BANDUNG, (PR).- Hingga saat ini, dokumen anggaran masih dikuasai birokrasi. Masyarakat tidak punya cukup ruang untuk berpartisipasi dalam perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi anggaran pemerintah. Keterlibatan masyarakat dalam proses penganggaran harus diperjuangkan agar rakyat berdaulat atas anggaran pemerintah.
Keterlibatan warga dimulai dengan mengedukasi masyarakat tentang proses penganggaran. Lima organisasi masyarakat sipil, yaitu Perkumpulan Inisiatif Kota Bandung, Masyarakat Peduli Anggaran (Mapag) Kabupaten Garut, Forum Diskusi Anggaran (FDA) Kabupaten Bandung, Pusat Pengkajian dan Pengembangan Masyarakat Lokal (P3ML) Kabupaten Sumedang dan Pergerakan Inisiatif Rakyat Subang (PIRS) Kabupaten Subang, menggagas Sekolah Politik Anggaran (Sepola) sebagai upaya mewujudkan masyarakat melek anggaran. Kemarin, Rabu (1/7/2015), Sepola meluluskan 66 orang telah menyelesaikan pendidikan dan dilanjutkan riset selama setahun.
‘Literasi anggaran untuk rakyat itu penting agar warga bisa membaca APBN, APBD dan makna di balik angka-angka yang tertera,” kata Kepala Sekolah Sepola, Wulandari ditemui seusai wisuda lulusan Sepola, Rabu (1/7/2015). Sepola diikuti masyarakat dengan berbagai latar belakang dari tujuh daerah Jawa Barat, yaitu Kota Bandung, Kabupaten Bandung, Kabupaten Bandung Barat, Kota Cimahi, Kabupaten Garut, dan Kabupaten Subang, Kabupaten Sumedang.
Wulandari mengatakan, anggaran pemerintah bukan monopoli eksekutif dan legislatif. Seharusnya masyarakat berdaulat atas anggaran yang berasal dari dana masyarakat. Artinya, masyarakat harus punya ruang dalam perencanaan, penentuan target pemerintah, penetapan anggaran, pengawasan penggunaan anggaran dan evaluasi anggaran, tetapi faktanya sulit.
Seperti yang dialami siswa Sepola, Meiki Wemly Paendong, seorang pekerja sosial dari Cimahi. Dalam Sepola, siswa harus melakukan riset. Meiky melakukan riset pengelolaan Rusunawa Melong di Cimahi. “Jangankan dokumen anggaran, dokumen Perwal saja sulit diakses. Padahal, setelah disahkan, harusnya dokumen itu menjadi milik publik. Saya harus mengajukan sengketa ke Komisi Informasi Jawa Barat untuk mendapatkan dokumen anggaran dan perwal terakhir rusunawa.
Sumber : Harian Pikiran Rakyat edisi cetak, 2 Juli 2015, hal.6