Akhir-akhir ini perdebatan tentang hutan kota Babakan Siliwangi menguat kembali. Warga Kota Bandung menentang keputusan Dada Rosada mengeluarkan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) PT EGI untuk membangun restoran, dalam berbagai bentuk ekspresi.
Ini bukanlah kali pertama. Begitu gelagat meniadakan hutan kota ini mencuat, warga Kota Bandung langsung beraksi menentang.
Yang mengherankan, pemimpin formal kota ini masih saja keukeuh akan pendiriannya. Apa yang menjadi pertimbangan-pertimbangan meniadakan hutan kota Babakan Siliwangi ? Publik warga Kota Bandung baik perorangan maupun kelompok, berhak tahu atas hal ini.
Dadan Hendayana menyebut panjangnya proses mendapatkan IMB.PT EGI. Tahun 2007, surat perjanjian kerjasama, 30 Desember 2010, Amdal dan akhirnya di penghujung Desember 2012 baru menggenggam IMB. Apa yang terjadi sepanjang 5 tahun tersebut ? Pertimbangan-pertimbangan apa yang membuat Pemkot Bandung memberikan ketiga hal di atas. Publik warga Kota Bandung berhak tahu.
Undang Undang Dasar 1945 pasal 28F dan Undang-Undang No.14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik memberikan perlindungan konstitusional dan perlindungan hukum bagi setiap warga negara perorangan dan Badan Hukum Indonesia untuk mengetahui alasan-alasan setiap pengambilan keputusan di dalam Badan Publik.
Salah satu anggota Koalisi Wakca Balaka berusaha mengakses informasi IMB PT EGI (termasuk Amdal, UPL dan UKL), awal Maret 2013, dengan mengajukan permintaan KIP (Keterbukaan Informasi Publik) ke Badan Publik BPPT Kota Bandung (Badan Pelayanan Perizinan Terpadu).
Sayangnya jawaban Sdr. Darto (BPPT Kota Bandung) mengindikasikan usaha menutup diri ala Orde Baru. BPPT merahasiakan hal ini. Ia menyebut Kepala BPPT, atasannya, yang memerintahkan untuk tidak memberikan.
Tanpa membaca dokumen IMB PT EGI dan pendukungnya terkait Babakan Siliwangi, publik warga Kota Bandung dibutakan terhadap pertimbangan apa sesungguhnya Walikota Dada Rosada ambil dalam memutuskan.
Informasi di dokumen IMB dan pendukungnya termasuk informasi hasil keputusan Badan Publik dan pertimbangannya. Berdasarkan UU Keterbukaan Informasi Publik pasal 11 (1)b, informasi hasil keputusan Badan Publik merupakan informasi publik yang wajib tersedia setiap saat.
Tindakan diskresi Sdr, Darto dan Kepala BPPT Kota Bandung bertentangan dengan SK Walikota Bandung No.065.1/Kep.853-DisKomInfo/2011 tentang Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi pada Satuan Kerja Perangkat Daerah di Lingkungan Pemerintah Kota Bandung, yang mengoperasionalkan hak atas informasi di Kota Bandung. Surat Keputusan ini memerintahkan Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) melayani setiap permintaan KIP (keterbukaan informasi publik) dari warga perorangan atau Badan Hukum Indonesia.
Mengingat beberan fakta di atas, kami, Koalisi Wakca Balaka, menuntut :
- Walikota Dada Rosada harus memerintahkan Kepala BPPT Kota Bandung membuka dan memberikan informasi publik dokumen IMB PT EGI (berikut dokumen pendukungnya) di Hutan Kota Babakan Siliwangi, yang diminta.
- Walikota Dada Rosada harus memerintahkan semua PPID di lingkungan Pemerintah Kota Bandung untuk melayani setiap permintaan KIP dalam waktu kurang dari 10 hari kerja.
- Walikota Dada Rosada tidak menjadi bagian yang aktif merahasiakan dokumen IMB PT EGI di Hutan Kota Babakan Siliwangi.
- Informasi di dokumen-dokumen lain yang memperjelas alasan-alasan mengizinkan pembangunan di Hutan Kota Babakan Siliwangi harus dibuka untuk publik Kota Bandung (izin tempat usaha, izin pengelolaan parker, izin gangguan, dll).
Selain itu, kami mendorong kepada segenap elemen warga Kota bandung, baik sebagai perorangan atau sebagai Badan Hukum Indonesia, untuk aktif menggunakan haknya atas informasi untuk mengetahui semua pertimbangan dan alasan melakukan pembangunan di Babakan Siliwangi yang meniadakan hutan kota.
Bandung, 29 Mei 2013
Pius Widiyatmoko – 081322127301
Tentang Wakca Balaka
Kami adalah Forum Advokasi Keterbukaan Informasi, yang merupakan sekumpulan organisasi masyarakat sipil di Provinsi Jawa Barat yang mendedikasikan diri mewujudkan hak konstitusional warga negara atas informasi dalam penyelenggaraan urusan publik, sesuai pasal 28F Undang-Undang Dasar 1945 :
Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia.