Pembangunan Nasional di Indonesia
Pembangunan Nasional adalah cita–cita dan harapan seluruh masyarakat Indonesia demi tercapainya tujuan bangsa. Dalam Pembukaan Undang–Undang Dasar 1945 tercantum bahwa tujuan pembangunan yang diharapkan adalah agar melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, serta ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berlandaskan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial. Jika kita sederhanakan, dalam kata lain tujuan pembangunan kita adakah demi terwujudnya masyarakat yang sejahtera, makmur dan adil yang merata, secara material dan spiritual.
Setelah lebih dari setengah abad Indonesia merdeka, pembangunan demi pembangunan semakin gencar dilakukan untuk mewujudkan tujuan bangsa. Namun yang terjadi adalah pembangunan hanya memusat di kota–kota besar. Keadilan dan kesejahteraan yang diharapkan masih belum tercapai karena hanya beberapa golongan masyarakat saja yang dapat merasakan dampak dari pembangunan. Hingga akhirnya muncullah gagasan untuk mewujudkan desentralisasi yang didukung dengan Undang-Undang No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang terus diperbaiki hingga akhirnya muncul Undang – Undang No 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dan juga Undang – Undang No.6 Tahun 2014 tentang Desa yang keduanya menumbuhkan otonomi daerah.
Otonomi daerah itu sendiri bertujuan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan, dan peran serta masyarakat, serta peningkatan daya saing daerah dengan memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan, dan kekhasan suatu daerah. Semenjak upaya mewujudkan otonomi daerah dilakukan, hal tersebut ternyata tidak berjalan lancar sebagaimana mestinya. Banyak hambatan yang diterima oleh pemerintah daerah dalam berupaya mewujudkan hal tersebut dan banyak faktor penyebabnya. Di antaranya, Kapasitas Sumber Daya Manusia (SDM) yang masih rendah, minimnya Sumber Daya Alam (SDA), kurangnya pengetahuan dalam penggunaan IPTEK dan juga pengaruh – pengaruh dari nilai sosial budaya serta keadaan politik.
Dari berbagai macam penghambat, salah satu penyebab utama adalah minimnya kapasitas Sumber Daya Manusia. Rendahnya kapasitas tersebut dikarenakan tidak terdapat sosok pemimpin yang dapat menggerakkan semangat dan motivasi masyarakat untuk berkembang secara lebih dalam skala lokal. Robert J. Stimson (2003) menyatakan bahwa siklus pembangunan daerah ditentukan oleh pola kepemimpinan efektif yang dapat mengubah dan menyesuaikan model kelembagaan. Hal ini tentu saja menandakan dibutuhkannya pemimpin–pemimpin lokal yang dapat bergerak sesuai kebutuhan dan keadaan di sekitarnya.
Perkumpulan Inisiatif sebagai Wadah Menciptakan Pemimpin
Demi mewujudkan tujuan dari negara untuk mensejahterakan rakyat, maka pemerintah berupaya menciptakan pemimpin-pemimpin baru yang bisa menjadi sosok di daerah masing – masing. Tidak hanya untuk pemerintah, lembaga dan organisasi non pemerintahan juga diharapkan dapat mengambil peran dalam hal ini seperti yang diatur dalam Undang – Undang No.26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang. Hal tersebut menunjukkan bahwa pelibatan komunitas dalam penataan ruang secara partisipatif merupakan suatu keniscayaan untuk mewujudkan keberlanjutan masa depan. Salah satu organisasi yang terlibat adalah Perkumpulan Inisiatif.
Dengan tujuan menjadi organisasi pelopor dan rujukan nasional dalam memajukan kepemimpinan kebangsaan yang mampu meningkatkan derajat kehidupan seluruh anak bangsa, Perkumpulan Inisiatif berusaha menciptakan pemimpin lewat metode partisipatif dengan menginisiasi kelahiran kepemimpinan yang berkapasitas dan berpengetahuan sehingga dapat mengkomunikasikannya sebagai rujukan perumusan kebijakan publik serta masalah penyelenggaraan negara.
Dalam meningkatkan upaya partisipatif di kalangan masyarakat, Perkumpulan Inisiatif mengupayakan masyarakat dilibatkan dengan lebih, tidak sebagai objek yang diperdayakan tetapi sebagai subyek atau aktor yang ikut melakukan. Perkumpulan Inisiatif berusaha menemukan masyarakat yang potensial dalam setiap program-program yang mereka buat. Tokoh potensial tersebut kemudian akan dibimbing dan dipersiapkan agar bisa mempengaruhi lingkungan sekitarnya baik untuk melanjutkan program tersebut ataupun untuk menginisiasi program-program baru.
Menciptakan Pemimpin Melalui Sekolah Desa
Sekolah perencanaan desa adalah salah satu program Perkumpulan Inisiatif. Program ini bertujuan untuk memberikan pencerdasan dan pembimbingan ke masyarakat mengenai apa itu perencanaan pembangunan. Masyarakat diberikan bekal apa itu pentingnya perencanaan, apa yang dibutuhkan dalam perencanaan, bagaimana membuat perencanaan hingga melaksanakan programnya dan yang paling penting adalah bagaimana menciptakan pemimpin-pemimpin lokal.
Pemimpin lokal yang diharapkan adalah pemimpin yang bisa mendapatkan pembelajaran sosial. Menurut John Friedmann (1987), pembelajaran sosial dimulai dan diakhiri dengan tindakan yang bertujuan. Pembelajaran sosial bersifat majemuk, melibatkan proses yang bergantung pada waktu, selain tindakan itu sendiri, strategi politik dan taktik, teori realitas, dan nilai yang menginspirasi dan mengarahkan tindakan. Elemen tersebut bersama-sama membentuk praktik sosial. Praktik dalam hal ini adalah tindakan kolektif dan pembelajaran sosial dibentuk sebagai proses yang berhubungan sehingga proses yang satu berimbas pada proses yang lain.
Dalam upaya menciptakan pemimpin lokal terdapat tiga tipe pembelajaran yang dilakukan oleh fasilitator. Pertama adalah belajar melalui meniru, peserta atau calon-calon pemimpin lokal yang tergabung dalam suatu program akan belajar dengan meniru satu apa yang telah diberikan dan dilakukan oleh fasilitator untuk mereka. Setelah calon pemimpin dapat mengambil banyak hal dari meniru, yang kemudian dilakukan adalah belajar dengan sambil melakukannya. Mereka akan berusaha terus, trial and error berulang kali hingga berhasil dan sesuai dengan apa yang mereka contoh ataupun yang mereka rasa benar. Tahap berikutnya adalah mereka akan belajar dengan cara mengeksplorasi, mereka akan mencari prosedur-prosedur baru dan ide-ide baru dengan risiko yang baru juga.
Hal tersebutlah upaya-upaya yang diterapkan oleh Perkumpulan Inisiatif dalam menciptakan pemimpin-pemimpin lokal. Sebagai contoh dalam sekolah desa yang telah dilakukan di Dusun Buka Tanah, Desa Cikembang, Kecamatan Kertasari, Kabupaten Bandung. Beberapa pemuda yang menjadi peserta program tersebut akhirnya muncul menjadi sosok pemuda yang dapat menggerakkan lingkungannya. Seperti Irhas dan Ujang sebagai pemuda yang diarahkan untuk menggerakkan Bank Sampah. Lalu, Ari muncul sebagai sosok pemuda yang memiliki kemampuan lebih dan didengar oleh rekan – rekan. Dan juga Kang Eris dan Kang Tatang yang muncul sebagai sosok penggerak pemuda.
Calon-calon pemimpin lokal ini memanglah masih dalam tahap belajar dan berkembang. Tetapi mereka ini yang diharapkan dapat membangun desa mereka. Proses pembelajaran yang terjadi diharapkan menghasilkan dampak positif yang dapat membantu mengurangi masalah publik yang dihadapi masyarakat. Tentunya pembelajaran mereka tidak terhenti sampai di sini karena pembelajaran sosial akan berlangsung dalam waktu yang lama. Dan bagian yang paling penting adalah bagaimana Perkumpulan Inisiatif mengembangkan mereka agar tercipta kemandirian pembangunan, tidak hanya di Dusun Buka Tanah tetapi juga di seluruh Indonesia.