Di akhir masa jabatannya Gubernur Jawa Barat, Ahmad Heryawan dilaporkan ke KPK oleh dua organisasi yaitu Beyond Anti Corruption (BAC) dan Perkumpulan Inisiatif pekan lalu (31/5)1. Laporan dari dua organisasi tersebut terkait dengan adanya dugaan pelanggaran hukum dalam pengelolaan deposito yang dimiliki oleh Pemprov Jabar. Diungkapkan oleh Dedi Haryadi, ketua BAC, hasil studi BAC dan Inisiatif menemukan adanya kejanggalan besaran nilai deposito dan nilai bunga yang diperoleh Pemprov Jabar pada periode tahun 2016 dan 2017.
Studi yang dilakukan menggunakan data laporan keuangan Pemprov kepada Kementerian Keuangan. Ditemukan pada tahun 2016 rata-rata deposito yang disimpan di Bank BJB sebesar Rp. 3,75 trilliun per bulan. Adapun, penyimpananan deposito terbesar terjadi di Bulan Juli yaitu sebesar Rp. 6.7 trilliun. Sementara di tahun 2017, besaran rata-rata deposito yang disimpan oleh Pemprov sebesar Rp. 3,97 trilliun per bulan, dengan penyimpanan jumlah deposito terbesar terjadi di Bulan Mei sebesar Rp. 6,8 trilliun. Menurut Donny Setiawan, Sekjen Inisiatif, temuan studi ini menunjukkan bila Aher dapat diduga telah melakukan kebohongan publik. Karena selama ini Aher mengklaim jika jumlah deposito Pemprov Jabar perbulan hanya berkisar antara Rp. 1,5 trilliun-Rp. 2 trilliun saja2. Lebih lanjut, Donny menyatakan bila selama ini Pemprov mengakui bila uang yang didepositokan hanya berupa sisa anggaran saja3. Studi ini menunjukkan bila hal tersebut tidak benar.
Prakter penyimpanan deposito oleh Pemerintah Daerah diperbolehkan oleh Peraturan Menteri Keuangan No.53/PMK.05/2017 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Keuangan No.3/PMK.05/2014 tentang Penempatan Uang Negara Pada Bank Umum. Namun untuk kasus Jabar kejanggalan terlihat dari besaran bunga yang diperoleh Pemprov. Studi memperlihatkan Pemprov Jabar memperoleh bunga senilai Rp. 1,035 triliun di 2017. Berdasarkan hitungan yang dilakukan oleh BAC dan Inisiatif dengan menggunakan tingkat suku bunga pasaran, sebesar 0,5% per bulan, seharusnya nilai bunga yang diperoleh adalah Rp. 190,4 milyar. Artinya ada selisih sekitar Rp. 844,6 milyar akibat perbedaan nilai suku bunga. Dedi menyebutkan penjelasan yang paling logis di balik fenomena ini adalah Pemprov Jabar mendapatkan tingkat suku bunga yang sangat tinggi untuk deposito yang disimpan. Hasil perhitungan menunjukkan suku bunga yang diterima Pemprov berkisar 2,75% per bulan, lebih dari lima kali lipat suku bunga pasaran.
Pemberian tingkat bunga yang tidak wajar inilah yang dipertanyakan oleh BAC dan Inisiatif. Kedua organisasi ini menduga pemberian bunga yang tinggi ini rawan dengan praktik gratifikasi, suap, kick back, dan lain sebagainya. Terlebih lagi, dana Pemprov ini disimpan di Bank BJB, di mana Pemprov Jabar merupakan salah satu shareholder-nya. Sehingga potensi adanya konflik kepentingan cukup kuat terjadi di kasus ini. Untuk itu, BAC dan Inisiatif meminta KPK menyelidiki lebih jauh kasus ini.
Terkait alasan dibalik penyebutan jabatan Gubernur secara khusus dalam kasus ini, tidak terlepas dari pentingnya peran Gubernur dalam proses penyimpanan deposito Pemprov. Permenkeu No.53/PMK.05/2017 secara jelas menyebutkan bila Kepala Daerah memiliki peranan dalam menentukan besaran nominal deposito, jangka waktu beserta bank yang ditunjuk. Oleh karena itu Gubernur merupakan salah satu pihak yang bertanggungjawab bila ada pelanggaran hukum dalam pengelolaan deposito di Provinsi Jawa Barat. Lebih lanjut, Dedi menyatakan bila pelaporan terhadap KPK ini bisa dikatakan sebagai hadiah atau kado istimewa dari sebagian Warga Jabar atas berakhirnya masa jabatan gubernur.
Kontak Person
1. Ben Satriatna ( 08122024186)
2. Donny Setiawan (08122493974)
3. Dedi Haryadi (081320261221)
Catatan :
1 Laporan tersebut telah diterima oleh KPK dengan tanda bukti penerimaan bernomor agenda: 2018-05-000114 dan nomor informasi: 96790
2 http://bappeda.jabarprov.go.id/tiap-bulan-pemprov-jabar-simpan-deposito-rp15-triliun-dibank/ diakses pada tanggal 7 Juni 2018
3 https://news.detik.com/berita-jawa-barat/1679944/f-pdip-dprd-jabar-pertanyakandeposito-silpa-apbd-2010-rp-15-t diakses pada tanggal 10 Juni 2018
Format PDF, silahkan baca di sini.