TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Koalisi CSO untuk APBN Kesejahteraan yang terdiri dari LSM Fitra, IHCS, ASPPUK, Prakarsa, Perkumpulan Inisiatif, Lakpesdam NU dan Publish What You Pay mengajukan gugatan uji materi Undang-undang Nomor 22 Tahun 2010 tentang APBN-Perubahan 2010. Mereka menganggap fakta-fakta APBN-P 2010 inkonstitusional.
“Kita minta untuk membatalkan UU Nomor 2 Tahun 2010 tentang APBN-P 2010 dan dikembalikan ke APBN 2010,” ujar Kuasa Hukum Pemohon, Janseus Silaloho saat ditemui di gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Rabu (13/10/2010).
Menurut Janseus, alokasi APBN-P 2010 realisasinya tidak sesuai yang diharapkan. “Jatahnya di daerah tidak mendapatkan sesuai yang diharapkan,” jelasnya.
Janseus menjelaskan, belanja pemerintah pusat pada APBN-P 2010 lebih banyak dipergunakan untuk kepentingan rutin dan pejabatnya ketimbang kesejahteraan rakyat. Sekitar Rp 162,6 triliun dialokasikan untuk belanja pegawai, belanja perjalanan sebesar Rp 19,5 triliun dan Rp 153,6 triliun untuk pembayaran bunga dan pokok utang.
“Artinya 40,7 persen belanja pusat dipergunakan untuk hal yang bersifat rutin,” jelasnya.
Selain itu, lanjut Janseus, hubungan keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah sangat tidak adil dan melanggar Undang-undang. Sebagai contoh, daerah yang memiliki indeks kapasitas fiskal tinggi dan mempunyai indeks kemiskinan rendah di bawah rata-rata nasional, seperti Kabupaten Berau dan Kabupaten Penajam Paser Utara di Kalimantan Timur, justru memperoleh alokasi DPIPD lebih tinggi.
Alokasi tersebut berbanding terbalik dengan daerah yang memiliki indeks fiskal rendah dan indeks kemiskinan di atas rata-rata nasional, seperti Kabupaten Timor Tengah Selatan dan Kupang di Nusa Tenggara Timur.
Janseus juga menilai negara tidak melaksanakan jaminan sosial. “Pada praktik APBN-P 2010 yang ditetapkan UU Nomor 2 Tahun 2010, tidak satu pun secara eksplisit mengalokasikan anggaran untuk mengembangkan sistem jaminan sosial secara menyeluruh. Undang-undang tersebut belum melaksanakan APBN yang sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat,” jelasnya.
Tidak hanya itu, Janseus juga mempersoalkan negara yang tidak bertanggung jawab atas pelayanan kesehatan. Porsi belanja kesehatan dalam APBN-P 2010 masih jauh dari kata memadai, karena hanya kurang dari 1 persen PDB.
“Fillipina saja sudah mengalokasikan belanja kesehatan sebesar 3 persen,” tandasnya.
Oleh karena itu, Janseus mendesak MK mengeluarkan keputusan untuk pengaturan proporsi APBN-P 2011 agar sebesar-besarnya digunakan untuk kemakmuran rakyat.(*)
Sumber : Rabu, 13 Oktober 2010. 11:09 WIB, http://www.tribunnews.com/2010/10/13/apbn-perubahan-2010-digugat-di-mk (akses 10/19/2010 3:31:26 PM)