SINGAPARNA – Tunjangan perumahan bagi anggota DPRD Kabupaten Tasikmalaya sekitar Rp 12,6 juta per bulan dianggap berlebihan dan terlalu mewah. Bahkan dengan nominal tersebut, para wakil rakyat ini bisa mendapatkan apartemen.
Pengamat politik dan pemerintahan Tasikmalaya Maulana Janah menyebut dengan uang sebesar Rp 10 juta saja sudah bisa mendapatkan apartemen di Jakarta. Hal ini tentu tidak patut jika dihadapkan dengan kondisi masyarakat di Kabupaten Tasikmalaya. Saat ini masih banyak masyarakat yang tinggal di rumah tidak layak huni (RTLH).
Menurut dia, kebijakan pemerintah menggelontorkan dana yang besar untuk tunjungan perumahan dewan itu mencerminkan perilaku para wakil rakyat yang bermegah-megahan. Hal ini tentu saja bisa menyakiti hati rakyat kecil yang belum terbebas dari jeratan kemiskinan.
Dewan, kata dia, memang punya hak untuk mendapatkan tunjangan perumahan. Namun, dalam menentukan nominal harus disesuaikan dengan etika public dan asas kepatutan. Jangan hanya mengedepankan aspek legal saja.
“Persoalan hidup di negara ini bukan masalah legal tidak legalnya. Ada hukum publik yang tidak ditulis misalnya etika publik dan kepatutan,” ujar MJ saat ditemui di kediamannya di Desa Cigadog Kecamatan Leuwisari kemarin (5/6).
Untuk menghemat anggaran, terang dia, pemerintah daerah bisa membangun rumah dinas untuk dewan. Daripada menggelontorkan tunjangan perumahan yang begitu besar. Namun pembangunan rumah dinas ini juga perlu dipertimbangkan dari aspek selera para wakil rakyat. Dikhawatirkan ketika rumah dinas itu dibangun para anggota dewan yang terhormat enggan menempatinya. “Paling jika dibuatkan perumahan yang sederhana di kisaran Rp 100 juta. Jadi anggaran daerah bisa terkendali,” tutur dia.
Ketua PC Pergerakan Mahasiswa Islam Iindonesa (PMII) Kabupaten Tasikmalaya Kiki Sa’dul Holki menyebutkan tunjangan perumahan DPRD Kabupaten Tasikmalaya yang menjadi terbesar se-Priangan Timur itu tidak pantas. Pasalnya, pendapatan asli daerah (PAD) terbilang kecil. Bahkan pernah mengalami defisit anggaran.
Seharusnya, kata dia, dengan kondisi serba sulit ini, eksekutif dan legislatif bisa lebih menghemat. Apalagi kondisi sosial masyarakat di pelosok masih tertinggal. Jauh dari perhatian pemerintah.
Selain itu, menurut dia, besarnya tunjangan perumahan dewan itu menunjukkan kuatnya ketimpangan sosial di Kabupaten Tasikmalaya. Jauh dari tujuan memakmurkan dan menyejahterakan masyarakat. “Untuk penghematan belanja daerah, saya rasa pembangunan rumah dinas ini tepat dan cocok,” ungkapnya.
Diberitakan sebelumnya, pemerhati anggaran dari Perkumpulan Inisiatif Bandung Nandang Suherman menyebutkan bahwa tunjangan perumahan DPRD Kabupaten Tasikmalaya tahun 2016 menjadi yang terbesar se-Priangan Timur. Yakni Rp 12.600.000 per bulan per orang. Jika ditotalkan tunjangan perumahan yang harus dikeluarkan untuk 50 anggota dewan dalam setahun yaitu Rp 7.560.000.000. PAD-nya sebesar Rp 179.020.922.441.
Di urutan kedua ada DPRD Kota Tasikmalaya. Tunjangan perumahannya Rp 11.538.667 per bulan per orang. Jumlah anggota dewan 45 orang. PAD-nya Rp 248.140.549.137.
Kemudian di bawah Kota Tasikmalaya ada DPRD Kabupaten Sumedang. Tunjangan perumahannya Rp 10.041.667. Jumlah anggota dewan 50 orang. PAD-nya Rp 327.453.296.421.
Selanjutnya ada DPRD Kabupaten Garut. Tunjangan perumahannya Rp 7.600.000 per bulan per orang. Jumlah anggota dewan 50 orang. PAD-nya Rp 427.150.331.159. Lalu di DPRD Kabupaten Ciamis ada tunjangan perumahannya Rp 7.280.000 per bulan per orang. Jumlah anggota dewan 50 orang. PAD-nya Rp 16.418.304.825.
Urutan selanjutnya DPRD Kabupaten Pangandaran. Tunjangan perumahannya Rp 5.454.167 per bulan per orang. Jumlah anggota dewan 35 orang. PAD-nya Rp 72.590.179.990. Kemudian tunjangan perumahan paling kecil yaitu untuk DPRD Kota Banjar. Yakni Rp 5.280.000 per bulan per orang. Jumlah anggota dewan 25 orang. PAD-nya Rp 119.729.205.501. (dik)
Sumber : https://www.radartasikmalaya.com/berita/baca/8477.html (akses 6/15/2016 1:03:15 PM)