Gambaran Umum Keuangan Daerah dan Struktur APBD Kabupaten Bantul
Cara cepat untuk mengidentifikasi gambaran umum kemampuan keuangan daerahdalam membiayai kegiatan pembangunan adalah melalui Indeks Kapasitas Fiskal (IKF) yang setiap tahun diterbitkan oleh Kementerian Keuangan. IKF Kabupaten Bantul dalam 3 tahun terakhir berada dibawah 0,5 pada skala 2 yang mengindikasikan kemampuan keuangan pada kategori rendah (lihat Tabel 1).
Kemampuan keuangan daerah juga bisa dilihat dari komposisi dan dinamika stuktur APBD, khususnya Pendapatan Asli Daerah (PAD). Dilihat dari struktur pendapatan, tingkat ketergantungan Kab. Bantul kepada transfer Pemerintah cenderung menurun seiring dengan kontribusi PAD yang cenderung meningkat dari dalam 5 tahun terakhir. Namun demikian kondisi ini relative rentan jika dilihat dari dinamika pertumbuhan PAD yang cenderung menurun.
Sementara pada struktur belanja daerah, kemampuan keuangan daerah dapat diidentifikasi dari komposisi dan dinamika belanja langsung daerah. Rata-rata belanja langsung Kab. Bantul selama 5 tahun terakhir relatif rendah, yaitu sekitar 35% dari total belanja daerah meskipun trendnya terus meningkat. Namun demikian trend positif pada komposisi belanja langsung ini masih cukup rentan jika dilihat dari trend pertumbuhannya yang cenderung tidak stabil.
Pada struktur belanja tidak langsung, ditemukan bahwa komposi dan pertumbuhan belanja bagi hasil dan bantuan keuangan ke Pemdes dinamikanya cenderung meningkat dalam 5 tahun terakhir. Kondisi ini mengindikasikan adanya peluang peningkatan peran Pemdes dalam pembiayaan pengelolaan sampah, khususnya pada skala desa dan sumber sampah.
Profil Anggaran Program Sanitasi dan Pengelolaan Sampah Kabupaten Bantul
Sejauh ini memang belum ada standar komposisi anggaran sanitasi dan persampahan yang harus dialokasikan oleh Pemerintah Daerah seperti halnya standar komposisi anggaran pendidikan dan kesehatan. Namun demikian, Kementerian PUPR menyarankan Daerah mengalokasikan sekurang-kurangnya 2% alokasi anggaran sanitasi dari total belanja langsung daerah. Sementara anggaran pengelolaan sampah sebagai sub komponen dari sanitasi disarankan dialokasikan sekitar 30% dari anggaran sanitasi.
Berdasarkan parameter tersebut, anggaran belanja program sanitasi Kab. Bantul relative sudah melampaui alokasi yang disarankan yaitu rata-rata sekitar 2,5% per tahun. Sementara anggaran belanja persampahan rata-rata sekitar 29,7% dari belanja sanitasi atau setara 0,7% per tahun dari belanja langsung APBD. Dilihat dari
parameter tersebut, kebijakan anggaran Kab. Bantul relative sudah cukup baik dan menunjukkan adanya komitmen yang mendukung bagi pembiyaan pengelolaan persampahan.
Pembiayaan Pengelolaan Sampah Kabupaten Bantul
Merujuk pada prinsip Polluters Pay Principle yang sejalan dengan asas tanggung jawab yang dimuat dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah, maka sesungguhnya setiap orang dan badan hukum memiliki kewajiban dalam pembiayaan pengelolaan sampah. Implementasi prinsip ini salah
satunya adalah dalam wujud pembayaran retribusi pengelolaan sampah yang dikenakan kepada setiap wajib retribusi.
Retribusi sendiri dikalkulasi berdasarkan prinsip pemulihan biaya (cost recovery). Namun demikian, undang-undang juga menyatakan bahwa pembiayaan pengelolaan sampah merupakan kewajiban Pemerintah dan Pemerintah Daerah. Dengan kata lain, subsidi pembiayaan pengelolaan sampah oleh pemerintah tetap dilakukan dengan besaran yang disesuaikan dengan kemampuan masing-masing pemerintah daerah.
Di Kabupaten Bantul, penerimaan retribusi secara umum belum mampu memenuhi kebutuhan biaya pengelolaan sampah. Seperti terlihat dalam Tabel 7, kapasitas pembiayaan retribusi pengelolaan sampah masih relative rendah yaitu kurang dari 20%. Ini berarti subsidi retribusi pengelolaan sampah masih tinggi. Kasus tahun 2015 belanja OP menurun tajam karena belanja TPA Piyungan tidak dialokasikan lagi.
Rencana Peningkatan Cakupan Layanan Pengelolaan Sampah
Rencana pengingkatan cakupan layanan pengelolaan persampahan di Kabupaten Bantul dikembangkan dengan 3 skenario atau pendekatan. Skenario 1 adalah Universal Akses (100-0100) pada tahun 2019, skenario 2 adalah pemenuhan Standar Pelayanan Minimal (SPM) 70% pada tahun 2019, dan skenario 3 adalah peningkatan cakupan berdasarkan proyeksi alokasi program persampahan yang komposisinya ditetapkan sebesar 0,6% dari belanja langsung APBD atau 30% belanja sanitasi. Proyeksi cakupan layanan dari ketiga skenario tersebut dapat dilihat dalam Grafik 1.
Seperti terlihat dalam grafik, proyeksi cakupan layanan menurut perkiraan alokasi belanja persampahan 30% belanja sanitasi (0.6% Belanja Langsung), target SPM 70% diperkirakan tercapai pada Tahun 2026, sementara target Universal Access (UA) 100% pada Tahun 2029. Sementara besarnya jumlah volume sampah yang dapat
dikelola berdasarkan proyeksi anggaran sampah dapat dilihat dalam Tabel 8.
Perkiraan Kebutuhan Pembiayaan Pengelolaan Sampah
Kebutuhan pembiayaan pengelolaan sampah terdiri dari biaya investasi dan operasional dan pemeliharaan yang diperhitungkan berdasarkan proyeksi kebutuhan prasarana dan sarana pengelolaan sampah yang akan digunakan dalam mengelola sampah. Rincian proyeksi jumlah biaya pengelolaan sampah Kabupaten Bantul dapat dilihat dalam Tabel 9 di bawah ini.
Sementara Grafik 2 menunjukkan perbandingan kebutuhan pembiayaan pengelolaan sampah menurut 3 skenario peningkatan cakupan layanan yang direncanakan. Terlihat dalam grafik bahwa proyeksi ketersediaan anggaran persampahan (skenario 3) relative tinggi ketimpangannya dibandingkan dengan kebutuhan biaya pengelolaan
sampah menurut skenario 1 dan 2. Dengan kata lain, Pemerintah Kabupaten Bantul perlu mengembangkan berbagai alternative sumber pembiayaan untuk dapat menutup celah pembiayaan yang cukup lebar tersebut.
Kesimpulan
Upaya Pemerintah Kabupaten Bantul untuk meningkatkan cakupan layanan persampahan tergantung kepada kapasitas pembiayaan yang dimiliki. Berdasarkan hasil perhitungan, skenario peningkatan cakupan layanan yang paling realistis adalah skenario 3, yaitu peningkatan cakupan layanan yang didasarkan proyeksi anggaran persampahan yang tersedia sebesar 0,6% belanja langsung APBD. Skenario 1 (Universal Acces 100-0-100 Tahun 2019) dan skenario 2 (SPM 70% Tahun 2019) dinilai tidak cukup realistis jika dibandingkan dengan kemampuan keuangan daerah yang dimiliki oleh Pemerintah Kabupaten Bantul.
Rekomendasi Kebijakan
Untuk mempercepat peningkatan cakupan layanan pengelolaan persampahan, Pemerintah Kabupaten Bantul dapat mengembangkan kebijakan keuangan sebagai berikut :
1. Optimalisasi anggaran yang tersedia melalui peningkatan efisiensi dan efektifitas belanja investasi maupun operasional dan pemeliharaan dengan cara pengadaan sarana prasarana yang paling efisien dalam mengelola sampah baik di tingkat sumber sampah maupun pemrosesan akhir.
2. Meningkatkan pendapatan retribusi persampahan yang dilakukan dengan cara meningkatkan efisiensi penagihan, khususnya pada kelompok rumah tangga yang merupakan wajib retribusi dengan jumlah terbesar.
3. Mengembangkan kebijakan pengelolaan keuangan desa yang diarahkan untuk meningkatkan peran Pemerintah Desa dalam pembiayaan pengelolaan sampah skala desa terutama untuk pembiayaan pengelolaan TPS3R desa.
4. Mengembangkan kerjasama dengan swasta dalam pengelolaan sampah baik pada tahap pengangkutan maupun pengolahan akhir antara lain dengan model KPBU (Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha).
Daftar Rujukan
1. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 54/PMK.7/2014
2. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 33/PMK.7/2015
3. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 37/PMK.7/2016
4. Data Keuangan Daerah, http://www.kemenkeu.go.id/Page/data-keuangan-daerah, diunduh 10 Januari 2017.
5. RKF DPU Kab. Bantul 2013 & 2015
6. DPA DPU Kab. Bantul 2014
7. LAKIP BLH Kab. Bantul 2015
8. Laporan Bulanan UKP3 Kabupaten Bantul, April 2016