Perkumpulan Inisiatif
  • Politik Anggaran
  • Pengetahuan
  • Pengalaman
ID
EN
Perkumpulan Inisiatif
  • Politik Anggaran
  • Pengetahuan
  • Pengalaman
ID
EN
Perkumpulan Inisiatif
  • Politik Anggaran
  • Pengetahuan
  • Pengalaman
Sign In
Notification
Latest News
Pelatihan Enumerator Audit Sosial HWDI Palembang
News
HWDI Jabar dan Koalisi PRIMA Audensi dengan Komisi V DPRD Provinsi Jawa Barat: Perjuangkan Puskesmas Akses Disabilitas
News
FGD Kebijakan Kesehatan Reproduksi bagi Perempuan Penyandang Disabilitas: Upaya Mendorong Layanan yang Inklusif dan Berkeadilan
News
Perkumpulan Inisiatif Selenggarakan Pelatihan Advokasi dan Penggalangan Dukungan Publik atas Kebijakan Anggaran Energi Terbarukan Bagi Masyarakat Sipil di Jawa Barat
News
Ekonomi Politik Akses Kesehatan Reproduksi Bagi Perempuan Penyandang Disabilitas
News
  • Politik Anggaran
  • Pengetahuan
  • Pengalaman
Perkumpulan Inisiatif
Aa
  • Politik Anggaran
  • Pengetahuan
  • Pengalaman
Cari...
  • / Sejarah /
  • / Profil Pegiat /
  • / Laporan Audit Keuangan /
  • / Struktur Organisasi /
Have an existing account? Sign In
Follow US
  • ID
  • EN
© 2022 Perkumpulan Inisiatif. All Rights Reserved.
Perkumpulan Inisiatif > Terbitan > Article > Peran Gagasan dalam “Kemenangan” Kapitalisme di Indonesia : Catatan Ringan terhadap Refleksi Sapei Rusin
Article

Peran Gagasan dalam “Kemenangan” Kapitalisme di Indonesia : Catatan Ringan terhadap Refleksi Sapei Rusin

Tata Mustasya
Last updated: 2015/02/25 at 1:54 PM
Tata Mustasya
5 Min Read

Refleksi Sapei Rusin buat saya kira-kira memaparkan tiga hal pokok. Pertama, dosa-dosa kapitalisme, terutama bagi pihak yang “kalah” di pasar. Kedua, kecerdikan kapitalisme dalam berevolusi. Ketiga, langkah strategis menghadapinya.

Sebelum memberikan tanggapan yang lebih substantif, terdapat beberapa hal yang menurut saya luput dalam membicarakan kemiskinan dan kapitalisme sebagai sebuah refleksi. Refleksi merupakan kesediaan untuk berpikir secara “individualis”, bebas, dan mungkin pengakuan akan kelemahan-kelemahan dari apa yang telah dilakukan sebelumnya. Refleksi Saudara Sapei Rusin terlampau sedikit mengajukan pertanyaan-pertanyaan, sehingga lebih terlihat sebagai ajakan “gerakan”.

Hal pertama, adalah pemahaman mengenai kapitalis dan kapitalisme. Apakah pedagang kaki lima, misalnya, bukan kapitalis? Jika bukan, apakah mereka tidak bercita-cita menjadi kapitalis dalam pengertian tertentu? Ini juga akan berguna ketika ada kebutuhan menentukan “kita” dan “mereka” dalam sebuah gerakan secara konsisten.

Kedua, perdebatan klasik dalam hal apakah persamaan diperlukan: dalam kesempatan atau hasil? Ini menentukan di mana intervensi pemerintah harus dilakukan. Apakah intervensi juga harus dilakukan di pasar (market) atau cukup dilakukan di non-pasar seperti pendidikan dan kesehatan.

Ketiga, dasar perdebatan antara kapitalisme dan sosialisme mengenai hakikat manusia. Kapitalisme berpandangan bahwa manusia itu pada dasarnya serakah sehingga sistem ekonomi yang terbaik adalah kapitalisme. Sosialisme melihat fitrah manusia itu adalah baik, kapitalismelah yang telah mencemari mereka.

Implikasi perdebatan ini sangat luas dalam memahami sistem ekonomi mana yang paling tepat dengan fitrah manusia. Kapitalisme menganggap sistem ekonomi manapun akan dimanfaatkan oleh manusia yang pada dasarnya serakah. Ketika pasar tidak menjadi raja maka bisa saja perannya diambil alih oleh sebuah kekuatan politik besar yang korup. Sebaliknya, sosialisme melihat manusia yang serakah harus dikoreksi untuk kembali menjadi baik.

Peran Gagasan       

Menarik untuk melihat kembali bahwa dalam kurun 20 tahun setelah kemerdekaan kapitalisme -yang selalu berjalan bergandengan dengan liberalisasi ekonomi- tidak terbayangkan akan menjadi “pemenang” untuk digunakan secara riil dalam sistem perekonomian Indonesia. Pemimpin-pemimpin Indonesia pada saat itu di antaranya Soekarno, Hatta, dan Sjahrir cenderung membawa Indonesia ke arah sosialisme berdasarkan pengalaman mereka melawan Pemerintah Kolonial Belanda.

Gagasan kapitalisme untuk Indonesia baru muncul -dan kemudian banyak diterapkan- oleh sekelompok ekonom yang dikenal dengan Mafia Berkeley. Kelompok ini masuk menjadi tim penasihat ekonomi Presiden Soeharto di awal Pemerintahan Orde Baru dan di tahun 1970-an bahkan masuk menjadi anggota kabinet. Gagasan ini kemudian menyebar di dalam pemerintahan, kelompok pemikir, akademisi, dan media massa.

Proses menguatnya gagasan kapitalisme ini bukan tanpa perlawanan. Beberapa intelektual seperti Hatta, Sarbini Soemawinata, Mochtar Lubis, dan Soedjatmoko menyerukan sistem ekonomi Indonesia yang lebih manusiawi, berpihak kepada yang lemah, membendung konsumerisme dan lain-lain. Kontra-gagasan ini bergaung cukup kuat di antaranya terlihat dari Peristiwa Malari dan koreksi kebijakan Pemerintahan Soeharto pada tahun 1970-an.

Terlepas dari berbagai dinamika yang ada, seiring perjalanan waktu gagasan kapitalisme di Indonesia cenderung terus menguat vis a vis sosialisme dan gagasan lainnya yang cenderung ke kiri. Kesenjangan sosial-ekonomi, misalnya, dilihat dengan permisif bahkan oleh masyarakat biasa. Seolah-olah tidak ada ruang dan pilihan lain kecuali kapitalisme beserta evolusi dan koreksinya, termasuk inclusive growth.

Salah satu kunci dari lahirnya situasi ini, saya kira, tidak adanya gagasan dan kelompok-kelompok pemikir yang mampu mengimbangi gagasan kapitalisme di Indonesia. Padahal hal ini merupakan kunci untuk memberikan pengaruh kepada khalayak dan pengambil kebijakan dan juga dapat menjadi landasan yang konsisten bagi gerakan praktis.

Arti penting gagasan ini juga disampaikan oleh Joseph Stiglitz di dalam bukunya The Price of Inequality: How Today’s Divided Society Endanger Our Future. Bagaimana misalnya di masa lalu kolonialisme yang tadinya dianggap hal biasa berubah dilihat menjadi hal buruk. Praktik-praktik kapitalisme baik dalam lingkup internasional maupun di AS pun memperoleh pembenaran melalui gagasan untuk membenarkan praktik tersebut.

Kelemahan gagasan inilah juga yang terlihat membuat pemerintahan saat ini terlihat gamang apakah bergerak ke arah yang lebih liberal atau cenderung proteksionis. Beberapa gagasan Presiden Joko Widodo dan PDI-P di awal pemerintahan, seperti kedaulatan pangan, cenderung ke kiri. Tetapi tampaknya kelompok yang dapat mendukung gagasan tersebut di dalam pemerintahan masih jauh dari memadai.

Salah satu peran strategis Perkumpulan INISIATIF ke depan terkait dengan isu kebijakan dan kepimpinan nasional dapat diarahkan ke arah kontribusi gagasan tersebut. Termasuk di dalamnya membentuk kelompok-kelompok perumus gagasan yang sepaham dari berbagai pemangku kepentingan.

You Might Also Like

Tetap Bersinar Terangi Hati Kami

Ketika Remaja Era Digital Berempati

Kisah inspiratif peserta didik tunanetra yang bersemangat berjuang hidup mandiri

Anaku, Pahlawanku!

Tata Mustasya Januari 13, 2015
Share this Article
Facebook Twitter Whatsapp Whatsapp Telegram Copy Link
What do you think?
Love0
Sad0
Happy0
Sleepy0
Angry0
Dead0
Wink0
By Tata Mustasya
Tata Mustasya adalah anggota Perkumpulan Inisiatif. Bergabung secara resmi tahun 2012. Bisa dihubungi di tmustasya@gmail.com
Previous Article Kemiskinan adalah Produk Kapitalisme : Kritik Atas Sesat Pikir Inclusive Growth
Next Article Seminar Akuntabilitas Publik
Leave a comment Leave a comment

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Terbitan

  • Inisiatif di media
  • Article
  • News
  • Books
  • Module
  • Penelitian
  • Galeri Foto
  • Galeri Video
  • Press Release
  • Editorial
  • Experiment

Tentang Perkumpulan Inisiatif

  • / Sejarah /
  • / Profil Pegiat /
  • / Laporan Audit Keuangan /
  • / Struktur Organisasi /

Kantor

Jl. Suryalaya XVIII No.23, Cijagra, Kec. Lengkong, Kota Bandung, Jawa Barat 40265
Telepon: (022) 7331105

Kontak Kami

Telepon: (022) 7331105
E-mail: inisiatif@inisiatif.org

Follow Us

  • perkumpulan.inisiatif
  • inisiatif_org
  • INISIATIFIV16
  • perkumpulan.inisiatif
  • inisiatif
  • inisiatif

Platform

© 2022 Perkumpulan Inisiatif. All Rights Reserved.

Removed from reading list

Undo