1. Tantangan
Konstitusi UUD 1945 pasal 33 ayat (3) mengamanatkan bahwa sumberdaya alam harus dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk meningkatkan kemakmuran rakyat. Dengan demikian, pemanfaatan sumberdaya alam (SDA) berperan penting untuk meningkatkan pendapatan negara melalui mekanisme pajak, retribusi dan bagi hasil yang jelas dan adil. Adapun para pelaku pemanfaatan SDA terdiri dari pemerintah, Badan Usaha Milik Negara (BUMN), swasta, dan masyarakat. Diperlukan partisipasi dari semua pihak untuk pengelolaan SDA yang berkelanjutan dan berkeadilan.
Namun pada prakteknya, ada dominasi kuat dari pelaku pemanfaatan SDA dan masyarakat berada dalam posisi lemah. Banyak kasus SDA yang membuat masyarakat tergusur dari mata pencahariannya dan menjadi korban dari dampak lingkungan suatu busines SDA. Masalahnya adalah kapasitas masyarakat sipil dalam melakukan pengawasan pengelolaan SDA masih lemah misalnya pengetahuan regulasi SDA, akses dokumen kebijakan, analisis busines SDA, analisis potensi pendapatan negara dan investigasi kasus pengelolaan SDA Padahal kondisi ini dialami langsung oleh mereka dan dekat dengan keseharian mereka. Tantangan bagi kami adalah membuat masyarakat mampu melakukan pengawasan pengelolaan SDA diantaranya pengawasan terhadap pendapatan negara.
2. Inisiatif Mengatasi Tantangan
Sekolah Politik Anggaran (Sepola) merupakan jalan baru pendidikan politik bagi masyarakat sipil untuk meningkatkan kapasitas literasi, partisipasi, advokasi serta kapasitas politik anggaran publik. Tujuannya adalah anggaran yang adil dalam hubungan negara dan warga negara, hubungan pusat dan daerah. Keadilan anggaran dalam hal distribusi, alokasi dan stabilisasi.
Hasil yang ingin diharapkan dalam Sepola adalah: (1) meningkatkan kapasitas kelompok masyarakat sipil dalam mengembangkan advokasi anggaran untuk promosi pengelolaan SDA yang lebih berkeadilan, terutama dalam peningkatan pendapatan pajak dan non-pajak sektor kehutanan dan perkebunan; (2) mendorong good governance dalam pendapatan pengelolaan SDA sektor kehutanan dan perkebunan untuk pelibatan stakeholders seperti pemerintah daerah, akademisi, media massa, dan pelaku-pelaku sektoral lainnya; (3) mendorong kerjasama untuk peningkatan pendapatan negara dari pengelolaan SDA sektor kehutanan dan perkebunan.
Sepola didesain untuk mengintegrasikan kemampuan teoritik dan aplikatif dalam pengawasan bisnis SDA khususnya sektor kehutanan dan perkebunan. Format kelasnya heterogen baik dari sisi organisasi, latar belakang pendidikan peserta dan kebanyakan adalah anak-anak muda.
3. Proses
Proses Sepola diawali oleh assesment dan rekrutmen CSO melalui proses wawancara dan diskusi. Setelah itu, dilakukan pendidikan in class tahap pertama, praktek investigasi dan pendidikan in class tahap kedua.
In class tahap pertama dilakukan selama 5 hari dengan materi ekonomi politik sumberdaya alam, tata kelola kehutanan dan perkebunan oleh negara-swasta-rakyat, politik anggaran serta investigasi. Metode pembelajaran in class ini yaitu paparan, diskusi, simulasi dan in field.
Selanjutnya adalah praktek investigasi selama 3 bulan, dimana peserta harus mampu menentukan masalah, menyusun instrumen, mengumpulkan data, mengorganisasikan data (listing data, rekap data, cleaning data), menganalisis data dan menuliskan hasil temuan.
In class tahap kedua dilakukan selama 4 hari yang membahas hasil investigasi yang telah mereka lakukan dengan tools budget kredibility, analisis dan menyusun desain advokasi.
4. Hasil dan Perubahan Utama
Hasil yang dicapai dari Sepola yaitu: para mitra belajar Sepola di Kalimantan Barat berhasil mengakses data Izin Usaha Perkebunan (IUP) milik PT Sumatera Jaya Agro Lestari dan PT Mega Sawindo Perkasa ke Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Satu Pintu (PTSP) Kabupaten Sanggau. Dari praktek investigasi, berhasil menemukan bukti temuan sebagai berikut : 1) adanya dugaan kerugian Negara sekurang-kurangnya sebesar Rp. 9.792.284.400,00 dari dana Provisi Sumber Daya Hutan (PSDH) dan $ 353.610,27 dari Dana Reboisasi (DR) periode 2007 – 2014; 2) adanya ketidakjelasan terkait dengan kewenangan pemberian izin; 3) diduga PT.Megasawindo Perkasa melakukan aktivitas pembukaan lahan untuk perkebunan kelapa sawit pada kawasan HPK sebelum menyelesaikan alih fungsi kawasan hutan; 4) adanya dugaan illegal loging yang dilakukan oleh PT. Megasawindo Perkasa dengan modus izin perkebunan kelapa sawit. Kemudian, mitra belajar Sepola berhasil melakukan audiensi dengan Bupati Sanggau mempresentasikan hasil investigasi.
Gambar 1 . Mitra Belajar Sepola Kalbar Sedang Beraudensi dengan Bupati Sanggau, 20 Maret 2019 Sumber : Peserta Sepola Sanggau
Mitra belajar Sepola Provinsi Jawa Timur berhasil menghitung potensi pendapatan dari lahan kering dan basah. Jika ditotal, asumsi potensi pendapatan sharing dari pesanggem kepada LMDH Desa Karanggandu sebesar Rp. 2.170.800.000.000,00. Padahal sesuai hasil diskusi dengan pihak perhutani, iuran sharing lahan ini dianggap tidak ada, lantas kemana uang tersebut disetorkan dan dipakai untuk apa?
Gambar 2. MANGOBAR dengan mengusung tema “Benarkah Anggaran Sektor Kehutanan di Trenggalek Bocor?” 13 April 2019. Sumber : Trigus
Selanjutnya, mereka berhasil mempertemukan ketiga unsur yang terlibat dalam perputaran setoran lahan hutan yaitu pemerintah daerah, perhutani, paguyuban LMDH dan warga yang menggarap lahan di kawasan hutan. Mitra belajar Sepola Jatim bekerjasama dengan komunitas literasi di Kabupaten Trenggalek yaitu nggalek.co mengadakan acara MANGOBAR dengan mengusung tema “Benarkah Anggaran Sektor Kehutanan di Trenggalek Bocor?” yang dilaksanakan pada tanggal 13 April 2019. Acara tersebut disiarkan langsung melalui halaman facebook nggalek.co. Setelah proses konsolidasi akhirnya, petani penggarap lahan hutan tidak lagi dikenai tarikan/setoran tahunan terhadap lahan yang digarap. Setoran yang diberikan menyesuaikan dengan peraturan yang berlaku, yaitu hanya ditarik pajak atas hasil panen hutan.
5. Pembelajaran
Pembelajaran dari Sepola adalah kemampuan berjejaring dengan CSO lokal, mengelola para mitra belajar Sepola, proses belajar yang berbasis bukti (evidence based) dan kolektif. Adapun langkah ke depan yang akan dilaksanakan dalam sepola adalah menjalankan fellowship untuk pendalaman temuan investigasi di propinsi Jabar, Jatim, Kalbar dan NTB. Kemudian melakukan replikasi Sepola di propinsi Jambi, Sumut, Jateng dan Sulawesi Selatan.
1. Tantangan
Konstitusi UUD 1945 pasal 33 ayat (3) mengamanatkan bahwa sumberdaya alam harus dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk meningkatkan kemakmuran rakyat. Dengan demikian, pemanfaatan sumberdaya alam (SDA) berperan penting untuk meningkatkan pendapatan negara melalui mekanisme pajak, retribusi dan bagi hasil yang jelas dan adil. Adapun para pelaku pemanfaatan SDA terdiri dari pemerintah, Badan Usaha Milik Negara (BUMN), swasta, dan masyarakat. Diperlukan partisipasi dari semua pihak untuk pengelolaan SDA yang berkelanjutan dan berkeadilan.
Namun pada prakteknya, ada dominasi kuat dari pelaku pemanfaatan SDA dan masyarakat berada dalam posisi lemah. Banyak kasus SDA yang membuat masyarakat tergusur dari mata pencahariannya dan menjadi korban dari dampak lingkungan suatu busines SDA. Masalahnya adalah kapasitas masyarakat sipil dalam melakukan pengawasan pengelolaan SDA masih lemah misalnya pengetahuan regulasi SDA, akses dokumen kebijakan, analisis busines SDA, analisis potensi pendapatan negara dan investigasi kasus pengelolaan SDA Padahal kondisi ini dialami langsung oleh mereka dan dekat dengan keseharian mereka. Tantangan bagi kami adalah membuat masyarakat mampu melakukan pengawasan pengelolaan SDA diantaranya pengawasan terhadap pendapatan negara.
2. Inisiatif Mengatasi Tantangan
Sekolah Politik Anggaran (Sepola) merupakan jalan baru pendidikan politik bagi masyarakat sipil untuk meningkatkan kapasitas literasi, partisipasi, advokasi serta kapasitas politik anggaran publik. Tujuannya adalah anggaran yang adil dalam hubungan negara dan warga negara, hubungan pusat dan daerah. Keadilan anggaran dalam hal distribusi, alokasi dan stabilisasi.
Hasil yang ingin diharapkan dalam Sepola adalah: (1) meningkatkan kapasitas kelompok masyarakat sipil dalam mengembangkan advokasi anggaran untuk promosi pengelolaan SDA yang lebih berkeadilan, terutama dalam peningkatan pendapatan pajak dan non-pajak sektor kehutanan dan perkebunan; (2) mendorong good governance dalam pendapatan pengelolaan SDA sektor kehutanan dan perkebunan untuk pelibatan stakeholders seperti pemerintah daerah, akademisi, media massa, dan pelaku-pelaku sektoral lainnya; (3) mendorong kerjasama untuk peningkatan pendapatan negara dari pengelolaan SDA sektor kehutanan dan perkebunan.
Sepola didesain untuk mengintegrasikan kemampuan teoritik dan aplikatif dalam pengawasan bisnis SDA khususnya sektor kehutanan dan perkebunan. Format kelasnya heterogen baik dari sisi organisasi, latar belakang pendidikan peserta dan kebanyakan adalah anak-anak muda.
3. Proses
Proses Sepola diawali oleh assesment dan rekrutmen CSO melalui proses wawancara dan diskusi. Setelah itu, dilakukan pendidikan in class tahap pertama, praktek investigasi dan pendidikan in class tahap kedua.
In class tahap pertama dilakukan selama 5 hari dengan materi ekonomi politik sumberdaya alam, tata kelola kehutanan dan perkebunan oleh negara-swasta-rakyat, politik anggaran serta investigasi. Metode pembelajaran in class ini yaitu paparan, diskusi, simulasi dan in field.
Selanjutnya adalah praktek investigasi selama 3 bulan, dimana peserta harus mampu menentukan masalah, menyusun instrumen, mengumpulkan data, mengorganisasikan data (listing data, rekap data, cleaning data), menganalisis data dan menuliskan hasil temuan.
In class tahap kedua dilakukan selama 4 hari yang membahas hasil investigasi yang telah mereka lakukan dengan tools budget kredibility, analisis dan menyusun desain advokasi.
4. Hasil dan Perubahan Utama
Hasil yang dicapai dari Sepola yaitu: para mitra belajar Sepola di Kalimantan Barat berhasil mengakses data Izin Usaha Perkebunan (IUP) milik PT Sumatera Jaya Agro Lestari dan PT Mega Sawindo Perkasa ke Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Satu Pintu (PTSP) Kabupaten Sanggau. Dari praktek investigasi, berhasil menemukan bukti temuan sebagai berikut : 1) adanya dugaan kerugian Negara sekurang-kurangnya sebesar Rp. 9.792.284.400,00 dari dana Provisi Sumber Daya Hutan (PSDH) dan $ 353.610,27 dari Dana Reboisasi (DR) periode 2007 – 2014; 2) adanya ketidakjelasan terkait dengan kewenangan pemberian izin; 3) diduga PT.Megasawindo Perkasa melakukan aktivitas pembukaan lahan untuk perkebunan kelapa sawit pada kawasan HPK sebelum menyelesaikan alih fungsi kawasan hutan; 4) adanya dugaan illegal loging yang dilakukan oleh PT. Megasawindo Perkasa dengan modus izin perkebunan kelapa sawit. Kemudian, mitra belajar Sepola berhasil melakukan audiensi dengan Bupati Sanggau mempresentasikan hasil investigasi.
Gambar 1 . Mitra Belajar Sepola Kalbar Sedang Beraudensi dengan Bupati Sanggau, 20 Maret 2019 Sumber : Peserta Sepola Sanggau
Mitra belajar Sepola Provinsi Jawa Timur berhasil menghitung potensi pendapatan dari lahan kering dan basah. Jika ditotal, asumsi potensi pendapatan sharing dari pesanggem kepada LMDH Desa Karanggandu sebesar Rp. 2.170.800.000.000,00. Padahal sesuai hasil diskusi dengan pihak perhutani, iuran sharing lahan ini dianggap tidak ada, lantas kemana uang tersebut disetorkan dan dipakai untuk apa?
Gambar 2. MANGOBAR dengan mengusung tema “Benarkah Anggaran Sektor Kehutanan di Trenggalek Bocor?” 13 April 2019. Sumber : Trigus
Selanjutnya, mereka berhasil mempertemukan ketiga unsur yang terlibat dalam perputaran setoran lahan hutan yaitu pemerintah daerah, perhutani, paguyuban LMDH dan warga yang menggarap lahan di kawasan hutan. Mitra belajar Sepola Jatim bekerjasama dengan komunitas literasi di Kabupaten Trenggalek yaitu nggalek.co mengadakan acara MANGOBAR dengan mengusung tema “Benarkah Anggaran Sektor Kehutanan di Trenggalek Bocor?” yang dilaksanakan pada tanggal 13 April 2019. Acara tersebut disiarkan langsung melalui halaman facebook nggalek.co. Setelah proses konsolidasi akhirnya, petani penggarap lahan hutan tidak lagi dikenai tarikan/setoran tahunan terhadap lahan yang digarap. Setoran yang diberikan menyesuaikan dengan peraturan yang berlaku, yaitu hanya ditarik pajak atas hasil panen hutan.
5. Pembelajaran
Pembelajaran dari Sepola adalah kemampuan berjejaring dengan CSO lokal, mengelola para mitra belajar Sepola, proses belajar yang berbasis bukti (evidence based) dan kolektif. Adapun langkah ke depan yang akan dilaksanakan dalam sepola adalah menjalankan fellowship untuk pendalaman temuan investigasi di propinsi Jabar, Jatim, Kalbar dan NTB. Kemudian melakukan replikasi Sepola di propinsi Jambi, Sumut, Jateng dan Sulawesi Selatan.