Berbagai hal yang melatarbelakangi perlunya Pelayanan Kesehatan Gratis di Kabupaten Bandung disusun berdasarkan kajian-kajian yang dilakukan oleh Perkumpulan Inisiatif dalam bidang kesehatan. Kajian-kajian tersebut diantaranya menunjukkan bahwa Pemerintah Daerah (PemDa) melihat Rumah Sakit sebagai alat prestise pemegang kekuasaan dan sebagai lembaga pelayanan yang mudah untuk mendapatkan uang. Untuk pelayanan rumah sakit, tidak ada yang pernah menawar atau menunda ‘pembelian’, dengan tanda kutip. Di Indonesia memang pelayanan kesehatan ‘diperdagangkan’ bahkan oleh RS Pemerintah sekalipun.
Secara konseptual, sangatlah aneh sebuah rumah sakit yang dibangun dari dana publik, tetapi ketika rakyat sakit dan tidak mampu, mereka harus bayar dulu. Bahkan tidak jarang bila tak ada uang, pelayanan tak diberikan hingga nyawa lewat. Di DKI Jakarta bahkan beberapa rumah sakit daerah yang bernilai ratusan miliar, dibangun atas dana publik, kini dijadikan PT (perseroan terbatas). Sebagai sebuah PT, tentu tujuannya mencari untung. Meskipun kelak keuntungan itu kembali ke kas daerah. Tetapi, untuk mendapatkan untung, pengelola harus menarik biaya lebih mahal dari investasinya.
Ada yang berargumen bahwa pemerintah sudah menyelenggarakan program Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Keluarga Miskin (JPK Gakin) yang didanai dari dana kompensasi subsidi BBM. Akan, tetapi program JPK Gakin masih jauh dari memadai. Program bantuan jaminan bagi orang miskin saja belum mencukupi, karena kebutuhan kesehatan sangat tidak pasti. Yang tidak miskin, banyak sekali yang tidak mampu membiayai perawatan dan pengobatan yang dibutuhkannya. Bahkan sesungguhnya lebih dari 90% penduduk Indonesia terancam jadi miskin jika menderita sakit berat.
Data-data laporan maupun survei menunjukkan, memang lebih dari 90% bantuan JPK Gakin sampai pada orang tepat, alias miskin. Sesungguhnya tidak sulit mencari orang miskin di Indonesia, sebab jika kriteria miskin yang digunakan adalah pendapatan US$2 per hari, standar untuk negara berkembang yang digunakan Bank Dunia, maka lebih dari 60% penduduk Indonesia tergolong miskin.
Ironisnya, kebijakan pemerintah memang belum menggemukkan sapi (baca menyehatkan rakyatnya) tetapi menguruskan. Untuk itulah kebijakan baru yang pro publik dalam rangka pemenuhan hak-hak dasar warganya harus segera dilaksanakan.
Silahkan membaca di sini.