Ibu Hamidah Mempraktekan Menyalakan Kompor Biogas Di Dapurnya (Foto ; Deni Sutendi)
Dalam beberapa tahun terakhir, tren penggunaan energi terbarukan sebagai sumber energi di rumah tangga di Indonesia menunjukkan peningkatan yang signifikan. Hal ini dipicu oleh kesadaran masyarakat yang semakin tinggi terhadap pentingnya menjaga lingkungan, serta upaya pemerintah dalam mendorong transisi energi melalui berbagai kebijakan dan insentif. Ketergantungan terhadap bahan bakar fosil yang tidak ramah lingkungan dan semakin mahal juga menjadi alasan utama rumah tangga mulai beralih ke energi terbarukan, seperti panel surya dan biogas.
Untuk mendapatkan Gambaran yang lebih detail, Perkumpulan Inisiatif melaksanakan survey lapangan tentang penggunaan energi terbarukan melalui penggunaan kompor biogas yang berasal dari kotoran sapi. Survey lapangan tersebut dilaksanakan di Desa Mekarbakti Kecamatan Pamulihan Kabupaten Sumedang dan Desa Tarumajaya Kecamatan Kertasari Kabupaten Bandung pada periode 30 April 2025 sampai 7 Mei 2025. Desa Mekarbakti dan Tarumajaya dipilih karena dari hasil identifikasi awal diketahui bahwa dua desa tersebut sudah mulai menggunakan biogas sebagai sumber energi rumah tangga.
Survey lapangan tersebut berhasil menemukan temuan awal yang positif untuk mendukung pengembangan energi terbarukan skala kecil dan menengah. Survey tersebut berhasil mengungkap bahwa penggunaan bio gas telah terbukti membantu warga di dua lokasi untuk dapat lebih mandiri energi, utamanya kelompok perempuan.
Biaya Energi Rumah Tangga Lebih Hemat Pasca Menggunakan Biogas
Dari hasil survey di Desa Mekarbakti yang berada di Kecamatan Pamulihan, terdapat kelompok peternak sapi yang berinisiatif menggunakan kotoran sapi untuk diubah menjadi energi biogas. Pengelolaan program pengembangan biogas di Desa Mekarbakti dilakukan oleh Kelompok Peternak Tunas Mekar, sebuah kelembagaan peternak yang berbadan hukum dan berada di bawah pembinaan Dinas Pertanian, Peternakan, dan Perikanan Kabupaten Sumedang. Kelompok ini sekaligus merupakan anggota aktif dari Koperasi Serba Usaha (KSU) Tandang Sari, yang memberikan kerangka kelembagaan lebih formal untuk pengembangan usaha ternak.
Saat ini, Kelompok Peternak Tunas Mekar telah memiliki 43 anggota aktif dan mempunyai 13 unit biodegester berupa pembangunan digester sistem fixed dome (sumur tertanam) berkapasitas 4 meter kubik. Perlu diketahui bahwa infrastruktur tersebut berhasil dibangun berkat bantuan melalui skema hibah Kementrian Lingkungn Hidup dan Kehutanan (KLHK). Perlu diketahui bahwa Biodigester adalah sebuah sistem konversi energi yang mengubah limbah organik menjadi biogas, sumber energi terbarukan yang dapat dimanfaatkan untuk memasak, pembangkit listrik, dan pupuk. Proses ini melibatkan fermentasi anaerobik, di mana mikroorganisme mengurai bahan organik dalam kondisi tanpa oksigen untuk menghasilkan biogas.
Untuk mengoperasionalkan unit digester tersebut diperlukan pasokan 80 kg kotoran sapi per hari (setara dengan 4 galon cat @20 kg) untuk beroperasi optimal. Dengan rata-rata 1 ekor sapi menghasilkan 25 kg kotoran/hari, peternak memerlukan 3-4 ekor sapi untuk memenuhi kebutuhan harian.
Ibu Ellah, salah satu anggota Kelompok Peternak Tunas Mekar, menjadi pihak yang mendapatkan manfaat dari biodigester ini menyatakan bahwa penggunaa biodigester ini lebih praktis ketimbang menggunakan kompor LPG. “Penggunaannya sama praktisnya dengan kompor LPG. Bedanya, kalau biogas kita harus rajin mengisi, tapi tidak perlu beli LPG lagi,” ujar Ibu Ellah ketika diwawancarai oleh Deni Sutendi, surveyor riset yang bertugas di Desa Mekarbakti.
Kompor biogas milik Ibu Ellah ketika dinyalakan. (Foto ; Deni Sutendi)
Selain itu, Ibu Hamidah, pengguna biogas di Dusun Cipacing, Desa Mekarbakti, mengaku penggunaan biogas ini lebih hemat ketimbang kompor LPG.
“Alhamdulillah, sejak menggunakan biogas untuk memasak sehari-hari, pengeluaran kami untuk LPG turun drastis. Dulu dalam sebulan bisa menghabiskan 4 tabung LPG, sekarang cukup 1 tabung saja itu pun hanya sebagai cadangan,” ungkap Ibu Hamidah.
Sementara itu, di Desa Tarumajaya Kecamatan Kertasari Kabupaten Bandung, terdapat 10 kepala keluarga (KK) di desa Tarumajaya kecamatan Kertasari juga merasakan dampak dari penggunaan biogas. Teknologi yang digunakan di Desa Tarumajaya adalah sistem biogas dengan input berupa kotoran sapi yang diproses melalui digester untuk menghasilkan gas yang dapat digunakan untuk keperluan memasak.
Komponen utama instalasi biogas meliputi digester yang dilengkapi dengan lubang pemasukan (inlet) dan lubang pengeluaran (outlet), penampungan gas, serta penampungan sludge. Produksi biogas dari 2 ekor sapi dapat mencapai 1m³ per hari, setara dengan energi untuk menyalakan lampu 60-100 watt selama 6 jam, memasak selama 5-6 jam, 0,7 liter bensin, atau 1,25 kWh listrik.
Uus Kusmana, penggagas biogas di Tarumajaya, menerangkan dampak positif penggunaan biogas yang dirasakan oleh warga penerima.
“ Dampak paling nyata dari program biogas adalah pengurangan penggunaan kayu bakar, karena beralih sebagian ke biogas dan kebanyakan memakai gas”, ujar Uus Kusmana saat di wawancarai oleh Arum Rumaesih, surveyor yang ditugaskan di desa Tarumajaya.
Lebih lanjutnya lagi, Uus menyatakan bahwa setelah penggunaan biogass, Biaya energi di rumah tangga kini lebih murah. “Biogas juga membantu kami mengurangi pengeluaran keluarga untuk membeli bahan bakar minyak dan gas. Kami dapat menghemat sekitar Rp 50.000 per bulan dari pengurangan biaya bahan bakar,” tambah Uus.
Ibu rumah tangga di desa Tarumajaya yang menggunakan biogas untuk kehidupan sehari-hari. ( Foto ; Arum Rumaesih)
Selain berhasil menghemat untuk pengeluaran energi dan mengurangi penggunaan kayu bakar, penggunaan biogas juga mempunyia dampak lain yang sama penting. Setelah Masyarakat menggunakan biogas, permasalahan penggunaan air dan limbah kotoran sapi di desa Tarumajaya juga mulai bisa teratasi. Perlu diketahui bahwa di Desa Tarumajaya Kecamatan Kertasari terdapat sekitar784 peternak dengan sekitar 663 ekor sapi. Banyaknya jumlah sapi ini telah menjadi factor utama terjadinya pencematan limbah kotoran sapi di Desa Tarumajaya yang berlangsung sejak awal tahun 2000 sampai dengan sekarang.
penggunaan biogas terbukti mengurangi volume limbah kotoran sapi yang dibuang oleh para peternak. “Limbah kotoran sapi yang tadinya dibuang ke saluran yang ada kini diolah menjadi sumber biogas sehingga lingkungan menjadi tidak tercemar” begitu pungkas Uus.