Pada hari Kamis sampai Sabtu, tanggal 2-4 Agustus 2018, di Ahadiat Hotel Bungalow, Kota Bandung berlangsung lokakarya monitoring pendapatan Negara di sektor kehutanan dan perkebunan. Lokakarya tersebut dihadiri oleh beberapa lembaga pemerintahan, organisasi, dan pakar akademisi. Dalam pertemuan itu mereka membahas pengalaman pengelolaan kedua sektor sumber daya alam dari 4 provinsi, dimulai dari Kalimantan Barat, Jawa Barat, Nusa Tenggara Barat dan Provinsi Jawa Timur.
Mereka yang berkumpul pada acara tersebut adalah Sawit Watch, Walhi Jabar (Wahana Lingkungan Hidup Indonesia Jawa Barat), KPRI Jabar (Konfederasi Pergerakan Rakyat Indonesia Jawa Barat), KPRI Jatim (Konfederasi Pergerakan Rakyat Indonesia Jawa Timur), SOMASI (Solidaritas Masyarakat untuk Transparansi) – NTB, GEMAWAN – Kalbar, PAMA (Pemberdayaan Masyarakat) – Trenggalek, dan FKKM (Forum Komunikasi Kehutanan Masyarakat).
Juga hadir dari Dinas Kehutanan Provinsi Kalimantan Barat, DPRD (Dinas Perwakilan Rakyat Daerah) Jawa Barat, Dinas Kehutanan Jawa Barat, SEPOLA (Sekolah Politik Anggaran) Jawa Barat, LO (Liaison Officer) Jawa Timur, Alumni SEPOLA (Sekolah Politik Anggaran), MAPAG (Masyarakat Peduli Anggaran Garut), ARC (Agrarian Resource Centre), Perkumpulan Inisiatif, Banom Pusdik Inisiatif (Badan Otonom Pusat Pendidikan Inisiatif), FK3I (Forum Komunikasi Kader Konservasi Indonesia), UNPAD (Universitas Padjajaran), PSDK (Pusat Sumber Daya Komunitas), DISLHK NTB (Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nusa Tenggara Barat), FWI (Forest Watch Indonesia), JANGKAR (Jaringan Kader) Ecovillage, Perekat Ombara NTB (Persekutuan Masyarakat Adat Lombok Utara Nusat Tenggara Barat), dan STKS (Serikat Tani Kabupaten Sumedang).
Hari pertama berlangsung dalam 2 sesi yaitu masing-masing membicarakan kebijakan atau regulasi pendapatan negara di sektor kehutanan dan perkebunan dan peran CSO dalam mengawasi pendapatan negara pada kedua sektor itu.
Lokakarya ini mengungkap adanya peraturan perundangan yang tidak jelas tentang pendapatan negara di sektor kehutanan dan perkebunan terutama dalam hal pungutan tarif dari PNBP. Selain itu, terdapat banyak pungutan liar yang tidak masuk ke dalam pendapatan negara.
Juga terungkap bahwa pihak dinas kehutanan provinsi selama ini malah jadi penonton, terkait penataan kawasan hutan yang dijadikan potensi wisata. Belum ada kejelasan perundangan yang mengatur soal jasa tarif lingkungan.
Hari kedua dikhususkan hanya untuk organisasi masyarakat sipil yang membahas pendalaman isu strategis pendapatan negara di sektor kehutanan dan perkebunan. Peserta dibagi menjadi 2 kelompok untuk memperdalam isu, yaitu kelompok kehutanan dan kelompok perkebunan. Tiap-tiap kelompok merumuskan isu yang kemudian dimasukkan ke dalam agenda advokasi anti korupsi, advokasi penguatan tata kelola rakyat, dan peningkatan kapasitas masyarakat sipil.
Khusus isu yang masuk agenda peningkatan kapasitas masyarakat sipil, tiap kelompok merekomendasikan kisi-kisi kurikulum untuk pembelajaran di tiap sektor yang akan dijadikan bahan menyelenggarakan Sekolah Politik Anggaran (Sepola) Sumber Daya Alam (SDA) di 4 Provinsi. Di hari terakhir, pembahasan terpusat pada bagaimana penyelenggaraan Sepola SDA.