Masuknya Pengembang Apartemen Gateway Ahmad Yani sebagai saksi dari Termohon Pemkot Bandung (Dinas Penataan Ruang/Distarcip-887 dan Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu/BPPT-888) untuk dilibatkan turut menilai informasi yang dimohonkan P3SRS (Perhimpunan Pemilik dan Penghuni Satuan Rumah Susun) Gateway Ahmad Yani, menandai pola baru uji konsekuensi informasi yang dikuasai Badan Publik.
Badan Publik Pemkot Bandung mengambil begitu saja penilaian saksi sebagai dasar pengecualian informasi publik dan menarik majelis komisioner Komisi Informasi sebagai penguji pertama konsekuensi informasi di sidang sengketa informasi.
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, menyebutkan pengujian konsekuensi atas informasi yang dikuasai Badan Publik pertama kali harus dilakukan oleh PPID (Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi) dengan seksama dan teliti. PPID menguji apa konsekuensi membuka informasi yang dimohonkan dengan mengacu pada pasal 17 UU KIP tentang pengecualian informasi publik.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik, hasil pengujian kemudian ditetapkan dalam surat penetapan klasifikasi. Surat ini paling sedikit memuat jenis klasifikasi informasi yang dikecualikan, identitas pejabat PPID yang menetapkan, Badan Publik, termasuk unit kerja pejabat yang menetapkan, jangka waktu pengecualian, alasan pengecualian serta tempat dan tanggal penetapan.
Uji konsekuensi dirancang untuk melindungi informasi yang dikuasai Badan Publik yang dapat berasal dari pihak yang merasa berkepentingan dan kemungkinan dirugikan akibat pembukaan informasi. Sekali lagi yang diuji adalah materi informasinya dan bukan dokumennya.
Obyek pengujian sendiri adalah informasi yang dikuasai Badan Publik. Pemerintah Kota Bandung, sebagai badan publik, dalam kasus sengketa informasi ini gagal memahami pengertian penguasaan. PPID menyatakan bahwa dokumen yang dimohonkan sudah diserahkan ke pihak Pengembang. Melalui pemeriksaan setempat tanggal 22 dan 23 Februari 2017, majelis komisioner secara pasti membuktikan adanya penguasaan informasi oleh Dinas Penataan Ruang/Distarcip dan Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu/BPPT Kota Bandung.
Sengketa informasi Nomor 887 sendiri menguji dokumen pertelaan unit dan perubahannya, dokumen akta permisahan unit dan perubahan/perbaikan, dan dokumen sertifikat laik fungsi Apartemen Gateway Ahmad Yani. Adapun sengketa informasi Nomor 888 menguji dokumen izin lokasi dan dokumen Izin Mendirikan Bangunan (IMB) terkait Apartemen Gateway Ahmad Yani. Dari 5 jenis dokumen tersebut, perlu diperiksa satu per satu materi informasi mana saja yang masuk kategori informasi dikecualikan.
Apabila suatu dokumen mengandung materi informasi yang dikecualikan, maka informasi yang dimaksud dapat dihitamkan. Tentunya disertai alasan dan materinya. PPID tidak dapat menjadikan pengecualian sebagian informasi dalam suatu salinan dokumen Informasi Publik sebagai alasan untuk mengecualikan akses publik terhadap keseluruhan salinan dokumen Informasi Publik. Jika hasil uji menyimpulkan sebagian besar materi informasi di dalam dokumen memenuhi syarat sebagai dikecualikan, barulah suatu dokumen bisa ditetapkan untuk tidak bisa diakses.
Kehadiran dan pendapat pihak Pengembang Apartemen Gateway Ahmad Yani tentang potensi penyalahgunaan informasi mestinya diperlakukan sebagai satu bahan saja untuk melakukan pengujian konsekuensi. PPID Pemkot Bandung tidak bisa hanya mendasarkan pengecualian atas kepentingan Pengembang saja yang berusaha menempatkan diri sebagai perwakilan kepentingan penghuni dan pemilik apartemen. Kepentingan penghuni dan pemilik apartemen sendiri perlu diuji secara langsung, tanpa diperantarai penafsiran Pengembang. Tanpa ini, Pemkot Bandung mengeksternalkan kewajibannya ke pihak Pengembang.
Tidak hanya Pengembang, PPID Pemkot Bandung juga mengeksternalkan uji konsekuensi ke majelis komisioner sebagai pemutus pertama pengecualian informasi. Badan Publik Pemkot Bandung datang tanpa menghadirkan surat penetapan klasifikasi dan penilaian Atasan PPID atas surat penetapan tersebut. Sebagaimana diketahui kedua sengketa informasi ini, mulai bergulir karena P3SRS sebagai pemohon informasi tidak mendapat tanggapan keberatan dari Atasan PPID. Jadi jika seharusnya komisioner menjadi pemutus ketiga, maka dalam kasus ini dikondisikan menjadi pemutus pertama.
Komisi Informasi seharusnya memerintahkan Badan Publik Pemkot melakukan uji konsekuensi berbekal bahan salah satunya dari keberatan Pengembang, dengan menunda sidang. Sidang sengketa informasi oleh Komisi Informasi harus kembali ditempatkan untuk menilai keputusan Badan Publik berupa surat penetapan klasifikasi, jika melibatkan informasi yang dikecualikan.
Apabila kecenderungan mengeksternalkan uji konsekuensi ini menjadi sistematis ke semua Badan Publik, maka agenda internalisasi semangat keterbukaan dalam mengelola urusan publik dan penghormatan terhadap hak atas informasi akan menjadi angan belaka. Ketrampilan dan keahlian Badan Publik untuk melindungi informasi pun menjadi tidak berkembang.