Dua lembaga nirlaba, Beyond Anti Corruption (BAC) dan Perkumpulan Inisiatif, menelisik pengelolaan deposito rekening Pemerintah Provinsi Jawa Barat. Hasilnya, kedua lembaga tersebut menemukan kejanggalan nilai deposito dan bunga yang diperoleh provinsi yang dipimpin Ahmad Heryawan alias Aher itu sepanjang periode 2016 dan 2017.
Menurut Ketua BAC, Dedi Haryadi, studi yang mereka lakukan menggunakan data laporan keuangan Pemerintah Provinsi Jawa Barat kepada Kementerian Keuangan. Di sana terlihat bahwa pada 2016 rata-rata deposito yang disimpan di Bank BJB sebesar Rp 3,75 trilliun per bulan. Penyimpananan deposito terbesar terjadi di Juli 2016 yaitu Rp 6,7 trilliun.
Lalu di manakah kejanggalan dari deposito tersebut? Menurut Sekjen Inisiatif Donny Setiawan, keanehan mencuat dari pernyataan Aher yang kerap mengumumkan bahwa jumlah deposito Pemerintah Provisin Jabar hanya Rp 1,5 – 2 trilliun per bulan. Dengan membandingkan laporan ke Kementerian Keuangan, ia menilai keterangan tersebut sebagai bentuk kebohongan terhadap publik.
Tak hanya itu, Donny melanjutkan, selama ini Pemprov mengaku bahwa uang yang didepositokan hanya berupa sisa anggaran tahun sebelumnya semata. “Studi ini menunjukkan bila hal tersebut tidak benar,” ujar Donny.
Sebenarnya, tidak ada yang salah ketika pemerintah daerah menyimpan dananya di bank dalam bentuk deposito. Hal itu didasarkan pada Peraturan Menteri Keuangan Nomor 53/PMK.05/2017 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 3/PMK.05/2014 tentang Penempatan Uang Negara pada Bank Umum. Namun, besarannya bunga deposito yang diperoleh Pemprov Jabar yang janggal.
Dari sisi bunga, menurut Donny, Pemprov Jabar memperoleh imbal hasil Rp 1,035 trilun pada 2017. Namun hitungan BAC dan Inisiatif dengan menggunakan tingkat suku bunga pasar yang hanya 0,5 persen per bulan, seharusnya nilai bunga yang diperoleh tak lebih dari Rp 190,4 miliar. Di sini ada selisih sekitar Rp 844,6 miliar akibat perbedaan nilai bunga.
Penjelasan yang paling logis di balik fenomena ini, Dedi menambahkan, yaitu Pemerintah Provinsi Jawa Barat mendapatkan tingkat bunga yang sangat tinggi. Hasil perhitungan kedua lembaga itu menunjukkan bahawa bunga yang mereka terima hingga 2,75 persen per bulan. Artinya, ini lebih dari lima kali lipat suku bunga pasar.
Hal ini yang menjadi sorotan BAC dan Inisiatif. Mereka menduga pemberian bunga yang tinggi rawan akan praktik terlarang seperti gratifikasi dan suap. “Bisa saja Rp 800-an miliar itu tercatat pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Tapi pengeluarannya, siapa yang bisa mengawasi?” ujar Dedi.
Apalagi, Pemprov Jabar salah satu pemegang saham di Bank BJB. Akibatnya, potensi konflik kepentingan cukup kuat terjadi, misalnya intervensi dalam menentukan suku bunga di luar standar pasar tersebut. (Lihat pula: Bunga Acuan Naik 0,5%, Perbankan Evaluasi Bunga Deposito dan Kredit).
Hingga berita ini diturunkan, Direktur Utama Bank BJB Ahmad Irfan belum merespons pertanyaan dari Katadata.co.id. Demikian pula dengan Agus Mulyana. Direktur Kepatuhan dan Manajemen Risiko Bank BJB ini hanya membaca pesan Wahatsap yang dikirim redaksi. Setali tiga uang, Aher pun belum memberi tanggapan.
Sementara itu, Juru Bicara KPK Febri Diansyah membenarkan laporan yang dikirim BAC dan Inisiatif. Bahan itu diterima Direktorat Pengaduan Masyarakat (Dumas). “Seperti semua laporan yang diterima KPK, selanjutnya akan dilakukan telaah,” kata Febri kepada Katadata.co.id.
Dedi mengatakan, disebutnya nama Aher secara khusus karena tidak terlepas dari posisi penting gubernur dalam proses penyimpanan deposito pemerintah provinsi. Sebab, Permenkeu Nomor 53 tadi secara jelas menyebutkan kepala daerah memiliki peran dalam menentukan besaran nominal deposito, jangka waktu, beserta bank yang ditunjuk.
“Gubernur merupakan pejabat politis yang menentukan bagaiamana anggaran ini dikelola. Sudah semestinya dia mengetahui pengelolaan dana deposito milik Pemprov Jabar tersebut,” ujar Dedi.
Sumber : https://katadata.co.id/berita/2018/06/12/deposito-pemprov-diduga-janggal-gubernur-aher-dilaporkan-ke-kpk (akses 14 Juni 2018)