sulit bekerja, susah memperoleh penghasilan dan mudah jatuh ke dalam jurang kemiskinan, terutama bagi mereka yang bekerja di sektor informal.Ketiadaan jaminan untuk menangani badan ketika sakit itulah yang akan membawa seseorang masuk ke dalam kondisi rentan miskin.
Oleh karena itu, jaminan kesehatan menjadi bahasan pokok. Ada 2 pendekatan umum dalam penyediaan layanan jaminan kesehatan, yaitu universal dan residual. Pendekatan pertama mau menjangkau seluruh warga sedangkan yang kedua hanya menyasar kelompok tertentu saja, biasanya kelompok miskin. Walau tampak lebih teliti dengan kesan berkemampuan mengenali kelompok miskin, pendekatan residual justru rawan penyalahgunaan dan salah sasaran. Berbagai pemberitaan tentang keributan soal pembagian BLT (Bantuan Langsung Tunai) beberapa waktu lalu memberikan bukti kelemahan pendekatan ini dalam praktik di lapangan.
Buku ini juga membeberkan fakta menarik berkaitan dengan 2 pendekatan di atas. Pada tataran undang-undang dasar, Indonesia jelas menganut pendekatan universal. Tetapi begitu semakin menurun ke tataran teknis-implementasi, pendekatan berubah arah menjadi residual. Sayang pembahasan mengapa hal itu terjadi kurang tergali lebih dalam.
Secara keseluruhan sikap penulis condong ke arah pendekatan universal tetapi anehnya masih memberi nafas pendekatan residual. Di alinea pertama subjudul Menuju Universal Access : Penyediaan Jaminan dengan Pendekatan Universal kita mendapati : Salah satu inovasi yang paling mungkin dan paling rasional adalah penyediaan jaminan layanan kesehatan secara universal di daerah. (hal. 54).
Jika kita menggugat alinea terakhir itu lebih jauh akan muncul pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut : Apa pengertian terpaksa di sini ? Bagaimana membedakan terpaksa sebagai dalih dengan terpaksa sebagai suatu kenyataan yang sebenarnya. Kekosongan pembedaan tersebut berpeluang melemahkan argumentasi untuk mendorong pendekatan universal. Lain halnya jika penulis menetapkan pendekatan residual sebagai langkah awal menuju pendekatan universal.
Berbicara mengenai jaminan kesehatan tidak akan menggigit jika tak menyentuh soal pembiayaan jaminan tersebut. Setidaknya terdapat 3 skema besar untuk mendanai, yaitu Negara menanggung seluruh biaya, melalui asuransi yang dibiayai pengguna terkait atau asuransi yang dibiayai bersama dalam komunitas.
Peran pemerintah daerah rupanya tidak luput menjadi titik berat perhatian. Hal itu mulaitampak pada bab 4 dan terutama pada bagian 2 buku, dengan judul …..to Action. Pembaca akan mendapat suguhan inovasi-inovasi Kabupaten Sleman, Kabupaten Sukoharjo, Kabupaten Sumedang, Kota Banjar, Kabupaten Jembrana, Kabupaten Purbalingga dan Kota Yogyakarta dalam menyediakan jaminan layanan kesehatan di daerah masing-masing.
Suguhan-suguhan tersebut seolah mau menepis keraguan pemerintah kabupaten/kota agar tidak segan-segan membuat terobosan dalam soal jaminan kesehatan. Tak perlu menunggu instruksi atau petunjuk dari pemerintah nasional. Daerahpun kini bisa mencipta prosedur sendiri di era desentralisasi sekarang.
Agar lebih menginspirasi daerah-daerah untuk berkreasi dalam menelurkan kebijakankebijakan yang memihak rakyat, bab 6 bertajuk Pengalaman Advokasi di Kabupaten Bandung membeberkan secara lengkap perjuangan Forum Diskusi Anggaran (FDA) dan Perkumpulan INISIATIF dalam menggolkan kebijakan Pemkab soal jaminan kesehatan.Setelah mempelajari dokumen anggaran, peraturan dan melakukan survei serta perbandingan ke daerah lain dan berdialog dengan pihak Pemkab, FDA dan Perkumpulan INISIATIF menyimpulkan bahwa terdapat 6 model pilihan dalam membiayai jaminan kesehatan untuk Kabupaten Bandung. Model-model tersebut adalah :
- Pemerintah menanggung seluruh biaya pengobatan semua penduduk.
- Pemerintah menanggung langsung seluruh biaya pengobatan penduduk miskin saja.
- Pemerintah mengasuransikan seluruh penduduk dengan mekanisme klaim.
- Pemerintah mengasuransikan penduduk miskin saja, dibiayai dari anggaran.
- Pemerintah menghilangkan retribusi kesehatan seluruh penduduk, seluruh layanan termasuk rujukan.
- Pemerintah menghilangkan retribusi kesehatan seluruh penduduk, layanan puskesmas dan RS saja, tanpa rujukan.
Apa yang tertulis belumlah menunjukkan akhir perjalanan advokasi. Bab ini seperti sedang menunjukkan bahwa komitmen untuk terus berproses itu penting. Artinya, selalulah siap sedia menyusun argumentasi yang meyakinkan, tak segan-segan menyampaikan argumentasi itu pada pihak lawan, merangkul mereka yang sependirian dengan kita, dan seterusnya.
Pembelajaran penting dari buku ini adalah keberanian pemerintah daerah untuk membuat langkah kecil kesehatan yang akan meninggalkan jejak dan akan ditiru pemerintahpemerintah lain dalam rangka mewujudkan kebijakan yang memihak rakyat miskin.
Identitas Buku
Judul Buku : Merumuskan Skema Penyediaan Jaminan Pelayanan Kesehatan yang Sesuai
untuk Daerah
Penulis : Ari Nurman, Ana Westy Martiani
Editor : Alamsyah, Diding Sakri
Penerbit : Perkumpulan INISIATIF
Cetakan : Desember 2008
Tebal : xvii + 138 halaman