Pemenuhan hak atas informasi publik selama ini banyak mengarah pada kinerja Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) sebagai penyedia informasi dan Komisi Informasi sebagai pemutus sengketa informasi eksternal antara Pemohon warga perorangan/Badan Hukum Indonesia dengan Termohon Badan Publik. Yang luput dari perhatian adalah sengketa informasi internal yang ditangani Atasan PPID.
Jurus andalan Badan Publik untuk menutup informasi tidaklah berbeda dengan perilaku mereka pada umumnya dalam memberikan pelayanan publik untuk warga, yaitu mengulur-ulur waktu. Tujuannya adalah melelahkan warga. Hasil akhir yang mereka inginkan ialah warga mengurungkan niatnya mengakses informasi publik.
Badan-badan publik di Jawa Barat menunjukkan hal yang sama, baik yang dilakukan oleh PPID maupun Atasan PPID. Delapan tahun pemberlakuan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik sejak 30 April 2010, sedikit sekali mengubah watak tertutup ini.
Kinerja Atasan PPID
Sepanjang April 2011 – Oktober 2012 sebanyak 67% (n=277) sengketa informasi di Komisi Informasi Jawa Barat (KI Jabar) berasal dari permohonan dan keberatan yang tidak mendapatkan tanggapan (Mahi (ed), Potret Keterbukaan Informasi di Jawa Barat, 2013).
Pada data sengketa KI Jabar tahun 2014[1], Atasan PPID tidak menanggapi keberatan Pemohon di hampir 300 sengketa[2]. Tahun 2015, hal ini bertambah menjadi 421 sengketa[3] (n=446) atau sebanyak 94%. Tahun 2016 dan 2017 jumlah sengketa infomasi di KI Jabar karena Atasan PPID tidak menanggapi tetap konsisten di atas 90%, yaitu sebanyak 97% (n=719)[4] dan 91% (n=209)[5].
Data-data ini memperlihatkan mandeg-nya mekanisme banding internal di Badan Publik Jawa Barat, sejak 8 tahun pemberlakuan UU KIP dan 10 tahun pengesahan UU KIP. Persentase yang konstan di atas 90% selama 3 tahun terakhir menunjukkan ada sesuatu yang salah dengan kinerja Atasan PPID.
Atasan PPID abai dan lalai menilai keputusan/tindakan PPID sehingga banyak berujung pada terhambatnya pemenuhan hak atas informasi. Alih-alih memperlancar aliran informasi ke publik, Atasan PPID justru memainkan peran sebagai bottleneck hak atas informasi. Dengan tidak ditanggapinya keberatan Pemohon, maka Pemohon harus menambah lagi waktu menunggu selama 30 hari kerja.
Banding Internal
Sengketa informasi publik sendiri sebetulnya mulai di Badan Publik, berupa banding internal, yaitu mekanisme keberatan atas pelayanan PPID. Sedangkan sengketa informasi publik di Komisi Informasi adalah banding eksternal.
Hak banding merupakan salah satu elemen penting hak atas informasi. Hak ini dirancang untuk memberikan kesempatan Pemohon/Pengguna Informasi jika Badan Publik (PPID) tidak memenuhi kewajibannya menyediakan informasi publik. Keputusan PPID dalam hal akses informasi tidaklah final. Hak banding di sini berarti membuka ruang koreksi di Badan Publik.
Banding internal berfungsi membantu Badan Publik mempercepat pemenuhan hak atas informasi dengan memanfaatkan struktur hirarkis organisasi. Penjelasan pasal 35 UU KIP menyebutkan Atasan PPID adalah pejabat yang merupakan atasan langsung pejabat yang bersangkutan dan/atau atasan dari atasan langsung pejabat yang bersangkutan.
Di lingkungan 28 pemerintah daerah (provinsi dan kabupaten-kota) di Jawa Barat, Atasan PPID umumnya adalah pimpinan Organisasi Perangkat Daerah atau Sekretaris Daerah.
Kelembagaan Banding Internal di Jawa Barat
Setidaknya ada 3 kabupaten/kota di Jawa Barat yang tidak eksplisit menunjuk siapa Atasan PPID, yaitu Kabupaten Kuningan, Kabupaten Cirebon dan Kabupaten Bogor. Yang paling parah adalah Kabupaten Kuningan, karena kemudian yang menangani mekanisme keberatan (melakukan banding internal) justru PPID itu sendiri[6]. Dengan situasi ini, maka tidak ada fungsi check and recheck terhadap pelayanan informasi publik yang dilakukan PPID.
PPID yang menangani banding internal tidak hanya dirancang oleh Pemerintah Kabupaten Kuningan. Hal ini juga dilakukan Pemerintah Kota Cirebon, Kota Bogor, Kota Bandung dan Pemerintah Kabupaten Indramayu. Khusus Kabupaten Indramayu, sebetulnya mereka menunjuk siapa yang berperan sebagai Atasan PPID. Namun mereka merancang yang menangani banding internal, bukanlah Atasan PPID.
Ada juga varian yang pemerintah daerah menunjuk secara eksplisit siapa Atasan PPID-nya, akan tetapi yang menangani banding internal untuk memproses keberatan dari pemohon/pengguna informasi tidak disebutkan siapa yang berwenang. Situasi kelembagaan ini terjadi pada Pemerintah Kota Depok. Artinya secara normatif hak banding internal diakomodasi, namun pada akhirnya sulit diimplementasikan, karena akan muncul kebingungan siapa yang akan melaksanakan.
Berkebalikan dengan Pemerintah Kota Depok, Pemerintah Kabupaten Cirebon tidak menunjuk secara eksplisit siapa Atasan PPID. Namun menyebutkan bahwa banding internal memang ditangani oleh Atasan PPID. Hasilnya sama, yaitu sukar diimplementasikan.
Yang menyebutkan secara eksplisit siapa Atasan PPID dan merancang Atasan PPID menangani banding internal untuk menanggapi keberatan dari pemohon/pengguna informasi, antara lain Pemerintah Provinsi Jawa Barat, Pemerintah Kota Bekasi, Kabupaten Sumedang, Kabupaten Karawang dan Kabupaten Garut.
Data sengketa informasi yang diumumkan Komisi Informasi Jawa Barat tidak merinci lebih jauh Atasan PPID yang tidak menanggapi keberatan itu berasal dari Badan Publik mana saja. Oleh karena itu tidak bisa ditarik simpulan berarti untuk menjelaskan prosentase di atas 90% di atas itu. Apakah disebabkan oleh rancangan kelembagaan banding internal yang tidak pas atau memang Badan Publik tidak mau menerapkan banding internal.
Dualisme Posisi Banding Internal
Kekacauan kelembagaan banding internal di atas berangkat dari pencampuradukan tahap pelayanan permohonan informasi dan tahap sengketa informasi. Pencampuradukan tersebut juga tidak semata-mata bersumber dari peraturan perundangan daerah, tapi juga bersumber dari Peraturan Komisi Informasi.
Peraturan Komisi Informasi Nomor 1 Tahun 2010 (PerKI 1/2010) tentang Standar Layanan Informasi Publik memasukkan banding internal sebagai bagian dari pelayanan permohonan informasi, yaitu dengan pelibatan PPID. Pelibatan PPID pada banding internal tidak sesuai dengan pengaturan di UU KIP. Banding internal merupakan kewenangan Atasan PPID.
Peraturan Komisi Informasi Nomor 1 Tahun 2013 (PerKI 1/2013) tentang Prosedur Penyelesaian Sengketa Informasi (revisi PerKI 2/2010) sudah mengoreksi hal ini dengan memasukkan banding internal sebagai bagian tahapan sengketa informasi. Namun sayangnya, dengan masih berlakunya PerKI 1/2010 mengakibatkan terjadinya dualisme dalam menempatkan banding internal.
Agenda Perbaikan
Dengan prosentase konstan di atas 90% selama 3 tahun terakhir, saatnya Komisi Informasi mengarahkan sorotannya ke titik baru. Jika selama ini pemantauan pelaksanaan UU KIP diarahkan ke PPID, saatnya membidik Atasan PPID. Dan obyek pemantauannya ada dua.
Pertama, menilai rancangan kelembagaan dan mekanisme banding internal yang ditetapkan oleh pemerintah daerah. Yang kedua adalah menilai pemantauan dan tindakan koreksi Atasan PPID terhadap kinerja PPID. Melalui sorotan pada kedua obyek ini, harapannya akan mempercepat internalisasi pemenuhan hak atas informasi oleh Badan Publik dengan memanfaatkan sifat hirarkis organisasi Badan Publik.
Agenda perbaikan di tingkat nasional juga perlu dilakukan. Revisi PerKI 1/2010 menjadi sebuah kebutuhan yang tidak terelakkan, khususnya menyangkut banding internal (mekanisme keberatan) yang seharusnya dikembalikan menjadi bagian sengketa informasi publik.
Catatan kaki :
[1] Data 2013 tidak menampilkan alasan sengketa informasi di Komisi Informasi Jawa Barat. Lihat http://komisiinformasi.jabarprov.go.id/wp-content/uploads/2016/03/data-sengketa-2013.pdf (akses 02/05/2018 11:15).
[2] Lihat http://komisiinformasi.jabarprov.go.id/wp-content/uploads/2016/03/data-sengketa-2014.pdf (akses 02/05/2018 11:17).
[3] Lihat http://komisiinformasi.jabarprov.go.id/wp-content/uploads/2016/03/data-sengketa-2015.pdf (akses 02/05/2018 11:18).
[4] Lihat http://komisiinformasi.jabarprov.go.id/wp-content/uploads/2017/05/data-sengketa-2016.pdf (akses 02/05/2018 11:19).
[5] Lihat http://komisiinformasi.jabarprov.go.id/wp-content/uploads/2018/04/Data-PSI-2017.pdf (akses 02/05/2018 11:20).
[6] Lihat Keputusan Bupati Kuningan No.487/Kpts.150-diskominfo/2015 tentang Standar Operasional Prosedur Pelayanan Informasi Publik Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi di Lingkungan Pemerintah Kabupaten Kuningan.