Pemprov Jabar telah melakukan refocusing anggaran daerah (APBD) untuk menghadapi wabah Covid 19 sejak Bulan Maret 2020. Refocusing dengan melakukan realokasi belanja APBD di Belanja Tidak Langsung dan Belanja Langsung. Hasil refocusing tersebut dilegalisasi dalam Perubahan APBD 2020.
Hasil penelusuran terhadap dokumen APBD Perubahan (APBD-P) 2020 ini, terjadi penurunan rencana pendapatan daerah yang relatif tidak besar, yaitu sekitar 247 Juta. Relatif kecil dibandingkan dengan Pendapatan Daerah sekitar sekitar 41,6 Triliun. Penurunan tersebut berasal dari target pendapatan dari Sewa Tanah/Bangunan yang terjadi penurunan sekitar 1,8 Miliar. Sementara proyeksi Retribusi Daerah ada kenaikan sebesar 1,6 M yang bersumber dari retribusi jasa pendidikan. Lihat Tabel 1 di bawah.
Tabel 1: Perbandingan Pendapatan Sebelum dan Sesudah Perubahan APBD Jawa Barat 2020
Sumber : APBD Perubahan Provinsi Jawa Barat TA 2020, Hasil Analisis
Di belanja terjadi kenaikan sekitar 105 M, dari 45,995 Triliun di murni menjadi 46,1 Triliun di perubahan APBD 2020. Belanja dibagi menjadi kelompok belanja tidak langsung dan belanja langsung. Di belanja tidak langsung yang paling besar kenaikannya yaitu di pos belanja tidak terduga (BTT) yaitu sekitar 4,8 Triliun. Kenaikan BTT 4,8 Triliun berasal dari pengurangan belanja bantuan keuangan Provinsi ke Kab/Kota sekitar 1,8 Triliun dan pengurangan di pos belanja langsung sekitar 2,9 Triliun. Untuk lebih jelasnya lihat tabel 2.
Tabel 2 : Perbandingan Belanja Sebelum dan Sesudah Perubahan APBD Jawa Barat 2020
Sumber : APBD Perubahan Provinsi Jawa Barat TA 2020, Hasil Analisis, 2020
Melihat data tersebut di atas dan merujuk pernyataan Gubernur Jawa Barat (Ridwan Kamil/RK) pada Maret 2020, pemprov telah menyiapkan anggaran menghadapi penyebaran Covid 19 itu sebesar 5 Triliun untuk kesehatan dan dampak ekonomi atau jaring pengaman sosial (JPS). Selain itu ada 13 Triliun dengan skema padat karya untuk mengatasi kesulitan ekonomi warga.
Hasil penelusuran dokumen APBD-P 2020, tidak ditemukan angka yang 13 Triliun untuk skema padat karya. Sementara untuk jaring pengaman sosial dan kesehatan disimpan di pos BTT (Belanja Tidak Terduga) dengan anggaran sebesar 4,8 T (Lihat tabel 2).
BTT telah dialokasikan untuk jaring pengaman sosial sekitar 3,8 T dan telah mulai diimplementasikan dalam bentuk bantuan tunai dan non tunai ke seluruh Jawa barat, yang dikenal dengan Bantuan Gubernur. Sementara sisanya sekitar 1 T sepertinya dibelanjakan untuk Alat Pelindung Diri (APD). Sampai saat ini, belum ada publikasi terkait penggunaan BTT ini yang rinci.
“Korban Realokasi”
Salah satu pos anggaran yg di realokasi adalah Bantuan Keuangan Gubernur untuk Kab/Kota. “Korban” yang mengalami pengurangan untuk seluruh Kab/Kota. Pangandaran yang terbesar yaitu Rp. 243,261,754,277,- disusul Ciamis Rp. 150,700,282,802,- Kab. Garut Rp. 148,305,236,800,- serta Indramayu Rp. 112,200,000,000,- Kab. Tasikmalaya Rp. 107,834,699,470,- Kab/Kota yg lain di bawah 100 jutaan. Total hasil refocusing adalah Rp. 1,806,725,820,707,-
Sementara pos anggaran lainnya yg dilakukan realokasi di belanja langsung. Belanja langsung, biasa dikenal dengan belanja untuk “pelayanan publik”, karena di pos belanja langsung banyak program dan kegiatan yg berkaitan dengan pelayanan publik. Namun berdasarkan surat keputusan bersama Mendagri dan Menkeu, refocusing minimal 50% dari belanja langsung. Belanja langsung terdiri dari Belanja Barang dan Jasa, Belanja Modal serta Honor Kegiatan. Belanja Barang dan jasa dikurangi sekitar 1,06 Triliun dan Belanja sekitar 1,7 Triliun, serta honor kegiatan sekitar 72 Miliar.
“Ganjil dan Menarik”
Hampir seluruh OPD (Organisasi Perangkat Daerah) pemprov mengurangi pemotongan belanja langsungnya, kecuali Setwan DPRD. Gubernur tidak melakukan pemotongan karena DPRD selama melakukan refocusing tidak pernah diajak terlibat. Sehingga diduga sungkan mengganggu pos anggaran di Sekretariat DPRD Jabar ini. Namun yg menarik, terjadi realokasi di internal anggaran Setwan, ada yg dihilangkan dan ada mata anggaran baru yang muncul. Contoh saja, ada pembelian smartphone sebesar Rp. 1.364.408.688,- Di APBD Jabar murni 2020, tidak ada mata anggaran ini.
Di Sekretariat Daerah Provinsi Jabar masih ada belanja yang tidak dilakukan pengurangan, khususnya untuk belanja mendukung fasilitas Gubernur dan Wakil Gubernur. Misal, Belanja Sewa Mobilitas Udara dialokasikan Rp. 2.025.000.000,- Pelayanan Kerumahtanggaan Rumah Dinas Kepala Daerah Wakil Kepala Daerah Rp. 8.823.972.208,- Penyediaan Pelayanan Kesejahteraan Kepala Daerah Wakil Kepala Daerah Rp. 1.250.000.000,-
Belanja “Publik”
Adapun belanja yg mendapatkan pengurangan, yang paling besar Dinas Bina Marga dan Tata Ruang sebesar Rp. 512.702.680.662,- disusul Dinas Pendidikan sebesar Rp. 337.566.825.659,- Dinas Kesehatan Rp. 370.157.684.842,- Dinas Sumber Daya Air Rp. 210.492.774.879,- Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Rp. 164.571.805.458,- serta Dinas Perumahan dan Permukiman Rp. 156.467.348.027,- .Sementara dinas lainnya di bawah 100 Miliaran.
Dari gambaran tersebut sepertinya antara Gubernur dan DPRD membangun politik untuk sama-sama tidak saling mengganggu “kenyamanan” masing-masing. Sensitivitas “pemimpin” diuji di musim wabah Covid ini, apakah akan mengurangi fasilitas untuk “dirinya” dengan mendahulukan perlindungan kepada warganya. Namun bila dilihat dari beberapa item belanja fasilitas sepertinya masih belum menunjukan sensitivitas tersebut.
Penyunting : Pius Widiyatmoko
Pemprov Jabar telah melakukan refocusing anggaran daerah (APBD) untuk menghadapi wabah Covid 19 sejak Bulan Maret 2020. Refocusing dengan melakukan realokasi belanja APBD di Belanja Tidak Langsung dan Belanja Langsung. Hasil refocusing tersebut dilegalisasi dalam Perubahan APBD 2020.
Hasil penelusuran terhadap dokumen APBD Perubahan (APBD-P) 2020 ini, terjadi penurunan rencana pendapatan daerah yang relatif tidak besar, yaitu sekitar 247 Juta. Relatif kecil dibandingkan dengan Pendapatan Daerah sekitar sekitar 41,6 Triliun. Penurunan tersebut berasal dari target pendapatan dari Sewa Tanah/Bangunan yang terjadi penurunan sekitar 1,8 Miliar. Sementara proyeksi Retribusi Daerah ada kenaikan sebesar 1,6 M yang bersumber dari retribusi jasa pendidikan. Lihat Tabel 1 di bawah.
Tabel 1: Perbandingan Pendapatan Sebelum dan Sesudah Perubahan APBD Jawa Barat 2020
Sumber : APBD Perubahan Provinsi Jawa Barat TA 2020, Hasil Analisis
Di belanja terjadi kenaikan sekitar 105 M, dari 45,995 Triliun di murni menjadi 46,1 Triliun di perubahan APBD 2020. Belanja dibagi menjadi kelompok belanja tidak langsung dan belanja langsung. Di belanja tidak langsung yang paling besar kenaikannya yaitu di pos belanja tidak terduga (BTT) yaitu sekitar 4,8 Triliun. Kenaikan BTT 4,8 Triliun berasal dari pengurangan belanja bantuan keuangan Provinsi ke Kab/Kota sekitar 1,8 Triliun dan pengurangan di pos belanja langsung sekitar 2,9 Triliun. Untuk lebih jelasnya lihat tabel 2.
Tabel 2 : Perbandingan Belanja Sebelum dan Sesudah Perubahan APBD Jawa Barat 2020
Sumber : APBD Perubahan Provinsi Jawa Barat TA 2020, Hasil Analisis, 2020
Melihat data tersebut di atas dan merujuk pernyataan Gubernur Jawa Barat (Ridwan Kamil/RK) pada Maret 2020, pemprov telah menyiapkan anggaran menghadapi penyebaran Covid 19 itu sebesar 5 Triliun untuk kesehatan dan dampak ekonomi atau jaring pengaman sosial (JPS). Selain itu ada 13 Triliun dengan skema padat karya untuk mengatasi kesulitan ekonomi warga.
Hasil penelusuran dokumen APBD-P 2020, tidak ditemukan angka yang 13 Triliun untuk skema padat karya. Sementara untuk jaring pengaman sosial dan kesehatan disimpan di pos BTT (Belanja Tidak Terduga) dengan anggaran sebesar 4,8 T (Lihat tabel 2).
BTT telah dialokasikan untuk jaring pengaman sosial sekitar 3,8 T dan telah mulai diimplementasikan dalam bentuk bantuan tunai dan non tunai ke seluruh Jawa barat, yang dikenal dengan Bantuan Gubernur. Sementara sisanya sekitar 1 T sepertinya dibelanjakan untuk Alat Pelindung Diri (APD). Sampai saat ini, belum ada publikasi terkait penggunaan BTT ini yang rinci.
“Korban Realokasi”
Salah satu pos anggaran yg di realokasi adalah Bantuan Keuangan Gubernur untuk Kab/Kota. “Korban” yang mengalami pengurangan untuk seluruh Kab/Kota. Pangandaran yang terbesar yaitu Rp. 243,261,754,277,- disusul Ciamis Rp. 150,700,282,802,- Kab. Garut Rp. 148,305,236,800,- serta Indramayu Rp. 112,200,000,000,- Kab. Tasikmalaya Rp. 107,834,699,470,- Kab/Kota yg lain di bawah 100 jutaan. Total hasil refocusing adalah Rp. 1,806,725,820,707,-
Sementara pos anggaran lainnya yg dilakukan realokasi di belanja langsung. Belanja langsung, biasa dikenal dengan belanja untuk “pelayanan publik”, karena di pos belanja langsung banyak program dan kegiatan yg berkaitan dengan pelayanan publik. Namun berdasarkan surat keputusan bersama Mendagri dan Menkeu, refocusing minimal 50% dari belanja langsung. Belanja langsung terdiri dari Belanja Barang dan Jasa, Belanja Modal serta Honor Kegiatan. Belanja Barang dan jasa dikurangi sekitar 1,06 Triliun dan Belanja sekitar 1,7 Triliun, serta honor kegiatan sekitar 72 Miliar.
“Ganjil dan Menarik”
Hampir seluruh OPD (Organisasi Perangkat Daerah) pemprov mengurangi pemotongan belanja langsungnya, kecuali Setwan DPRD. Gubernur tidak melakukan pemotongan karena DPRD selama melakukan refocusing tidak pernah diajak terlibat. Sehingga diduga sungkan mengganggu pos anggaran di Sekretariat DPRD Jabar ini. Namun yg menarik, terjadi realokasi di internal anggaran Setwan, ada yg dihilangkan dan ada mata anggaran baru yang muncul. Contoh saja, ada pembelian smartphone sebesar Rp. 1.364.408.688,- Di APBD Jabar murni 2020, tidak ada mata anggaran ini.
Di Sekretariat Daerah Provinsi Jabar masih ada belanja yang tidak dilakukan pengurangan, khususnya untuk belanja mendukung fasilitas Gubernur dan Wakil Gubernur. Misal, Belanja Sewa Mobilitas Udara dialokasikan Rp. 2.025.000.000,- Pelayanan Kerumahtanggaan Rumah Dinas Kepala Daerah Wakil Kepala Daerah Rp. 8.823.972.208,- Penyediaan Pelayanan Kesejahteraan Kepala Daerah Wakil Kepala Daerah Rp. 1.250.000.000,-
Belanja “Publik”
Adapun belanja yg mendapatkan pengurangan, yang paling besar Dinas Bina Marga dan Tata Ruang sebesar Rp. 512.702.680.662,- disusul Dinas Pendidikan sebesar Rp. 337.566.825.659,- Dinas Kesehatan Rp. 370.157.684.842,- Dinas Sumber Daya Air Rp. 210.492.774.879,- Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Rp. 164.571.805.458,- serta Dinas Perumahan dan Permukiman Rp. 156.467.348.027,- .Sementara dinas lainnya di bawah 100 Miliaran.
Dari gambaran tersebut sepertinya antara Gubernur dan DPRD membangun politik untuk sama-sama tidak saling mengganggu “kenyamanan” masing-masing. Sensitivitas “pemimpin” diuji di musim wabah Covid ini, apakah akan mengurangi fasilitas untuk “dirinya” dengan mendahulukan perlindungan kepada warganya. Namun bila dilihat dari beberapa item belanja fasilitas sepertinya masih belum menunjukan sensitivitas tersebut.
Penyunting : Pius Widiyatmoko