GARUT, (KP).- Rapat Paripurna DPRD Kab. Garut tentang keputusan pengunduran diri Diky Candra dinilai inkonsitusional. Alasannya, rapat paripurna tersebut dilakukan dengan mengabaikan peraturan, baik Peraturan Pemerintah maupun Undang-undang yang ada.
Hal itu terungkap dalam “Diskusi Terbatas Internal Masyarakat Peduli Anggaran Garut (MAPAG)”, Rabu (14/9). Diskusi tersebut dihadiri oleh Sekjen MAPAG Edi Surahman, Rofiq Azhar (Ketua LP2M STAI Al Musadaddiyah), Haryono (GM FKPPI), Asep Irfan (Ketua LSAH Garut), Kholid Asadudin (Pesantren Al Jihad, Banyuresmi), Donny Setiawan (Direktur Eksekutif Perkumpulan INISIATIF), serta anggota MAPAG lainnya.
Sekjen MAPAG, Edi Surahman menjelaskan, jika mencermati jalannya proses sidang paripurna dari awal hingga selesai, pihaknya menilai bahwa sidang itu melanggar aturan. PP yang dilanggar, kata dia, yaitu adalah PP No. 6/2005 tentang Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 22 Pasal 123 Ayat (3) Huruf (g).
Pasal tersebut menyebutkan bahwa pemberhentian kepala daerah/wakil daerah karena permintaan sendiri (Pasal 123 Ayat (1) Huruf (b)) diberitahukan oleh pimpinan DPRD untuk diputuskan dalam Rapat Paripurna dan diusulkan pemberhentiannya oleh Pimpinan DPRD. Dalam penjelasan Pasal 123 Ayat (1) Huruf (b) disebutkan bahwa pemberhentian atas permintaan sendiri tidak menghapuskan tanggung jawab yang bersangkutan selama memangku jabatan.
“Jika mencermati pasal tersebut, maka Rapat Paripurna DPRD harus menghasilkan keputusan tentang diterima atau tidaknya pengunduran diri Diky Candra. Selain itu, jika mencermati penjelasan pasal tersebut (Ayat (1) Huruf (b)), DPRD diharuskan menggelar Rapat Paripurna DPRD untuk meminta pertanggungjawaban Diky Candra selama 2 tahun 8 bulan menjabat sebagai wakil bupati. Sayangnya hal ini tidak dilakukan pada rapat paripurna tersebut,” imbuh Edi.
Menurut Edi, rapat paripurna tersebut juga telah mengabaikan UU No. 27/2009 tentang Susduk MPR, DPR dan DPRD dan PP No. 16/2010 tentang Pedoman Penyusunan Peraturan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah tentang Tata Terbit Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Pengabaian ini didasarkan pada adanya beberapa tahapan yang tidak dilaksanakan dalam Rapat Paripurna tersebut.
Dalam rapat paripurna tersebut katanya, tidak ada paparan dari Diky Candra tentang alasan pengunduran dirinya sebagai nota pengantar Rapat Paripurna dan tidak adanya pandangan umum dari setiap fraksi. Hal tersebut seharusnya dilaksanakan apabila mengacu pada UU dan PP di atas.
Dituturkan, dari uraian di atas, pihaknya menduga DPRD mengalihkan tanggungjawab terkait keputusan pengunduran diri Diky Candra kepada Mendagri melalui Gubernur.
Jika dilihat beberapa surat keputusan Mendagri tentang penetapan dan pemberhentian kepala/wakil kepala daerah, isinya hanya pengesahan atas putusan yang sudah ditetapkan oleh DPRD.
Berkenaan dengan hal-hal di atas, tambahnya, MAPAG dan ormas lainnya menyatakan Gubernur dan Mendagri harus menolak surat putusan DPRD Garut tentang hasil Rapat Paripurna tentang Pengunduran Diri Diky Candra.
Selain itu, mereka pun mendesak DPRD Garut untuk menggelar kembali Rapat Paripurna untuk mengambil keputusan menolak atau menerima pengunduran diri Diky Candra. “Ddan apabila putusan DPRD Garut menyatakan menerima pengunduran diri Diky Candra, maka DPRD harus menggelar Rapat Paripurna untuk meminta pertanggungjawaban Diky Candra selama 2 tahun 8 bulan menjabat Wakil Bupati Garut,” bebernya.
Selain itu, MAPAG beserta organ jaringan lainnya juga mendesak agar setiap proses pengambilan keputusan di DPRD Garut harus melibatkan seluruh anggota fraksi, bukan hanya pimpinan fraksi.E-22***
Author : Moch. Ridwan
Sumber : http://www.kabar-priangan.com/news/detail/1138 (akses 28/01/2016 16:53:56)