Ketika Teknologi Informasi Menjawab Permasalahan Kesehatan Ibu dan Anak
“Kini komunikasi dan informasi bukan lagi masalah yang berarti bagi Bumil dan Bidan di Desa Citali Kab. Sumedang. Bunda TextTalk telah menjadikan komunikasi dan penyebaran informasinya kehamilan antara Bidan dan Bumil menjadi lebih cepat, akurat, dan tentu saja murah.” – Liska Fauziah
Permasalahan kesehatan ibu dan anak merupakan salah satu permasalahan kesehatan yang kompleks. Kasus komplikasi selama hamil, bersalin dan nifas yang masih tinggi, angka kematian ibu dan bayi yang belum mencapai target MDGs merupakan salah satu bukti nyata kompleksnya permasalahan tersebut.
Dengan kondisi permasalahan tersebut, pemerintah telah berusaha secara kuratif, preventif, dan promotif. Namun faktanya masih saja derajat kesehatan ibu dan anak belum mencapai target. Selain desain program serta kesadaran ibu hamil, permasalahan lain yang tidak kalah krusial adalah permasalahan informasi yang meliputi penyebaran informasi yang belum merata serta kurangnya informasi yang berkualitas dan dapat dikonsumsi oleh masyarakat lokal dengan tepat.
Pengelolaan Informasi
Di tengah perkembangan teknologi informasi yang pesat, permasalahan kualitas dan penyebaran informasi yang tidak merata adalah sebuah ironi. Perkembangan teknologi informasi serta penyebaran informasi dan kualitasnya seharusnya berjalan beriringan. Perkembangan teknologi informasi dengan kualitas dan penyebaran informasi bukanlah seperti minyak dengan air yang tidak bisa menyatu.
Berdasarkan hal tersebut, Perkumpulan INISIATIF dengan dukungan HIVOS, salah satu lembaga penyandang dana dalam pengembangan penggunaan teknologi dan komunikasi untuk kemajuan masyarakat, mengembangkan sebuah program yang didesain untuk menjembatani permasalahan kesenjangan dan kualitas informasi tersebut.
Nama program tersebut adalah Bunda Textalk atau di singkat BTT. BTT merupakan program berbasis layanan pesan singkat seluler atau sering disebut dengan SMS. Basis pesan singkat di pilih karena hampir semua masyarakat baik di desa atau di kota telah menggunakan handphone (HP) sebagai alat komunikasi utama mereka.
Text Talk atau dalam bahasa sundanya “TekTok” merupakan layanan konsultasi antara ibu hamil dan pendamping dengan narasumber. Narasumber yang dipilih adalah Bidan Desa yang tujuannya untuk meningkatkan cakupan konsultasi dan pemeriksaan, bahkan sampai target persalinan serta layanan rujukan bidan sehingga tugasnya terbantu oleh adanya BTT.
BTT memberikan beberapa fasilitas seperti layanan pesan pengingat dan peringatan, serta layanan konsultasi. Setiap ibu hamil dan pendamping akan mendapatkan layanan pesan pengingat setiap minggu maksimal 3 kali. Isi Pengingat dan peringatan disusun oleh tim pengelola desa. Selain itu, ibu hamil dan pendampingnya bisa berinteraksi dengan bidan setempat melalui layanan konsultasi BTT. Untuk mendapatkan layanan tersebut para ibu hamil wajib mendaftarkan dirinya dan pendampingnya ke nomor telepon BTT. Tetapi ibu hamil dan pendampingnya tidak perlu khawatir karena layanan ini gratis.
Salah satu keunikan program BTT ini adalah isi pesan yang disampaikan sesuai dengan kebudayaan setempat. Baik dalam hal peringatan, pengingat, maupun konsultasi. Pendekatan budaya setempat dipilih karena dengan pendekatan kebudayaan, informasi yang disampaikan akan lebih dipahami oleh masyarakat. Sehingga pada saat pembuatan isi pesan, pengelola berupaya mengolah pesan sesuai dengan adat budaya dan bahasa sehari-hari.
Budaya dan bahasa yang disusun misalnya mengenai mitos-mitos yang beredar di masyarakat. Namun dengan catatan, mitos tersebut bersesuaian dengan medis. Jika tidak, maka mitos tersebut akan diluruskan dan disesuaikan dengan ilmu medis. Sementara itu, salah satu contoh penggunaan bahasa lokal adalah sapaan ambu dan abah. Ambu sebutan untuk ibu hamil dan abah untuk suami ibu hamil tersebut.
Pertama kali program ini dikenalkan pada awal Maret 2015 di Desa Citali, Kecamatan Pamulihan, Kabupaten Sumedang. Desa tersebut dipilih dengan pertimbangan tingkat kesehatan ibu anak yang cukup tinggi, jaringan internet yang stabil dan keberterimaan warga atas program yang dirasa baik.
Lalu, pada akhir Maret secara resmi BTT dioperasikan dengan beberapa pengelola yang berasal dari Desa Citali dengan latar belakang berbeda. Mereka terdiri Bidan sebagai narasumber, kader dan budayawan yang mengemas isi pesan untuk disebarkan, serta orang operator yang mengoperasikan sistem.
Di luar tim pengelola, Perkumpulan INISIATIF mendampingi pengelola tersebut selama program dengan intensif. Selama pendampingan, tim melakukan sosialisasi, pelatihan, monitoring, evaluasi, sekaligus mengadvokasi program tersebut di tingkat desa dan ke Kabupaten.
Mendatangkan Manfaat
Dari awal sosialisasi, para pengelola dan sasaran program terasa antusias. Hal ini dapat dilihat dari kehadiran dalam sosialisasi, pelatihan serta diskusi yang terjalin sampai pada program ini dijalankan.
Bidan Elis Lala Karmila, Bidan Desa Citali yang menjadi narasumber BTT, awalnya khawatir program ini hanya akan menambah kesibukannya sebagai bidan desa. Namun nyatanya BTT memberikan kemudahan kepada bidan dalam memantau kondisi para ibu hamil di wilayah kerjanya.
Menurutnya, manfaat utama program ini adalah menambah pengetahuan ibu hamil sehingga mereka termotivasi untuk berkonsultasi lebih lanjut, rajin untuk periksa kehamilan, dan paham jika muncul tanda-tanda bahaya kehamilan.
Antusiasme yang ditunjukkan warga Desa Citali bukan hanya saat sosialisasi berlangsung. Setelah program mulai berjalan pendaftar layanan BTT setiap minggunya selalu bertambah. Selain dampak sosialisasi hal ini merupakan salah satu hasil dari kinerja para pengelola BTT desa yang selalu memotivasi ibu hamilnya untuk mengikuti program tersebut.
Selain bidan, Ibu Ai (31) ibu hamil warga setempat merasa senang karena mempunyai kegiatan baru. HP-nya kini sering terdengar suara SMS masuk dari BTT. Pesan yang disampaikannya sangat bermanfaat dan bahasa yang digunakan sangat mudah dipahami ibu maupun suaminya.
Salah satu dampak kecil dari pertukaran dan pengembangan informasi tersebut, terlihat saat persalinan Ibu Ai yang dibantu oleh bidan desa. Walaupun mengalami perdarahan saat usia kehamilan sembilan bulan namun ia sangat bersyukur ketika melihat bayinya lahir dengan selamat. Kebahagiaanya tersebut semakin bertambah ketika mendapatkan rentetan pesan singkat berupa ucapan selamat atas kelahiran bayi nya tersebut dari kader dan bidan. Dengan adanya pesan singkat tersebut, dirinya merasa diakui sebagai bagian dari masyarakat Citali, desa tempat Bu Ai lahir, besar dan menjadi seorang ibu.
Berbeda dengan pengalaman Ibu Ai, Ibu Nurul (21) yang waktu itu mendaftar ke BTT ketika sedang hamil tua sangat merasakan manfaat layanan konsultasi yang diberikan oleh narasumber.
Layanan konsultasi BTT sangat bermanfaat di kehamilan pertamanya tersebut. Berapa hal yang sering dikonsultasikan adalah mengenai tanda-tanda kelahiran. Saat terasa mules ia berkonsultasi mengenai cara menanganinya dan apa yang harus dilakukannya setelah itu. Begitupun sang suami menyimak saran-saran dari bidan. Mereka berdua merasa kekhawatirannya berkurang dengan adanya layanan konsultasi ini.
Tak hanya ibu hamil, para suami turut merasakan manfaat dari program BTT. Seperti yang dialami Pak Engkos (23) suami dari Bu Endang (18) yang sedang hamil anak pertamanya. Pasangan muda ini masih belum berpengalaman dalam menghadapi kehamilan. Awalnya Pa Engkos tidak terlalu memperhatikan istrinya yang sedang hamil muda karena menurutnya belum nampak tanda kehamilan kala itu.
Setelah istrinya mendaftarkan diri dan suaminya ke program BTT lalu ia mendapatkan pesan singkat dari BTT tentang usia kehamilan istrinya, jenis makanan yang harus dikonsumsi. Karena membaca pesan singkat tersebut, ia sadar bahwa kehamilan merupakan bagian dari dirinya. Oleh karena itu, ia perlu tahu usia kahamilan, makanan yang dihindari saat mual muntah dan lain-lain. Ia sadar bahwa istrinya sangat membutukan perhatian suami.
Ibu-ibu kaderpun merasa terbantu dengan adanya program BTT ini. Dengan adanya layanan pengingat para ibu hamil mendapatkan informasi-informasi terbaru dari kader. Kegiatan rutin seperti posyandu yang sebelumnya minim peminat kini perlahan mulai diminati oleh para ibu.
Kader lainnya, Bu Ade (55) mengakui bahwa ibu hamil di wilayahnya sangat senang dengan hadirnya program BTT. Di waktu senggangnya para ibu hamil tidak hanya sekedar bermain HP atau facebook tetapi mendapatkan pesan dari BTT dan bisa berkonsultasi dengan bidan tanpa harus bertemu muka.
Serangkaian manfaat tersebut tentu saja bukan sebuah kemenangan besar dalam mengatasi permasalahan kesehatan ibu dan anak. Di tengah kompleksnya permasalahan kesehatan ibu dan bayi, BTT adalah sebuah kemenangan kecil yang kelak akan menjadi kemenangan besar. Ke depan seharusnya persebaran serta kualitas informasi bisa menyebar secara merata tanpa harus terhambat oleh apapun.