BANDUNG, (PRFM) – Menjelang peringatan tahunan Isra Miraj 2019 beberapa bulan lalu, Dika (24) dan kawan-kawannya mesti bersabar saat kegiatan mereka di Karang Taruna tingkat Rukun Warga (RW) tak mendapat dukungan dari para pemangku kebijakan.
Padahal dengan kepedulian mereka terhadap lingkungan tempat tinggal, Dika bersama Karang Taruna terus berupaya membuat program untuk kemaslahatan sosial dan ekonomi warga setempat.
Warga Kelurahan Sindang Jaya, Kecamatan Mandalajati, Kota Bandung ini tak habis pikir dengan sikap ketua RW. Kala itu, ia mencoba meminta dana untuk menggelar acara tabligh akbar dan bakti sosial dalam memperingati Isra Miraj. Namun alih-alih mendapat dana atau mengupayakan ke tingkat kelurahan, Ketua RW malah menyuruhnya untuk meminta dana sumbangan dari warga setempat.
Hal itu sudah biasa baginya dan bukan pertama kalinya ia rasakan. Dika pun mengeluhkan hal tersebut dan kerap mempertanyakan bagaimana transparansi anggaran milik warga.
“Ya sudah kami lakukan minta sumbangan ke warga bersama ketua RT, tapi pernah sewaktu-waktu hasil dari minta dana ke warga dapet 1 juta uangnya disimpan di RW dulu, eh pas dikasih malah jadi 800 ribu,” keluhnya saat ditemui pada pertengahan Februari 2019.
Sambil misuh-misuh, Dika melanjutkan ceritanya. Ia dan anggota karang taruna yang lain juga pernah berinisiatif mendatangi Lurah untuk meminta bantuan dana kegiatan sosial maupun lainnya. Namun, hasilnya pun nihil. Tidak ada alokasi dana untuk kegiatan-kegiatan yang mereka usung.
“Karang taruna minta bantuan dana selalu nggak ada, ini sudah terjadi sejak 2016,”katanya.
Setelah dilakukan penelusuran, fenomena seperti ini bukan hanya terjadi di tempat tinggal Dika saja. Beberapa wilayah kelurahan dan kecamatan terjadi hal serupa.
Lantas mengapa ini bisa terjadi ? Padahal jika melihat pada program Pemerintah Kota (Pemkot) Bandung. Seharusnya kegiatan semacam ini mendapat alokasi khusus. Soalnya, Pemerintah Kota Bandung memiliki Program Inovasi Pemberdayaan Pembangunan (PIPPK) atau yang lebih dikenal dengan program 100 juta per RW.
Berkaca pada pengalaman Dika yang seorang pengurus Karang Taruna pun tak mengetahui adanya dana PIPPK tersebut.
Program yang mulai bergulir sejak tahun 2015 ini diklaim sebagai program unggulan Kota Bandung sejak dipimpin oleh Ridwan Kamil, Walikota Bandung periode 2013 – 2018 yang kini menjabat sebagai Gubernur Jawa Barat.
Sesuai namanya, PIPPK idealnya benar-benar dimanfaatkan oleh setiap RW yang ada di 151 kelurahan dan 30 Kecamatan di Kota Bandung dengan alokasi dana 100 juta per RW setiap tahunnya.
Walikota Bandung saat ini, Oded M Danial juga sempat mewacanakan akan menaikan anggaran PIPPK menjadi 200 juta per RW, namun kabar terkahir hal itu tak jadi dilakukan karena beberapa hal.
PIPPK telah menyedot total uang rakyat dalam APBD tak kurang dari 750 miliar rupiah. Selain RW yang jumlahnya lebih dari 1.550 di Kota Bandung, dana PIPPK mestinya juga digelontorkan bagi Karang Taruna, Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LPM), dan Pembinaan Kesejahteraan Keluarga (PKK).
Hal tersebut berdasarkan pada aturan tentang PIPPK yaitu Peraturan Wali Kota Nomor 107 Tahun 2018 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Wali Kota Bandung Nomor 281 Tahun 2015 Tentang Pelaksanaan Program Inovasi Pembangunan dan Pemberdayaan Kewilayahan.
Pengawasan
Sosialisasi dan pengawasan menjadi persoalan dalam program ini. Banyak pihak yang bahkan tidak tahu tentang adanya dana PIPPK.
Dana yang membengkak setiap tahun tak diimbangi dengan pengawasan yang baik. Imbasnya, besar kemungkinan terjadi penyelewengan.
Keluhan mengenai PIPPK mudah ditemukan di laman aduan online masyarakat Lapor.go.id. Keluhannya beragam, mulai dari transparansi penggunaan dana hingga dugaan-dugaan penyalahgunaan dana.
Penyelewengan dana PIPPK semakin kentara saat Lurah Warung Muncang, Dayat Hidayat diberhentikan oleh Pemkot Bandung pada Oktober 2018 karena diduga melakukan korupsi dana PIPPK tahun anggaran 2015.
Setelah menjalani serangkaian sidang dan ditetapkan sebagai tersangka, Dayat divonis bersalah oleh majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Bandung pada 20 Februari 2019.
Kasus yang menjerat Dayat adalah penyelewengan dana pembangunan insfrastruktur untuk tujuh RW sebesar 118 juta rupiah di Kelurahan Warung Muncang. Kasusnya, meski anggaran sudah cair, namun terindikasi kegiatan tersebut tidak dilaksanakan sesuai peraturan ataupun petunjuk teknis.
Fajar Kurniawan yang merupakan Kepala Inspektorat Kota Bandung menyatakan kepada wartawan Pikiran Rakyat bahwa jumlah petugas yang terbatas menciptakan situasi sulit untuk memeriksa semua RW atau lembaga penerima dana PIPPK.
Pemeriksaan yang dilakukan Inspektorat Kota Bandung hanya secara uji petik. Kecuali untuk kasus-kasus khusus. Itulah mengapa penting dilakukan penguatan kapasitas pengawasan di level kewilayahan.
“Kalau ada verifikator di tingkat kecamatan yang cakap, kasus penyelewengan bisa dicegah sejak awal. Para verifikator inilah yang memastikan bahwa semua bukti dokumen sudah sesuai dengan juklak juknis. Jangan sampai ada yang lolos,” tutur Fajar.
Dilain pihak, peneliti anggaran dari Perkumpulan Inisiatif Bandung, Pius Widyatmoko menilai pengawasan yang dilakukan oleh Pemkot Bandung terhadap penggunaan anggaran tidak dibuka secara gamblang kepada publik. Padahal, masyarakat berhak tahu bagaimana proses pencairan dana hingga bagaimana dana digunakan.
Meskipun Pemkot Bandung digadang-gadang sudah menerapkan keterbukaan informasi melalui portal data.bandung.go.id, namun tetap saja itu belum bisa memenuhi hak informasi bagi warga.
“Bandung sudah open data secara digital tapi kebanyakan yang di publish itu kebanyakan hanya yang baik baiknya saja,”ungkap Pius.
PRFM mencoba mengakses portal open data tersebut untuk melacak bagaimana laporan penggunaan anggaran khususunya PIPPK. Alhasil, data yang ditemukan tidak merinci.
Contohnya, dalam rekapan realisasi anggaran PIPPK hanya terdapat realisasi anggaran dana PIPPK tahun 2016 saja. Pada 2016, realisasi anggaran yang dikelurkan sebesar Rp 199.868.187.911 atau 96.11 persen dari pagu anggaran.
Menelusuri lebih jauh, PRFM menemukan realisasi anggaran PIPPK tahun 2016 paling besar dibandingkan 2015 dan 2017. Hingga berita ditayangkan, rincian data realisasi anggaran PIPPK tahun 2018 belum ditemukan.
Jika realisasi rata-rata selalu diatas 90 persen, lantas bagaimana bentuk penggunaanya dilapangan? Mengapa kemudian di tingkat RW yang seharusnya paling merasakan dampak program ini malah banyak yang belum paham.
Dalam penggunaan anggaran, akan ditunjuk pihak ketiga sebagai pelaksana pembangunan atau pengerjaan proyek.
Dari sini, sejumlah keluhan mengenai program Rp 100 juta per RW mulai bermunculan. Bagaimana kelanjutannya?
(Tim Liputan : Iqbal, Rizky, Indra, Anggi)
Sumber : http://www.prfmnews.com/berita.php?detail=pippk-kota-bandung-program-unggulan-“enteng”-penyelewengan-