Tidak bisa dipungkiri bahwa organisasi masyarakat sipil memiliki kontribusi yang cukup besar dalam pengembangan demokratisasi di Indonesia. Inisiasi-insiasi organisasi masyarakat sipl dalam bidang penguatan masyarakat, advokasi kebijakan, pelembagaan politik dan lain-lain telah memberikan warna dalam kehidupan berdemokrasi di negeri ini.
Namun demikian, permasalahan umum yang dialami oleh hampir semua organisasi masyarakat sipil adalah keterbatasan sumber daya. Pada aspek pendanaan misalnya, ketergantungan pada bantuan luar negeri masih sangat tinggi. Padahal, dalam beberapa tahun terakhir keberadaan dan minat lembaga donor luar negeri semakin berkurang seiring dengan semakin baiknya kehidupan berdemokrasi di negeri ini. Sementara itu, beberapa organisasi masyarakat sipil merasa cukup ‘kagok’ untuk memanfaatkan potensi pendanaan dari pemerintah dan perusahaan swasta.
Selain itu, pada aspek sumber daya manusia, sebagian organisasi masyarakat sipil dihadapkan pada persoalan keterbatasan supply kader. Tidak sedikit aktivis organisasi masyarakat sipil yang sudah senior dan berada pada kategori “expert” berpindah organisasi. Sementara itu, kader pengganti dengan potensi keahlian yang sama masih sulit didapatkan.
Untuk menjawab konsistensi dan keberlanjutan gerak kerja organisasi masyarakat sipil maka diperlukan strategi penggalangan sumber daya yang adaptif dengan kebutuhan dan orientasi kerja organisasi masyarakat sipil. Model-model pengembangan trust fund, jaringan relawan dan filantropi menjadi alternatif strategi yang layak untuk dikembangkan.
Model-model pelembagaan trust fund sebenarnya telah banyak dipraktekkan di berbagai negara. Sebagai contoh, Sekretariat PBB pada tahun 1999 meluncurkan United Nation Trust Fund for Human Security (UNTFHS) dengan tujuan untuk memberikan bantuan bagi negara berkembang dan negara yang sedang mengalami konflik untuk sektor kesehatan, pendidikan, pertanian dan infrastruktur skala kecil. Contoh lainnya, pasca bencana tsunami di NAD dan Nias pada tahun 2004, beberapa negara sahabat membangun Multi Donor Trust Fund (MDTF) untuk membantu proses recovery pasca tsunami dengan menunjuk Bank dunia sebagai wali amanah.
Untuk skala yang lebih kecil, beberapa contoh pengembangan trust fund dapat dilihat berikut ini:
- The Illinois State Bar Association and The Chicago Bar Association membentuk The Interest on Lawyers Trust Accounts (IOLTA) dengan menunjuk The Supreme Court of Illinois sebagai trustee dengan tujuan untuk mengkontribusikan dana bagai penyediaan layanan dampingan hukum bagi masyarakat miskin serta program-program lainnya yang memberikan manfaat bagi masyarakat umum;
- The Washingston State Housing Commission mengembangkan The Washington State Housing Trust Fund (HTF) dengan tujuan untuk membantu penyediaan perumahan bagi masyarakat berpenghasilan rendah dan kelompok masyarakat miskin lainnya;
- Pemerintah Kerajaan Inggris mengembangkan Child Trust Fund (CTF) dengan menunjuk HM Revenue & Customs sebagai wali amanah dengan tujuan untuk memberikan perlindungan bagi masa depan anak-anak berupa dana tabungan yang dapat di akses ketika si anak sudah berusia di atas 18 tahun;
- Rumah Zakat dan Dompet Dhuafa yang berperan dalam menampung dan mengelola dana zakat, infaq dan shodaqoh dari umat untuk disalurkan kepada masyarakat miskin serta pengembangan program layanan sosial lainnya.
Contoh model penggalangan sumber daya yang cukup lengkap dengan menggabungkan pengembangan trust fund dan pengorganisasian relawan diperlihatkan oleh Hands on Network. Hands on Network adalah sebuah program yang dikembangkan oleh Points of Light Institute yang ditujukan untuk membantu masyarakat miskin untuk memperoleh kebutuhan dasarnya serta program-program perbaikan lingkungan. Hands on Network berperan dalam menggalang dana dan mengorganisir relawan untuk ditempatkan mendampingi komunitas-komunitas tertentu yang meminta pendampingan dari Hands on Network. Saat ini, Hands on Network memiliki lebih dari 250 Hands on action Center yang tersebar di berbagai negara, salah satunya adalah Hands on Manila.
Belajar dari pengalaman pengembangan lembaga trust fund dan jaringan relawan seperti contoh-contoh di atas, model seperti yang dikembangkan oleh Hands on Network tampaknya patut dicoba untuk dikembangkan. Model pengembangan trust fund sekaligus pengorganisasian relawan sebagaimana dikembangkan oleh Hands on Network ini tampaknya sesuai dengan kondisi dan kebutuhan organisasi masyarakat sipil sebagaimana dipaparkan pada awal tulisan ini.
Terkait dengan potensi pendanaan dari masyarakat, beberapa praktek pelembagaan trust fund sebenarnya telah terjadi melalui lembaga-lembaga agama. Sebagai contoh keberadaan Badan Amil Zakat, Infaq dan Shodaqoh (BAZIS) yang memiliki struktur kelembagaan sampai tingkat desa/kelurahan memiliki potensi yang luar biasa dalam rangka menggalang potensi pendanaan dari masyarakat. Demikian juga penggalangan-penggalangan dana melalui gereja. Namun demikian, lembaga-lembaga trust fund yang dilatarbelakangi keagamaan ini belum terkonsolidasi dengan baik untuk mendukung pengembangan demokratisasi di negeri ini.
Potensi pendanaan dari masyarakat dan negara selayaknya dapat diakses dan dimanfaatkan untuk kepentingan pengembangan demokrasi. Pola-pola yang dapat dilakukan adalah dengan mengembangkan kerjasama-kerjasama dengan lembaga-lembaga penggalangan dana yang berbasis agama sekalipun.
Untuk merespon gagasan ini, mengingat bahwa potensi sumber daya yang tersedia cukup terbatas, akan lebih baik apabila terlebih dahulu dilakukan konsolidasi di antara organisasi masyarakat sipil. Konsolidasi ini dimaksudkan menyamakan dan menyelaraskan orientasi dan kebutuhan pengembangan trust fund untuk menunjang agenda-agenda demokrasi yang diusung oleh organisasi masyarakat sipil.
Terkait dengan implementasi gagasan di atas oleh organisasi masyarakat sipil, secara normatif terdapat beberapa tantangan yang harus diperhatikan. Tantangan-tantangan tersebut adalah:
- Sebagaimana diuraikan pada paragraf sebelumnya, perlu dilakukan konsolidasi di antara organisasi masyarakat sipil;
- Perlunya peran fasilitasi dari negara untuk menghubungkan antara grantor dengan trustee. Termasuk insentif bagi grantor ketika dia menyalurkan dananya kepada lembaga trust fund tertentu, misalnya pengurangan pajak;
- Program-program yang diusung harus direncanakan dengan baik, bernilai jual dan dampaknya dapat dirasakan langsung oleh penerima manfaat sehingga menarik minat grantor untuk menyalurkan dananya dan para relawan untuk bergabung;
- Perlu dilakukan pemilihan calon grantor yang benar-benar sejalan dengan agenda dan orientasi organisasi masyarakat sipil;
- Dengan tujuan untuk menggalang grantor dan relawan, maka diperlukan strategi penggalangan yang cukup lengkap dan terarah;
- Perlu dicoba untuk dilakukan pengelompokan bidang-bidang layanan sehingga grantor dan relawan yang berkeinginan untuk bergabung dapat memilih sesuai dengan minat dan spesialisasinya;
- Trustee adalah pihak yang memiliki peran paling sentral. Selain untuk mengelola program, juga sebagai pihak yang dipercaya oleh grantor sehingga dia mau menyalurkan dananya;
Pengembangan model trust fund dalam mendukung kerja-kerja organisasi masyarakat sipil ini tampaknya harus segera dimulai. Hal ini perlu segera dilakukan untuk mulai menghilangkan ketergantungan organisasi masyarakat sipil terhadap bantuan luar negeri. Oleh karena itu, potensi-potensi sumber dana dari dalam negeri, utamanya dari masyarakat tampaknya adalah salah satu jawaban terhadap persoalan dukungan sumber daya bagi pengembangan agenda-agenda demokratisasi di negeri ini.