A. ABSTRACT
Kondisi kemiskinan di Jabar :
- Masih tingginya angka kemiskinan di Jawa Barat, sebesar 4,42 juta jiwa (10.28%) dari jumlah penduduk 43 juta jiwa (data BPS 2012).
- Dari 4,42 juta jiwa rakyat miskin sebesar 1,86 juta jiwa tinggal di pedesaan (data BPS 2012).
Kondisi ketimpangan penguasaan lahan oleh rumah tangga petani :
Pada Sensus Pertanian tahun 2003, terdapat 3,5 juta Rumah Tangga Pertanian yang 2,58 juta di antaranya memiliki lahan kurang dari 0,5 ha (rumah tangga petani gurem). Sementara itu, jumlah Rumah Tangga Petani yang memiliki lahan di atas 0,5 ha hektar adalah sebanyak 914,5 ribu rumah tangga.
Kondisi pendapatan dan ketenagakerjaan sektor pertanian :
- Lapangan usaha di sektor pertanian memiliki kontribusi kedua terbesar terhadap pertumbuhan PDRB di Jawa Barat (12,1 trilyun rupiah) setelah sektor perdagangan, hotel dan restoran.
- Sektor pertanian juga menjadi lapangan pekerjaan utama kedua yang paling banyak menyerap tenaga kerja (3,96 juta jiwa).
Kondisi Nilai Tukar Petani (NTP) Propinsi Jawa Barat (data BPS):
- Maret 2013 adalah 109,22
- Maret 2014 adalah 104, 64 (turun 3,58%)
B. LATAR BELAKANG
Yang melatarbelakangi pemodelan tata niaga dan tata produksi pertanian di komunitas berangkat dari fakta bahwa tingginya angka kemiskinan di Jawa Barat sebagian besar terjadi di perdesaan yang kehidupannya lebih banyak menggantungkan hidup sebagai petani yang mengandalkan dari sektor penyelenggaraan pengelolaan usaha pertanian. Jadi untuk sementara anggapannya adalah ketidaksejahteraan petani dikarenakan dalam penyelenggaraan pertanian tersebut tidak berhasil mendorong untuk petani lebih sejahtera.
C. TUJUAN
Tujuan dari penyusunan model ini adalah adanya satu model penyelenggaraan tata niaga dan tata produksi pertanian alternatif, yang akan menjadi panduan komunitas dalam menyelenggarakan tata niaga dan tata produksi pertanian yang lebih berorientasi kemandirian komunitas dengan harapan lebih meningkatkan kesejahteraan petani.
D. DASAR PEMIKIRAN
Yang menjadi dasar pemikiran dari model tata niaga dan tata produksi pertanian adalah beberapa kondisi sebagai berikut:
- Kondisi keekonomian mikro yang sedang berlangsung (existing).
Maksudnya adalah kondisi keekonomian rumah tangga petani yang merupakan implikasi dari penyelenggraan tata niaga dan tata produksi pertanian di komunitas tempat keluarga petani berada.
- Kondisi keekonomian makro yang sedang berlangsung (existing) makro.
Maksudnya adalah kondisi keekonomian rumah tangga petani yang sedang berlangsung yang merupakan implikasi dari sistem regulasi yang menopang penyelenggaraan tata niaga dan tata produksi pertanian di tingkat regional dan tingkat nasional.
- Implikasi dari kondisi mikro dan makro terhadap komunitas.
Diyakini bahwa akan banyak muncul dampak atau akibat–akibat yang ditimbulkan dari kegiatan tata niaga dan tata produksi di tingkatan makro bila dihubungkan dengan kegiatan penyelenggaraan keekonomian di tingkat mikro, yang lebih banyak berakibat negatif kepada petani di tingkat mikro, sehingga dipercaya bahwa dampak inilah yang menjadi penyebab kemiskinan di tingkat petani.
E. SISTEMATIKA
Sistematika pemodelan ini, melalui serangkaian kegiatan yang terdiri dari penelitian, dengan tahapan sebagai berikut:
- Kegiatan Penelitian
Kegiatan riset/penelitian dimaksudkan untuk memotret serta menggali informasi yang bertalian dengan semua kegiatan rumah tangga petani dalam menyelenggarakan kegiatan perniagaan dan produksi pertanian di komunitas.
Adapun aspek yang menjadi kerangka dalam penelitian adalah sebagai berikut:
- Aspek (pilar) tata konsumsi.
Aspek (pilar) konsumsi adalah semua kegiatan atau usaha–usaha anggota komunitas dalam proses pemenuhan kebutuhan dasar mereka.
- Aspek (pilar) tata produksi.
Aspek (pilar) tata produksi adalah semua kegiatan anggota komunitas dalam proses produksi, baik berupa barang ataupun jasa, dan hasil produksinya baik untuk dipakai sendiri ataupun untuk orang lain.
- Aspek (pilar) tata distribusi.
Aspek (pilar) tata distribusi adalah semua kegiatan atau usaha anggota komunitas dalam mengumpulkan, menyebarkan atau menyalurkan barang atau jasa, baik keluar maupun ke dalam rumah tangga petani.
- Aspek (pilar) tata kelembagaan.
Aspek (pilar) tata kelembagaan adalah semua kegiatan atau usaha anggota komunitas dalam proses melembagakan dalam pengelolaan dari kegiatan tata konsumsi, tata produksi, dan tata distribusi.
Sementara kegiatan penelitian dengan kerangka aspek tersebut di atas dilakukan dengan pendekatan :
- Riset dokumen.
- Riset lapangan.
- Wilayah fokus penelitian
Dalam pemilihan wilayah fokus penelitian dititikberatkan kepada wilayah kerja yang sangat menonjol dalam perspektif Reforma Agraria, yaitu wilayah yang sedang dalam keadaan konflik karena ketimpangan kepemilikan lahan dan akses terhadap sistem tata niaga dan tata produksi.
- Komunitas Pasawahan di kabupaten Ciamis.
- Komunitas Nagrog di kabupaten Tasikmalaya.
- Komunitas Sukamukti di kabupaten Garut.
- Komunitas Tarumajaya di kabupaten Bandung.
- Komunitas Wangunreja dan Cipelang di kabupaten Sukabumi.
- Komunitas Pasir Menyan di kabupaten Subang.
- Rekonstruksi kondisi tata niaga dan tata produksi pertanian yang sedang berlangsung (existing) yang sedang diselenggarakan oleh rumah tangga petani berdasarkan hasil penelitian.
Berikut pokok-pokok uraian tiap aspek berdasarkan hasil penelitian :
- Aspek (pilar) tata konsumsi.
Arah suplai kebutuhan dasar rumah tangga petani.
Suplai kebutuhan rumah tangga pertanian tidak tergantung permintaan rumah tangga pertanian itu sendiri, namun atas kondisi pasar. Artinya, suplai kebutuhan dasar rumah tangga pertanian sangat tergantung suplai dari pasar.
Relasi rumah tangga petani dengan rumah tangga petani lainnya dan pihak penyedia layanan.
Banyak relasi yang dibangun rumah tangga pertanian dalam kegiatan pemenuhan kebutuhan dasar. Artinya, rumah tangga pertanian harus berhubungan dengan banyak pihak penyedia layanan kebutuhan dasar.
Pengaruh kendali uang atas tumbuhnya mekanisme pasar di komunitas tempat rumah tangga petani.
Dalam proses kegiatan pemenuhan kebutuhan dasar, rumah tangga pertanian harus selalu dalam keadaan memegang uang di tangan, karena semua bahan kebutuhan hanya dapat diperoleh apabila petani mampu menyediakan uang pada saat transaksi.
Posisi intervensi regulasi
Intervensi regulasi mendorong terjadinya kendali pasar atas kebutuhan dasar bagi keluarga petani.
- Aspek (pilar) tata produksi.
Skala
Skala produksi di komunitas adalah skala kecil. Masing–masing petani melakukan proses produksi di masing–masing lahan garapannya, sehingga produksi yang dilakukan adalah dengan skala rumah tangga petani.
Pola
Pola pengelolaan dan proses produksi di keluarga petani yang sedang terjadi tidak beraturan, yaitu dalam kegiatan berproduksi, keluarga petani tidak melakukan perencanaan, serta berjalan dengan sendiri–sendiri tiap-tiap (tidak terkonsolidasi dengan kegiatan keluarga petani lainnya baik dalam proses maupun penentuan komoditi).
Berikut gambaran kondisi produksi di lahan kering dan lahan basah yang harus ditanggung sendiri-sendiri oleh keluarga petani.
Orientasi produksi
Orientasi dari proses produksi yang sedang berlangsung di lahan petani yang sedang digarap dengan orientasi produktivitas, bukan berorientasi daya serap oleh kebutuhan konsumsi. Artinya bahwa di dalam proses produksi yang terkait dengan keputusan menanam apa dan akan dikemanakan hasil produksi, sangat tergantung kepada bacaan peluang pasar (produktivitas).
Relasi proses produksi exsiting keluarga petani dengan intervensi regulasi, jasa keuangan dan informasi.
Dalam proses produksi existing, pasar tidak berdiri sendiri, sementara keluarga petani berdiri sendiri, sehingga ketika keluarga petani berproduksi, petani menunggu informasi pasar.
- Aspek (pilar) tata distribusi
Kondisi kegiatan distribusi yang sedang berlangsung (existing) oleh rumah tangga petani di komunitas
Proses distribusi atau proses kegiatan pengumpulan, penyebaran dan penyaluran bahan kebutuhan dasar petani baik barang maupun jasa yang sedang berlangsung di komunitas :
- Dalam proses distribusi, kendali atas barang dan jasa kebutuhan dasar kelurga petani ada di pasar.
- Mata rantai distribusi yang panjang menyebabkan selisih harga dari keluarga petani sebagai produsen dengan harga di pengguna terakhir sangat jauh.
- Karena mata rantai distribusi yang panjang menyebabkan orientasi produksi dari keluarga petani semakin jauh dari proses pemenuhan kebutuhan dasar keluarga petani.
- Intervensi regulasi tidak untuk memperpendek jarak antara mata rantai distribusi dari produksi ke konsumsi keluarga petani.
Dampak dan pengaruh faktor kegiatan distribusi terhadap rumah tangga pertanian di komunitas:
Dampak atau pengaruh dari proses penyelenggaraan distribusi existing terhadap proses konsumsi:
- Proses penentuan jenis, mutu, jumlah barang dan jasa untuk dikonsumsi sangat tergantung dari pasokan pasar.
- Harga tidak terjamin untuk tidak naik di tingkat keluarga petani sebagai end user.
Dampak atau pengaruh dari proses penyelenggaraan distribusi existing terhadap proses produksi adalah :
- Harga hasil produksi petani diatur dan ditentukan oleh mekanisme pasar.
- Proses distribusi yang tergantung pasar memacu eksploitasi atas produktivitas lahan.
- Aspek (pilar) tata kelembagaan
Kondisi kegiatan kelembagaan yang sedang berlangsung (existing) rumah tangga pertanian di komunitas
Tata kelembagaan existing semakin memperjelas bahwa dalam proses pemenuhan kebutuhan dasar keluarga petani sangat jelas posisi kelembagaan pasar menjadi sentral atas semua kegiatan baik di komunitas (proses konsumsi, prosuksi dan distribusi) maupun relasi dengan faktor eksternal, sehingga daya hidup keluarga sangat tergantung atas tata kelola pasar.
- Penyusunan model alternatif
i. Dasar Pembentukan
Harapan-harapan komunitas sebagai dasar pembentukan model.
Dari semua kegiatan riset di lapangan (di komunitas) diperoleh informasi bahwa dalam seluruh rangkaian kegiatan penyelenggaraan tata niaga dan tata produksi pertanian yang sekarang berlangsung, keluarga petani merasakan terlalu berat dengan berjuang sendiri dalam menyelenggarakan kegiatan tata niaga dan tata produksi serta harus menghadapi berbagai kendala dan pengaruh negatif (tidak pernah untung) selama ini. Keluarga petani menginginkan adanya alternatif lain dalam penyelenggaraan tata niaga dan tata produksi yang lebih memberikan harapan lebih baik (kemudahan dan keuntungan lebih) kepada mereka.
Keluarga petani juga merasakan bahwa kondisi merugi dan kesulitan dalam proses konsumsi, produksi dari tahun ke tahun semakin bertambah parah (dapat dilihat dari penurunan NTP).
Dari semua kajian yang dilakukan di 6 lokasi komunitas di 6 kabupaten dapat ditarik simpulan bahwa projek pengentasan kemiskinan dapat dilakukan, dengan mendasarkan perubahan terhadap potret bangunan relasi penyelenggara tata niaga dan tata produksi yg masih mungkin (rumusnya: semakin timpang atau asimetrik sebuah bangunan relasi, maka semakin tinggi harapan perubahan bangun relasi tersebut).
Visi perubahan – perubahan dari komunitas terhadap model.
Keluarga petani pada dasarnya berharap adanya satu model yang akan menjadi panduan bagi mereka dalam mencari jalan alternatif dalam pelaksanaan tata niaga tata produksi pertanian di komunitas.
ii. Bentuk Model Alternatif Tata Niaga dan Tata Produksi Pertanian
Dari hasil analisis dan rekonstruksi penyelenggaraan tata niaga dan tata produksi maka disusunlah model yang berbeda, yang lebih berpihak kepada keluarga petani di komunitas. Adapun tahapan yang dilakukan dalam menyusun model ini adalah sebagai berikut:
Dasar Penentuan Bentuk Model Alternatif
Yang menjadi dasar dalam penentuan dari model alternatif ini adalah bagaimana mengkonsolidasikan semua kegiatan dalam penyelenggaraan tata niaga dan tata produksi pertanian di komunitas.
- Analisis dan pemetaan atas pola existing tata niaga dan tata produksi pertanian di komunitas.
- Menyusun aspek–aspek yang potensial di-intercept dari pola existing sehingga menjadi berbeda dalam penyelenggaraan dalam model alternatif.
Model Tata Niaga dan Tata Produksi Pertanian
Untuk mempermudah dalam pemodelan maka perlu menurunkan dari penyelenggaraan tata niaga dan tata produksi pertanian menjadi bentuk kegiatan – kegiatan yang lebih praktis sebagai berikut:
ii.1. Model Alternatif Tata Konsumsi
Model tata konsumsi disusun dengan mengedepankan konsolidasi atas semua kegiatan yang berhubungan dalam semua usaha pemenuhan kebutuhan dasar petani anggota komunitas, sebagaimana dijelaskan di bawah ini :
- Pengertian
Yang dimaksud dengan pembangunan pilar tata konsumsi adalah proses penyelenggaraan kegiatan pemenuhan kebutuhan dasar anggota komunitas baik berupa barang atau jasa, yang terintegrasi dalam manajemen tata konsumsi yang dilakukan oleh komunitas (sebagai satu kesatuan kerja). Integrasi ini terkait dalam hal kegiatan merencanakan, pelaksanaan konsolidasi–konsolidasi (modal, pengumpulan, penyediaan, penyaluran dan penyebaran barang atau jasa yang menjadi kebutuhan dasar komunitas), dengan pendekatan kerja mengoptimalkan barang dan jasa yang berasal dari komunitas.
- Tujuan
Tujuan penyelenggaraan kegiatan pembangunan model tata konsumsi oleh komunitas (sebagai satu kesatuan) adalah dimulainya pengambilalihan peran–peran dalam kegiatan tata konsumsi yang selama ini dilakukan oleh banyak pihak yang tidak memberikan pengaruh atas meningkatnya kesejahteraan bagi anggota komunitas, sehingga terjadi pengerucutan menjadi satu pihak dalam penyelenggaraan tata konsumsi. Selain itu, komunitas akan berperan penuh atas kendali dari semua kegiatan pemenuhan kebutuhan dasar anggota komunitas. Harapannya, model ini dapat menghindari praktik–praktik yang merugikan anggota komunitas dan sebagai komunitas dapat mengambil semua keuntungan yang terjadi selama proses penyelenggaraan tata konsumsi.
- Aspek – Aspek
Apa yang menjadi aspek dalam proses manajemen tata konsumsi harus memenuhi hal-hal sebagai berikut:
– Berkecukupan, yaitu bahwa ketersediaan barang dan jasa mencukupi untuk memenuhi kebutuhan dasar semua anggota dengan pemerataan yang sesuai dengan kebutuhan.
– Berkelanjutan, yaitu bahwa ketersedian barang dan jasa harus selaras dengan keseimbangan perkembangan dengan jumlah kebutuhan sehingga dapat berlangsung terus menerus dan menjadi penunjang dalam proses selanjutnya secara simultan.
– Berkeadilan, yaitu keuntungan yang muncul selama proses penyediaan kembali kepada anggota serta bahan yang disediakan betul–betul bahan–bahan yang menjadi bahan pokok menunjang kehidupan yang terlepas dari pengaruh iklan berlebih.
– Kemandirian, yaitu praktik penyediaan dan kontrol dilakukan oleh anggota komunitas sebagai satu kesatuan dengan optimalisasi bahan dan produk dari hasil komunitas/pola subsisten.
– Stabilitas harga, yaitu selama proses pemenuhan kebutuhan dasar harga yang diakses oleh anggota relatif stabil, tidak terpengaruh oleh fluktuasi pasar.
– Margin harga (pengembalian keuntungan), yaitu selama proses pemenuhan kebutuhan berlangsung, bila muncul selisih dan merupakan keuntungan maka selisih harga tersebut dikonsolidasi oleh komunitas.
- Struktur Model Alternatif Tata Konsumsi
Konsolidasi konsumsi.
Yang dimaksud konsolidasi konsumsi adalah kerja–kerja keluarga petani untuk menggabungkan semua kerja–kerja pemenuhan kebutuhan dasar sehingga terjadi konsolidasi kegiatan konsumsi antar keluarga petani di komunitas. Hal–hal yang dikonsolidasi adalah :
- Jenis kebutuhan dasar.
- Jumlah.
- Mutu.
- Harga.
- Sumber bahan kebutuhan dasar.
Relasi antar pihak.
Relasi keluarga petani tidak lagi berdiri sendiri dalam berhubungan dengan pihak–pihak yang selama ini terlibat dalam proses pemenuhan kebutuhan dasar (penyelenggaraan konsumsi), namun di dalam model ini keluarga petani diwakili oleh satu unit yang bertugas dalam menyediakan barang dan jasa kebutuhan dasar mereka.
Kontrol atas kegiatan konsumsi.
Kontrol atas semua kegiatan konsumsi sepenuhnya dilakukan keluarga petani secara bersama, yang dalam hal ini diwakili oleh unit pengadaan barang dan jasa.
Sumber barang dan jasa kebutuhan dasar.
Adapun barang dan jasa yang disediakan oleh unit pengadaan barang dan jasa ini adalah dengan mengoptimalkan hasil produksi dari komunitas.
Relasi dan kontrol atas pemenuhan kebutuhan dasar keluarga petani.
ii.2. Model alternatif tata produksi
- Pengertian
Yang dimaksud dengan pembangunan pilar tata produksi adalah penyelenggaraan kerja–kerja memproduksi atau menghasilkan barang atau jasa yang dilakukan oleh komunitas sebagai satu kesatuan kerja dengan mengintegrasikan semua aspek yang menjadi bagian dari faktor–faktor produksi, yang kemudian hasil produksinya adalah untuk menunjang proses pemenuhan kebutuhan dasar anggota komunitas dan kebutuhan anggota di luar komunitas.
- Tujuan
Tujuan dari penyelenggaraan kerja–kerja tata produksi oleh komunitas adalah pengambilalihan peran dan faktor tata kelola produksi yang pada awalnya dilakukan secara individual, sporadis dan parsial menjadi lebih kolektif, sistematis yang dilakukan oleh komunitas itu sendiri sehingga terkelolanya proses–proses produksi yang hasil akhirnya dapat memenuhi kebutuhan dasar anggota komunitas, dan anggota di luar komunitas (bila over produksi).
- Aspek – aspek
Dalam penyelenggaraan kerja–kerja tata produksi perlu diperhatikan beberapa aspek :
– Berkelanjutan, yaitu dalam proses berproduksi memanfaatkan sumber daya yang dapat diperbaharui (renewable resourcese), dengan menekan dampak negatif terhadap lingkungan seminimal mungkin.
Ciri – ciri proses produksi berkelanjutan :
a. Perencanaan dalam kerja–kerja produksi.
b. Secara ekonomi menguntungkan dan dapat dipertanggungjawabkan (economically valueable). Komunitas mampu menghasilkan keuntungan dalam tingkat produksi yang cukup dan stabil, pada tingkat risiko yang bisa ditolerir/diterima.
c. Berwawasan ekologis (ecologically sound). Kualitas agroekosistem dipelihara atau ditingkatkan, dengan menjaga keseimbangan ekologi serta konservasi keanekaragaman hayati. Sistem pertanian yang berwawasan ekologi adalah sistem yang sehat dan mempunyai ketahanan yang tinggi terhadap tekanan dan gangguan (stress dan shock).
d. Berkeadilan sosial. Sistem pertanian yang menjamin terjadinya keadilan dalam akses dan kontrol terhadap lahan, modal, informasi, bagi yang terlibat tanpa membedakan status sosial-ekonomi, gender, agama atau kelompok etnis.
e. Manusiawi dan menghargai budaya lokal. Menghormati eksistensi dan memperlakukan dengan bijak semua jenis mahluk yang ada. Dalam pengembangan pertanian tidak melepaskan diri dari konteks budaya lokal dan menghargai tatanan nilai, spirit dan pengetahuan lokal.
f. Mampu beradaptasi (adaptable). Mampu menyesuaikan diri terhadap kondisi yang selalu berubah, seperti pertumbuhan populasi, tantangan kebijaksanaan yang baru dan perubahan konstalasi pasar.
– Kolektif
Dalam corak produksi dengan pendekatan kolektif, artinya semua kegiatan dilakukan dalam konsolidasi atau secara bersama, terkait dengan:
- Konsolidasi lahan, modal produksi, bibit dan input.
- Konsolidasi pola dan sistem produksi.
- Konsolidasi hasil–hasil produksi.
– Mandiri, yaitu semua faktor–faktor produksi, dilakukan dan dipenuhi oleh komunitas, dengan mengoptimalkan sumber–sumber dari dalam komunitas, sebagai contoh :
- Tenaga kerja.
- Benih.
- Input.
- Warehouse.
- Bengkel kerja.
– Standar mutu, yaitu dalam proses produksi komunitas mampu mempertahankan standar mutu yang baik dalam setiap proses produksi sehingga memenuhi kebutuhan dasar komunitas dengan mutu yang baik, serta dapat bersaing dengan produk dari pasar.
- Struktur model alternatif tata produksi
Skala
Dalam proses produksi tidak lagi dengan skala kecil atau skala perorangan tapi dengan melakukan pendekatan konsolidasi lahan garapan dari masing–masing keluarga petani menjadi satu bentuk hamparan produksi. Sehingga skala produksi adalah dengan skala produksi di hamparan lahan.
Orientasi
Orientasi dari proses produksi didorong untuk lebih ke proses pemenuhan barang dan jasa kebutuhan keluarga petani.
Proses pemberian nilai tambah pada komoditas.
Di dalam model alternatif terhadap komoditas hasil produksi sebelum disalurkan maka dilakukan kegiatan penambahan nilai guna yang berkesesuaian dengan kebutuhan konsumsi atas kebutuhan dasar petani.
Bentuk relasi antar pihak dalam proses produksi.
Relasi antar pihak tidak lagi keluarga petani berdiri sendiri untuk berhubungan dengan para pihak yang terlibat dalam faktor produksi, namun dijembatani oleh satu unit produksi yang bertugas mengkonsolidasikan semua aspek produsksi.
ii.3. Model Alternatif Tata Distribusi
- Pengertian
Yang dimaksud dari pembangunan pilar tata distribusi adalah bagaimana komunitas menyelenggarakan kegiatan dalam proses kerja–kerja pengumpulan (collecting), penyebaran dan penyaluran bahan kebutuhan dasar anggota komunitas baik bahan yang berasal dari hasil produksi komunitas itu sendiri maupun bahan yang berasal dari luar komunitas.
- Tujuan
Tujuan dari penyelenggaraan kerja–kerja tata distribusi adalah kerja–kerja pengambilalihan peran–peran pasar dan mata rantai distribusi oleh komunitas sehingga tata kelola semua kegiatan pemenuhan kebutuhan dasar anggota komunitas mampu dilakukan oleh komunitas itu sendiri.
- Aspek – aspek
– Kemandirian.
– Keadilan.
– Keberlanjutan.
– Keterhubungan.
- Relasi antar pihak dalam model tata distribusi
Model tata distribusi adalah bentuk konsolidasi dari semua kegiatan pengumpulan, penyebaran dan penyaluran barang dan jasa di anggota komunitas atau dengan kata lain bagaimana konsolidasi atas pemenuhan kebutuhan dasar petani dan konsolidasi hasil – hasil produksi dilakukan.
ii.4. Model Alternatif Tata Kelembagaan
- Pengertian
Yang dimaksud dengan model alternatif dari tata kelembagaan adalah semua kegiatan atau usaha anggota komunitas dalam proses melembagakan atau dengan kata lain mensistematisir (terstruktur, terencana, terjadwal) dalam pengelolaan atau menejerial dari kegiatan tata konsumsi, tata produksi, dan tata distribusi.
- Tujuan
Tata kelembagaan bertujuan untuk menata semua hal yang berkaitan dengan sistematisasi, pengaturan hubungan antar pihak.
- Aspek – aspek
– Kemandirian.
– Keadilan (ekonomi, gender).
– Keberlanjutan.
- Bentuk model tata kelembagaan
Kelembagaan yang dimaksud dalam model ini adalah kegiatan mensistematisir semua kegiatan dari tata konsumsi, tata produksi dan tata distribusi menjadi satu kesatuan kerja kolektif antar pilar, sehingga tercipta satu sistem pelayanan dalam pemenuhan kebutuhan dasar keluarga petani dilakukan dari hasil produksi keluarga petani oleh keluarga petani di komunitas, dengan semua keuntungan yang muncul kembali kepada keluarga petani itu sendiri. Untuk maksud tersebut maka perlu adanya satuan kerja (unit kerja kolektif) yang mengatur manajemen semua urusan antar pilar.
Penjelasan dari bagan :
Tahap 1:
Adalah tahapan dimana basis produksi dikembangkan untuk menjalankan kerja–kerja pemenuhan konsumsi keluarga petani yang dilakukan sendiri oleh keluarga petani melalui kerja–kerja produksi, kemudian penyebaran atau kerja–kerja penyediaan atau penyaluran dilakukan oleh unit distribusi yang bila disusun skema kerja dari tiga unit kerja tersebut akan terbentuk satu kesatuan unit kerja keluarga petani di komunitas yang terlembaga.
Tahap 2 :
Adalah tahapan dari pengembangan dari tahap 1 apabila diperoleh kondisi bahwa dari kegiatan pemenuhan kebutuhan konsumsi melalui kerja–kerja produksi dan diperoleh bahwa terdapat kelebihan suplai. Maka untuk penyaluran keluar dilakukan melalui unit transaksi yang dikelola dalam bentuk trading house, serta di dalam trading house ini juga dapat menjadi unit kerja yang melakukan dan mengontrol seluruh rangkaian kegiatan dari kerja–kerja di tahap 1. Dengan kata lain keluarga petani dapat mengelola seluruh rangkaian tata niaga dan tata produksi (tata konsumsi, tata produksi, dan tata distribusi) melalui unit kerja trading house.
ii.5. Model Integrasi Antar Pilar Dan Faktor Eksternalitas
Model integrasi antar pilar adalah keterhubungan antar pilar dalam tata niaga dan tata produksi pertanian dimana unit kerja kolektif yang mengatur hubungan atar pilar di komunitas dan unit kerja kolektif yang berhubungan dengan faktor eksternalitas dalam tata niaga dan tata produksi pertanian, sehingga keluarga petani terjamin dalam proses konsumsi, produksi, serta mendapatkan perlindungan dari pengaruh negatif dari pihak lain dalam rangkaian tata niaga dan tata produksi pertanian.
Lebih jelasnya dari integrasi antar pilar didorong untuk terciptanya satu kondisi unit kerja kolektif tata niaga dan tata produksi pertanian yang dibentuk oleh keluarga petani adalah untuk menjadi satu–satunya saluran (diwakili) bagi kelurga petani di komunitas dalam kegiatan kerja–kerja pemenuhan kebutiuhan dasar petani, kerja–kerja produksi dan kerja–kerja distribusi dalam satu kelembagaan kerja yang legal.
Bagaimana mekanisme kerja dari integrasi antar pilar dapat dilihat dalam bagan seperti berikut:
- Uji coba dan revisi model
Untuk dapat bekerja dengan sempurna dari model alternatif penyelenggaraan tata niaga dan tata produksi pertanian ini maka perlu dilakukan pengujian secara langsung oleh rumah tangga petani di komunitas dengan pentahapan prakondisi yang perlu disiapkan adalah sebagai berikut:
a. Pengorganisasian rumah tangga petani.
b. Serial diskusi.
c. Mengukur kemungkinan yang paling berkesesuaian untuk menjalankan model di rumah tangga petani, dapat dimulai dari pilar yang mana saja.
d. Melakukan kajian atas pelaksanaan untuk selanjutnya dilakukan revisi.
F. HARAPAN DARI PARA PIHAK
Model tata niaga dan tata produksi ini akan dapat bekerja dengan baik apabila didukung oleh keterlibatan para pihak terutama dukungan dari pihak pemangku kebijakan (pemerintah dari berbagai dari berbagai level, akademisi, jasa keuangan, organisasi kemasyarakatan lain yang satu visi).