Anggaran untuk meminimalisir banjir justru dikurangi.
Bandung, IDN Times – Banjir selama ini masih menjadi momok yang mengancam masyarakat Bandung khususnya yang berada di daerah pusat kota. Ketika hujan turun deras dengan waktu yang cukup lama, maka sudah pasti akan ada daerah di Bandung yang terendam banjir.
Peneliti dari Perkumpulan Inisiatif Aang Kusmawan menuturkan, kondisi banjir di Bandung saat ini justru semakin parah karena timbul titik-titik baru yang tergenang. Bahkan genangan banjir pun kian tinggi dan lama untuk surut.
Aang menyebut, kondisi ini dikarenakan Pemerintah Kota (Pemkot) Bandung tidak konsisten dalam melakukan penanganan banjir khususnya untuk pencegahan. “Ini terlihat dari sejumlah program yang dulunya ada seperti program penanganan banjir, kemudian hilang pada (tahun anggaran) 2018-2019,” ujar Aang dalam sebuah diskusi, Selasa (21/1).
1. Anggaran dinas yang terkait penanganan banjir pun tidak lagi paling utama
Aang mengatakan, berdasarkan data yang ada, anggaran Dinas Pekerjaan Umum dan Dinas Perumahan, Kawasan Pemukiman, Pertanahan dan Pertamanan berada di posisi 1 dan 3 pada 2017 sebagai dinas yang paling banyak mendapatkan dana. Kedua dinas itu pun merupakan pihak paling utama dalam penanggulangan banjir.
Namun, pada 2018 dan 2019, Pemkot Bandung kemudian mengubah pagu anggaran di mana kedua dinas ini tidak lagi menjadi utama. Dengan kondisi ini diprediksi banjir tidak lagi menjadi perhatian utama Pemkot Bandung di bawah kepemimpinan pasangan Oded M. Danial dan Yana Mulyana.
“Dulu (2017) Dinas PU itu dapatnya sampai Rp626 miliar, sedangkan pada 2019 hanya Rp392 miliar. Sedangkan Dinas Pertamanan itu dulu dapat Rp513 miliar, sekarang hanya Rp172 miliar,” ungkap Aang.
2. Pergantian pagu anggaran tergantung politik pemkot
Menurut Aang, persoalan siapa mendapat berapa dalam anggaran tergantung dari politik pimpinan daerahnya dengan DPRD. Merekalah yang bisa menentukan konsentrasi mana yang ingin difokuskan dalam memajukan dan menyejahterakan masyarakat Bandung.
Saat ini, DPRD Kota Bandung pun disebut tidak memiliki pengawasan yang sangat ketat terhadap penggunaan anggaran demi memperbaiki kondisi penanggulangan banjir. Dengan demikian anggota legislatif seakan membiarkan masyarakat Bandung terus terdampak banjir saat musim hujan tiba.
3. Kolam retensi yang dibangun dinilai belum optimal
Aang mengatakan, visi pembangunan saluran dan kolam retensi sebagai salah satu program prioritas Kota Bandung adalah terselesainya banjir. Dalam mendukung program tersebut, satu solusi yang dilakukan Kota Bandung adalah membangun saluran dan kolam retensi.
Terdapat tiga kolam retensi yang dibangun Pemkot Bandung yakni Wetland Cisurupan, Kolam Retensi Simaraga, dan Kolam Retensi Rancabolang, yang berfungsi guna menahan alur air. Pemkot Bandung membangun kolam retensi di Cisurupan yang juga akan berfungsi sebagai tempat wisata dan ruang terbuka hijau yang diberi nama Wetland Cisurupan. Kolam retensi seluas 10 hektare ini akan menjadi parkir air dari Sungai Ciloa yang merupakan Sub DAS Cinambo.
Sedangkan Kolam Retensi Simaraga merupakan fasilitas untuk mengurangi potensi banjir akibat Iuapan Sungai Citepus. Kolam seluas 1.075 m2 dengan tinggi 3.4 meter itu memiliki daya tampung 3000 meter kubik. Pada musim hujan, kolam tersebut akan menjadi parkir air sehingga Iuapan sungai relative bisa dikendalikan
Terakhir adalah Kolam Retensi Rancabolang yang saat ni tengah dirancang di Kelurahan Rancabolang, Kecamatan Gedebage. Kolam yang akan dibangun di Jalan SOR Gelora Bandung Lautan Api (GBLA) itu berjumlah dua kolam dengan luas total 8.000 meter persegi. Kolam retensi ini akan menjadi parkir untuk mencegah meluapnya debit air.
“Tapi yang di Gedebage juga sekarang belum jelas karena masih ditenderkan lagi. Ini juga aneh karena seharusnya tender itu dilakukan tahun ini tapi justru diundur jadi 2020,” kata Aang.
Sumber : https://jabar.idntimes.com/news/jabar/debbie-sutrisno/pemkot-bandung-dinilai-tak-konsisten-tangani-masalah-banjir/full (akses 22 Jan 2020)
Anggaran untuk meminimalisir banjir justru dikurangi.
Bandung, IDN Times – Banjir selama ini masih menjadi momok yang mengancam masyarakat Bandung khususnya yang berada di daerah pusat kota. Ketika hujan turun deras dengan waktu yang cukup lama, maka sudah pasti akan ada daerah di Bandung yang terendam banjir.
Peneliti dari Perkumpulan Inisiatif Aang Kusmawan menuturkan, kondisi banjir di Bandung saat ini justru semakin parah karena timbul titik-titik baru yang tergenang. Bahkan genangan banjir pun kian tinggi dan lama untuk surut.
Aang menyebut, kondisi ini dikarenakan Pemerintah Kota (Pemkot) Bandung tidak konsisten dalam melakukan penanganan banjir khususnya untuk pencegahan. “Ini terlihat dari sejumlah program yang dulunya ada seperti program penanganan banjir, kemudian hilang pada (tahun anggaran) 2018-2019,” ujar Aang dalam sebuah diskusi, Selasa (21/1).
1. Anggaran dinas yang terkait penanganan banjir pun tidak lagi paling utama
Aang mengatakan, berdasarkan data yang ada, anggaran Dinas Pekerjaan Umum dan Dinas Perumahan, Kawasan Pemukiman, Pertanahan dan Pertamanan berada di posisi 1 dan 3 pada 2017 sebagai dinas yang paling banyak mendapatkan dana. Kedua dinas itu pun merupakan pihak paling utama dalam penanggulangan banjir.
Namun, pada 2018 dan 2019, Pemkot Bandung kemudian mengubah pagu anggaran di mana kedua dinas ini tidak lagi menjadi utama. Dengan kondisi ini diprediksi banjir tidak lagi menjadi perhatian utama Pemkot Bandung di bawah kepemimpinan pasangan Oded M. Danial dan Yana Mulyana.
“Dulu (2017) Dinas PU itu dapatnya sampai Rp626 miliar, sedangkan pada 2019 hanya Rp392 miliar. Sedangkan Dinas Pertamanan itu dulu dapat Rp513 miliar, sekarang hanya Rp172 miliar,” ungkap Aang.
2. Pergantian pagu anggaran tergantung politik pemkot
Menurut Aang, persoalan siapa mendapat berapa dalam anggaran tergantung dari politik pimpinan daerahnya dengan DPRD. Merekalah yang bisa menentukan konsentrasi mana yang ingin difokuskan dalam memajukan dan menyejahterakan masyarakat Bandung.
Saat ini, DPRD Kota Bandung pun disebut tidak memiliki pengawasan yang sangat ketat terhadap penggunaan anggaran demi memperbaiki kondisi penanggulangan banjir. Dengan demikian anggota legislatif seakan membiarkan masyarakat Bandung terus terdampak banjir saat musim hujan tiba.
3. Kolam retensi yang dibangun dinilai belum optimal
Aang mengatakan, visi pembangunan saluran dan kolam retensi sebagai salah satu program prioritas Kota Bandung adalah terselesainya banjir. Dalam mendukung program tersebut, satu solusi yang dilakukan Kota Bandung adalah membangun saluran dan kolam retensi.
Terdapat tiga kolam retensi yang dibangun Pemkot Bandung yakni Wetland Cisurupan, Kolam Retensi Simaraga, dan Kolam Retensi Rancabolang, yang berfungsi guna menahan alur air. Pemkot Bandung membangun kolam retensi di Cisurupan yang juga akan berfungsi sebagai tempat wisata dan ruang terbuka hijau yang diberi nama Wetland Cisurupan. Kolam retensi seluas 10 hektare ini akan menjadi parkir air dari Sungai Ciloa yang merupakan Sub DAS Cinambo.
Sedangkan Kolam Retensi Simaraga merupakan fasilitas untuk mengurangi potensi banjir akibat Iuapan Sungai Citepus. Kolam seluas 1.075 m2 dengan tinggi 3.4 meter itu memiliki daya tampung 3000 meter kubik. Pada musim hujan, kolam tersebut akan menjadi parkir air sehingga Iuapan sungai relative bisa dikendalikan
Terakhir adalah Kolam Retensi Rancabolang yang saat ni tengah dirancang di Kelurahan Rancabolang, Kecamatan Gedebage. Kolam yang akan dibangun di Jalan SOR Gelora Bandung Lautan Api (GBLA) itu berjumlah dua kolam dengan luas total 8.000 meter persegi. Kolam retensi ini akan menjadi parkir untuk mencegah meluapnya debit air.
“Tapi yang di Gedebage juga sekarang belum jelas karena masih ditenderkan lagi. Ini juga aneh karena seharusnya tender itu dilakukan tahun ini tapi justru diundur jadi 2020,” kata Aang.
Sumber : https://jabar.idntimes.com/news/jabar/debbie-sutrisno/pemkot-bandung-dinilai-tak-konsisten-tangani-masalah-banjir/full (akses 22 Jan 2020)